Kisah ini adalah kelanjutan dari Novel Bopo Kembar Desa Banyu Alas.
Di sini, Author akan lebih banyak membahas tentang Arjuna Jati Manggala, putra dari Arsha dan Raina yang memiliki Batu Panca Warna.
Batu Panca Warna sendiri di percaya memiliki sesuatu yang istimewa. 'Penanda' Bopo ini, barulah di turunkan pada Arjuna setelah ratusan tahun lamanya. Jadi, Arjuna adalah pemegang Batu Panca Warna yang kedua.
Author juga akan membahas kehidupan Sashi, Kakak Angkat Arjuna dan juga dua sepupu Arjuna yaitu si kembar, Naradipta dan Naladhipa.
Beberapa karakter pun akan ada yang Author hilangkan demi bisa mendapatkan fokus cerita.
Agar bisa mengerti alurnya, silahkan baca terlebih dahulu Novel Cinta Ugal - Ugalan Mas Kades dan juga Novel Bopo Kembar Desa Banyu Alas bagi pembaca yang belum membaca kedua Novel tersebut.
Happy Reading
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fernanda Syafira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13. Burung yang Galau
Sore itu, Arjuna sedang duduk bersantai dengan Sashi di teras rumah mereka. Arjuna menatap ke arah langit yang nampak bersih. Beberapa burung pun terbang di sekitar mereka dan sesekali hinggap di bahu Arjuna.
"Mbak Aci..."
"Dalem." Jawab Sashi sambil menoleh ke arah Arjuna.
"Hari ini, burungnya pada galau." Kata Arjuna yang membuat Sashi tertawa.
"Emang burungnya bilang sama kamu, Dek?" Tanya Sashi yang di jawab anggukan oleh Arjuna.
"Kamu bisa bahasa burung?" Tanya Sashi yang kini menatap serius ke arah Arjuna.
"Gak bisa lah, Mbak. Aku kan bukan burung." Jawab Arjuna.
"Terus, kamu tau dari mana kalau mereka galau?" Tanya Sashi yang lama - lama merasa gemas.
"Aku juga gak tau, Mbak. Ah, susah ngomongnya." Jawab Arjuna yang sulit mengungkapkan maksudnya.
Keduanya kembali terdiam. Kini Sashi pun turut memandangi langit sore itu. Memang, banyak burung yang beterbangan kesana dan kemari.
"Mereka mau pulang ke rumah, kan?" Tanya Sashi.
"Mereka bingung karena gak punya rumah, Mbak." Jawab Arjuna.
"Lihat Elang Jawa itu, dia biasanya keluar cuma buat cari makan. Tapi dia dari tadi cuma terbang kesana - sini tanpa bawa makanan." Kata Arjuna sambil menunjuk salah satu burung yang memang nampaknya lebih besar dari burung yang lain.
Mendengar itu, Sashi justru menempelkan punggung tangannya ke dahi Arjuna dengan wajah bingung bercampur khawatir.
"Kamu gak sakit kan, Dek? Gak ngelindur ? (mengigau)" Tanya Sashi.
"Enggak to. Aku sehat, Mbak." Jawab Arjuna yang kini melirik Sashi.
"Kamu tau dari mana kalau itu burung Elang? Gak kelihatan, Dek, itu sama aja bentuknya." Kata Sashi.
"CK! Mbak Aci aja yang gak bisa bedain." Gerutu Arjuna yang kini kembali menatap ke arah langit.
"Ayah! Ibu!" Seru Sashi dan Arjuna saat melihat Arsha yang baru sampai bersama Raina.
"Assalamualaikum." Ucap Arsha dan Raina hampir bersamaan.
"Waalaikumsalam." Jawab Sashi dan Arjuna sambil berlari kecil menghampiri juga menyalami Ayah dan Ibunya.
"Yah, Ayah. Dek Juna dari tadi aneh. Masak dia bilang burung - burung itu gak punya rumah." Adu Sashi.
"Emang gak punya rumah, Mbak. Mereka bingung cari rumahnya, makanya terbang terus kesana - kesini. Mbak Aci aja yang gak percaya." Sergah Arjuna.
"Emang rumahnya kenapa, Nang? Kan rumah mereka di Hutan." Tanya Raina.
"Gak tau, Bu. Tapi mereka itu galau." Kata Arjuna sambil menunjuk burung - burung di langit. Bocah enam tahun itu, masih saja kukuh dengan ucapannya sedari tadi.
"Dipta sama Nala, mana?" Tanya Arsha yang berusaha mengalihkan perhatian.
"Ikut Yang Kung dan Yang Ti." Jawab Sashi.
"Kok Mbak Aci sama Juna tumben gak ikut juga?" Tanya Raina.
"Aku kasihan sama burung - burungnya, Bu." Jawab Arjuna.
"Aku kasihan sama Dek Juna yang dari tadi galau." Jawab Sashi yang membuat Arsha dan Raina kompak menahan tawa.
"Bopo sama Buna belum pulang?" Tanya Raina yang di jawab gelengan oleh anak - anaknya.
"Ayah, ayo kita tolong burungnya. Pasti rumah mereka kenapa - kenapa." Ajak Arjuna.
"Kita harus gimana emangnya, Nang? Bikinin mereka rumah?" Tanya Arsha yang di jawab gelengan oleh Arjuna.
"Kita duduk dulu, yuk. Biar bicaranya lebih enak." Ajak Raina. Sebagai seorang ibu, Ia bisa merasakan kegelisahan Arjuna yang netranya nampak berkaca - kaca kini.
