Setelah setahun menikah Jira baru tahu alasan sesungguhnya kenapa Bayu suaminya tidak pernah menyentuh dirinya.
Perjalanan bisnis membuat Jira mengetahui perselingkuhan suaminya. Pengkhianatan yang Bayu lakukan membuat Jira ingin membalas dengan hal yang sama.
Dia pun bermain dengan Angkasa, kakak iparnya. Siapa sangka yang awalnya hanya bermain lama kelamaan menimbulkan cinta diantara mereka. Hingga hubungan terlarang itu menghasilkan benih yang tumbuh di rahim Jira.
Bagaimanakah nasib pernikahan Jira dan Bayu? Dan bagaimana kelanjutan hubungan Angkasa dengan Jira?
Ikuti terus kisah mereka ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon miss ning, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
Begitu keluar ruangan, Angkasa langsung mencari keberadaan Jira. Meja kerjanya sudah kosong berikut tas Jira juga sudah tidak ada. Artinya wanita itu sudah pulang.
Angkasa menatap ke luar jendela. Dari atas dia dapat melihat Jira melangkah menuju restoran. Angkasa bergegas turun ke bawah saat melihat sesuatu yang tidak beres di restoran tersebut.
Dia melihat Bayu dari atas dan di balik jendela melihat lelaki itu memasukkan sesuatu ke dalam gelas minuman.
"Sial." umpat Angkasa saat lift berjalan begitu lambat.
***
Bayu menarik kedua sudut bibirnya saat melihat Jira datang seorang diri. Beruntung kakaknya yang menyebalkan itu tidak ikut. Jadi dengan begitu rencananya akan berjalan mulus.
"Cepat katakan apa yang kau inginkan." Jira langsung duduk meletakkan tas mahalnya di atas meja. Menatap sengit ke arah Bayu.
"Jangan buru-buru baby. Lebih baik kau minum dulu. Pasti haus. Jalan dari kantor kesini kan lumayan." Bayu menyerahkan segelas minuman yang sudah dicampur serbuk tadi.
Bayu terus menatap gelas yang baru saja dipegang oleh Jira. Rasanya tidak sabar melihat Jira meneguk minuman tersebut. Waktu berjalan begitu lambat seperti slow motion dalam sebuah acara televisi di channel ikan terbang. Bayu berusaha tenang walau dalam hati berkata. "Cepat minum. Cepat minum."
Gelas yang sempat Jira pegang dia letakan di atas meja. Belum berniat untuk minum. Bayu mendesah dalam hati. Dia greget ingin memaksa Jira untuk segera minum. Tapi tidak mungkin. Dia takut Jira curiga.
Jira mengaduk-aduk minuman tersebut. Bayu memperhatikan gerakan Jira. Hatinya bersorak saat Jira mulai mendekat ke arah sedotan yang tercelup sebagian di dalam gelas.
Bibirnya sudah diujung sedotan. Dan gagal teman-teman. Seseorang merebut gelas tersebut. Sontak membuat Bayu marah karena rencananya tidak berhasil.
"Hei apa yang kau lakukan, brengsek." teriak Bayu.
"Kak Angkasa."
"Kenapa kau marah. Ini hanya minuman. Atau jangan-jangan kau mencampur sesuatu ke dalam minuman ini." Angkasa menatap wajah Bayu yang gelisah karena sudah ketahuan.
"Mati aku." gumam Bayu ada rasa takut di dalam hatinya.
"Cepat minum." Angkasa menukar minuman mereka. Dan meminta Bayu untuk menghabiskan minuman milik Jira.
"Kenapa? Bukankah minuman itu kau yang pesan." Otak Bayu lemot dia tidak dapat berpikir cepat untuk mencari alasan yang tepat. Tatapan tajam Angkasa membuatnya gugup seperti pencuri yang tertangkap basah karena ketahuan mencuri.
"Tentu. Aku akan menghabiskannya. Karena memang tidak ada apa-apa di dalam minuman ini." ucap Bayu penuh percaya diri.Dia tidak ingin Jira curiga. Akhirnya minuman itu masuk mulut terus melewati kerongkongan dan masuk ke dalam lambung.
Bayu berpikir agar dia bisa segera pergi dan mencari pelampiasan. Tidak mungkin dia menyeret Jira untuk masuk ke dalam hotel. Sebab ada Angkasa. Kakaknya itu benar-benar menyebalkan.
"Hallo, iya aku akan segera kesana." bohong Bayu dengan berpura-pura ada panggilan telepon masuk.
Diam-diam Angkasa tersenyum kecil. Dia tahu tidak ada panggilan masuk. Sebab layar ponsel milik Bayu berwarna gelap sedari tadi.
"Maaf Jira aku harus pergi. Nanti kita ngobrol di lain waktu."
Setelah mengatakan itu Bayu bergegas pergi ke suatu tempat untuk menuntaskan sesuatu yang mulai di rasakan oleh tubuhnya.
