Kecelakaan yang menimpa Nasya bersama dengan calon suaminya yang menghancurkan sekejap kebahagiaanya.
Kehilangan pria yang akan menikah dengan dirinya setelah 90% pernikahan telah disiapkan. Bukan hanya kehilangan pria yang dia cintai. Nasya juga kehilangan suaranya dan tidak bisa berjalan.
Dokter mengatakan memang hanya lumpuh sementara, tetapi kejadian naas itu mampu merenggut semua kebahagiaannya.
Merasa benci dengan pria yang telah membuat dia dan kekasihnya kecelakaan. Nathan sebagai tersangka karena bertabrakan dengan Nasya dan Radit.
Nathan harus bertanggung jawab dengan menikahi Nasya.
Nasya menyetujui pernikahan itu karena ingin membalas Nathan. Hidup Nasya yang sudah sepenuhnya hancur dan juga tidak menginginkan Nathan bisa bahagia begitu saja yang harus benar-benar mengabdikan dirinya untuk Nasya.
Bagaimana Nathan dan Nasya menjalani pernikahan mereka tanpa cinta?
Lalu apakah setelah Nasya sembuh dari kelumpuhan. Masih akan melanjutkan pernikahan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13 Sindiran.
Nasya tidak akan bisa tenang jika benar-benar Nathan membawa dirinya pergi ke Luar Negeri. Tetapi tidak ada lagi yang bisa dia lakukan sekarang, selain menuruti semua keinginan keluarganya atas keputusan Natan.
"Bunda juga menyiapkan beberapa jenis makanan mie instan yang kamu sukai. Di Swiss sangat sulit sekali mendapatkan makanan Indonesia. Jadi Bunda menyiapkan semuanya. Kamu tidak akan jenuh atau bosan dan akan bisa memakan makanan apa yang kamu mau," ucap Malika yang terus saja mengemasi barang-barang Nasya.
"Jika kamu benar-benar serius melakukan terapi dan Bunda yakin kamu akan kembali segera ke Jakarta dengan cepat. Jika kamu kangen sama Bunda dan Ayah atau kak Andre. Kamu bisa menyuruh Nathan untuk menghubungi kami," ucap Malika yang sejak tadi berpesan kepada putrinya.
"Apa yang akan terjadi padaku selanjutnya. Kenapa semua seperti ini. Dia yang sudah menghancurkan hidupku yang membuatku tidak bisa berbicara dan berjalan dan seharusnya kehidupannya juga sama sepertiku yang tidak berarti. Tetapi kenapa sekarang jadi berbanding terbalik. Bukan dia yang berada di tanganku ada melainkan aku yang akan berada di tangannya. Bukan dia yang aku kuasai dan dia yang akan menguasai ku," Nasya terus saja bergerutu di dalam hatinya yang benar-benar sangat ketakutan.
Sejak tadi wajah cantik itu dipenuhi dengan rasa kecemasan.
"Nasya kamu harus tahu, semua yang dilakukan Nathan adalah demi kebaikan kamu dan kami sebagai orang tua kamu setuju dan juga karena tahu ini yang terbaik untuk kamu," lanjut Malika yang tidak mendapatkan respon apapun dari Nasya.
Krrekkk.
Pintu kamar yang terbuka membuat Nasya melihat dan juga Malika yang ternyata itu adalah Nathan.
"Kamu sudah ingin istirahat Nathan?" tanya Malika.
"Tidak Tante! Tante lanjutkan saja menyiapkan barang-barang Nasya, saya belum mau tidur," jawab Nathan.
"Iya Nathan. Ini hanya tinggal sedikit lagi. Maklum barang-barang wanita sangat banyak dan Tante harus benar-benar teliti menyiapkannya. Takutnya setelah sampai sana ada yang dibutuhkan Nasya dan tidak bisa ditemui di sana. Nanti kamu juga yang repot. Jadi Tante akan menyiapkan sebaik mungkin agar tidak terlalu menyulitkan kamu," ucap Malika.
"Tante lanjutkan saja," sahut Nathan.
Malika menganggukkan kepalanya ,"kamu sendiri bagaimana? Apa barang-barang kamu sudah disiapkan?" tanya Malika.