"Gimana, kita harus gimana? Masuk ke Hutan?" Tanya Arsha yang kembali membuka pembicaraan setelah mereka duduk bersama di teras rumah.
"Iya, Yah. Ayo kita masuk ke Hutan." Ajak Arjuna.
"Gimana caranya kita tau, dimana rumah mereka?" Tanya Arsha lagi.
"Elang Jawa itu yang nanti nganterin kita." Jawab Arjuna sambil menunjuk ke arah satu burung yang ada di langit.
"Emang itu Elang, Yah?" Tanya Sashi.
"Ayah juga gak tau, Mbak. Gak kelihatan dari sini." Jawab Arsha.
"Masak Ayah sama Mbak Aci gak lihat kalau itu Elang? Ibu lihat, kan?" Tanya Arjuna.
"Enggak juga, Nang. Ibu gak bisa bedain itu burung jenis apa kalau lagi terbang tinggi gitu." Jawab Raina yang membuat Arjuna menepuk dahinya.
"Mungkin ini salah satu kelebihan Juna juga, bisa lihat dengan jelas jenis hewan dari kejauhan." Kata Arsha.
"Ayah, ayo kita ke hutan. Kasihan mereka." Ajak Juna.
"Sudah sore lho, Nang. Nanti kita kemalaman di hutan. Besok pagi saja, ya? Kan besok tanggal merah, sekolahnya libur." Bujuk Arsha.
Arjuna terdiam dengan netra yang berkaca - kaca. Terlalu berbahaya memang jika mereka pergi ke hutan sore - sore begini. Setelah nampak berfikir, Arjuna pun akhirnya mengangguk setuju.
Semalaman, Arjuna nampak terlihat gelisah dalam tidurnya. Arsha dan Raina pun memperhatikan kegelisahan Arjuna itu.
"Ada apa ya, Mas? Kok Juna beneran gelisah gitu tidurnya." Tanya Raina.
"Mas juga gak tau, Dek. Apa mungkin bener ada sesuatu, ya?" Jawab Arsha yang juga bertanya - tanya.
"Mudah - mudahan gak ada sesuatu yang berbahaya." Doa Raina yang di aminkan oleh Suaminya.
Keesokan paginya, Arjuna menagih janji Ayahnya. Sedari pulang sholat subuh berjamaah, ia merengek minta di antar ke hutan.
"Yasudah, panggil Bopo dulu, sana. Tadi kan Bopo bilang kalau mau ikut juga." Kata Arsha.
Arjuna pun menurut, ia segera berlari untuk memanggil Aksa di rumahnya. Sementara itu, Arsha menyiapkan keperluan untuk mereka masuk ke hutan, walaupun belum tau, apa yang akan mereka lakukan di hutan.
Setelah bersiap, Arsha, Aksa dan Arjuna pun berangkat menuju ke pintu masuk hutan melalui jalur belakang Desa Banyu Alas. Selama ini, belum pernah terjadi sesuatu di hutan, beberapa polisi hutan pun kerap kali berpatroli di kawasan Hutan Lindung yang memang berada di sekitar Desa Banyu Alas.
"Ada apa memangnya, Nang?" Tanya Aksa ketika mereka memarkirkan mobil mereka di tepi jalan.
"Rumah - rumah burung itu hilang, Bopo." Jawab Arjuna. Jawaban yang sama saat Aksa menanyainya ketika mereka bertemu di Masjid subuh tadi.
"Di sebelah mana rumahnya?" Tanya Arsha.
"Ayo cepetan turun, Yah, Po. Itu Elangnya sudah nunggu." Kata Arjuna sembari menunjuk seekor burung Elang jawa yang bertengger di dahan pohon besar.
Mereka pun segera turun dari mobil karena Arjuna yang nampak sangat tergesa - gesa. Benar saja, mereka melihat seekor Elang jawa yang bertengger di dahan pohon.
"Mas, beneran, Mas. Itu Elang jawa." Kata Aksa.
"Iya, Sa. Besar banget ya burungnya. Baru ini aku lihat Elang Jawa langsung di alam liar." Sahut Arsha.
"Padahal cilikan adewe yo dolan turut alas yo, Mas. (Padahal waktu kita kecil juga main ke hutan ya, Mas.)" Ujar Aksa.
"Ya makanya itu." Jawab Arsha yang masih terheran - heran.
Tak berselang lama, Elang itu pun mulai terbang meninggalkan dahan pohon tempatnya bertengger.
"Ayah, Bopo, Ayo!" Ajak Arjuna.
Mereka bertiga mulai masuk ke dalam hutan. Ketiganya terus mengikuti langkah Arjuna yang berada di depan. Arjuna sendiri sesekali menatap ke langit untuk melihat keberadaan Elang itu.
"Ini bener jalannya, Nang? Gak nyasar?" Tanya Arsha yang sebelumnya belum pernah sampai di bagian hutan ini.
"Iya, kamu yakin, Nang?" Tanya Arsha yang mulai ragu melihat vegetasi hutan yang semakin rapat.
"Ayah sama Bopo tenang aja, sebentar lagi kita sampe di rumah burung." Jawab Arjuna tanpa ragu.
mz arjunaku yg ca'em,bagus,guanteng sak kabehe,smpyn meneng mawon.lenggah sing tenang.tak santette sandi sak krocone.😡🤬😤
ayoooo juna sentil si sandi dengan kelelawar🤭