"Angkasa sialan. Awas saja kau." umpatnya sambil memukul kemudi.
Angkasa duduk di depan Jira. Menatap wanita itu dengan lembut. Tatapan mereka bertemu. Mengantarkan sesuatu yang tidak menentu. Beberapa detik saling menatap akhirnya Jira memutus tatapan mereka. Dia takut terlalu nyaman. Dan hanya dia yang mempunyai perasaan. Bertepuk sebelah tangan itu menyakitkan.
"Kenapa pulang tidak menunggu ku?"
Angkasa meraih tangan Jira. Telapak lebar itu menggenggamnya dengan erat. Tatapan Jira mengarah pada genggaman itu.
Nyaman. Entah kenapa rasanya nyaman. Tangan kokoh itu memberikan usapan lembut diatas punggung tangannya. Sepersekian detik Jira menarik tangannya. Dia takut sakit hati lagi. Tidak ingin terjebak lebih dalam.
"Aku ingin pulang."
"Ayo."
"Kak, aku akan pulang ke rumah ibu."
Mata Angkasa memicing. Ada rasa tidak suka saat Jira tidak ingin pulang ke apartemen miliknya. Dia sudah terbiasa ada Jira disana. Wanita itu memberikan warna tersendiri dalam hidupnya.
"Kenapa?"
"Apa kata orang kak aku masih istri dari Bayu. Dan malah tinggal dengan kakak. Aku tidak ingin ada rumor yang bisa menjatuhkan diri kakak."
"Tidak akan. Kau calon istriku."
"Tapi aku masih istri sah Bayu kak. Tidak mungkin aku tinggal dengan kakak tetapi aku masih terikat pernikahan dengan Bayu. Beri aku waktu untuk mengurus perceraian kami."
"Semua sudah aku atur. Kau tinggal menunggu palu diketuk oleh hakim pengadilan agama saja. Dan setelah masa Iddah kamu selesai kita langsung menikah."
"Kenapa kakak ingin menikahi ku?" Jira sudah pernah mendengar jawaban Angkasa yaitu karena tanggung jawab.
Jira ingin ada cinta di dalam rumah tangganya nanti bukan hanya sekedar tanggung jawab belaka. Rumah tangga tanpa cinta terasa begitu hambar.
"Bukankah sudah kubilang. Itu bentuk tanggung jawab karena aku sudah mengambil sesuatu yang berharga dari dirimu."
Jira mendesah. Tidak cukup baginya hanya tanggung jawab. Dia ingin cinta. Cinta yang tulus dalam sebuah hubungan.
"Jika hanya itu lebih baik kita tidak menikah." rahang Angkasa mengetat mendengar ucapan Jira. Dia tidak suka mendengar kalimat itu.
"Aku ingin ada cinta di dalam rumah tangga. Karena cinta adalah pondasi utama dalam membangun sebuah rumah tangga. Aku tidak ingin menjadi janda untuk yang kedua kali."
Entah kenapa perasaan Jira menjadi lebih sensitif. Matanya mulai berkaca-kaca. Dia harus segera pergi.
Angkasa diam tidak mengejar. Dia masih berusaha mencerna kalimat Jira. "Cinta. Untuk apa cinta jika ujung-ujungnya berkhianat."
Angkasa melihat pernikahan ibunya. Dulu orang tuanya saling mencintai tetapi kini bercerai karena perselingkuhan. Untuk apa cinta jika ada duri di dalam pernikahan. Cinta tidak menjamin rumah tangga akan baik-baik saja.
Iya sih, tapi tanpa cinta bukannya lebih tidak baik-baik lagi ya.
***
Keesokan harinya
Jira merasa lega akhirnya hari ini tamu bulanan yang dia tunggu-tunggu datang juga. Anehnya hanya berupa flek. Jira pikir mungkin karena hari pertama makanya baru flek saja.
Dia tidak ambil pusing segera Jira menyelesaikan mandinya. Jarak rumah ibunya dan perusahaan cukup jauh jadi dia akan berangkat lebih pagi.
Tidak lupa dia membeli nasi uduk langganan dia dan ibunya dulu.
"Eh neng Jira. Lama tidak kelihatan neng." sapa penjual nasi uduk yang mengenal Jira.
"Iya Bu baru sempat pulang."
"Sibuk kerja ya neng."
"Iya Bu. Biasa satu dibungkus ya Bu."
"Iya neng." Ibu itu langsung membungkus nasi pesanan Jira. Nasi uduk pakai semur tahu tidak lupa telur balado 1 dan gorengan 1.
"Ini Bu kembaliannya ambil aja." Jira memberikan uang selembar berwarna biru.
"Terimakasih neng semoga berkah untuk semua."
"Aamiin."
Jira langsung pamit saat taksi online miliknya tiba. Di dalam mobil dia ingin memakan nasi uduk itu. Namun saat mencium bau nasi tiba-tiba perutnya terasa mual. Ini aneh. Apa dia masuk angin. Ah mungkin iya.