"Sudah Tante! Aku hanya membawa koper kecil ke rumah ini dan yang lainnya masih berada di rumah. Jadi besok sebelum berangkat koperku akan dihantarkan ke rumah ini. Untuk masalah semua barang-barangku sudah beres," jawab Nathan.
"Ya sudah kalau begitu," sahut Malika.
Nathan yang terlihat santai berjalan-jalan di kamar tersebut dan tatapan mata Nasya melihat Nathan dengan penuh kekesalan yang berbicara begitu manis kepada ibunya dan bagaimana Malika begitu mempercayai Nathan.
Nathan tiba-tiba saja menuju meja panjang yang terdapat pajangan foto-foto Nasya dan juga Radit. Hampir lebih satu minggu Nathan berada di kamar itu seolah menjadi orang ketiga diantara pasangan itu.
Mungkin saja jika dia bukan laki-laki yang sabar pasti akan tidak menerima hal itu, walau tidak memiliki perasaan apapun kepada Nasya. Tetapi dia laki-laki mana yang bisa berada di dalam kamar bersama wanita yang sudah dia nikahi dan ada foto mantan kekasihnya.
Nathan yang mengambil foto tersebut yang membuat Nasya kaget. Dia rasanya ingin sekali mengatakan untuk tidak menyentuh foto-foto itu dan sayang sekali dia tidak bisa bersuara.
"Tante sepertinya foto-foto ini juga harus di bawah," sahut Nathan tiba-tiba yang membuat Nasya mengerutkan dahi dan Malika yang menghentikan pekerjaannya yang terdiam dengan perkataan Nathan yang terlalu santai.
"Aku takut Nasya tidak akan bisa tidur jika tidak melihat foto-foto ini," ucap Nathan dengan sindiran yang membuat tangan Nasya terkepal.
Dia tahu datang sengaja berbicara seperti itu yang ingin membuatnya emosi.
"Nathan kamu berbicara apa? untuk apa juga harus membawa foto-foto di dalam bingkai ke Swiss. Kalian bukan pindah dan tidak perlu melakukan hal itu," sahut Malika.
Dia tahu sebenarnya bahwa Nathan sangat kesal dengan tingkah Nasya. Tetapi untuk meladeni Nasya Nathan memang harus melakukan hal itu. Barangkali memang istrinya ingin sekalian membawa foto-foto mantan kekasihnya. Tetapu Nasya tidak mungkin melakukan hal itu dia juga takut tiba-tiba saja Nathan emosi dan menghancurkan semua barang-barang itu saat sudah berada di Swiss.
"Kurang ajar dia! Apa maksudnya mengatakan hal seperti itu. Apa dia sengaja yang ingin mengejekku," batin Nasya dengan kesal
"Tapi Tante belum menanyakan kepada Nasya. Bagaimana jika dia memang ingin membawa foto-foto ini. Jadi turuti saja apa yang diinginkan selagi itu bisa membuatnya suka," ucap Nathan yang melihat ke arah Nasya dengan tatapan Nathan yang sangat dingin.
Malika menghela nafas dan menghampiri Nathan yang mengambil foto tersebut dari tangan Nathan dan meletakkan kembali pada tempatnya.
"Tante sangat memahami bagaimana perasaan kamu. Kamu memang baru mengenal Nasya dan kalian berdua diikat dalam pernikahan. Apapun itu tidak ada laki-laki yang suka melihat foto-foto istrinya bersama laki-laki lain di kamarnya. Tante tahu kata-kata kamu yang barusan adalah ungkapan kemarahan dan ketidaksetujuan atas keinginan Nasya sejak awal dan kamu terpaksa menyetujui semua itu," ucap Malika.
"Nathan Tante minta maaf atas sikap Nasya kepada kamu. Kamu harus bisa memahami Nasya dengan kekurangan yang dia miliki yang membuat dia tidak bisa mengendalikan diri. Tante minta sama kamu untuk terus menjaga Nasya dan jangan membalas apa yang sudah dilakukan Nasya," ucap Malika dengan lembut.
Kata-kata itu jelas didengarkan oleh Nasya dan dia semakin kesal karena orang tuanya yang bisa-bisanya meminta maaf kepada Nathan.
"Tante tidak perlu berbicara seperti itu dan apalagi meminta maaf kepada saya. Saya bukan laki-laki pengecut dan saya juga tidak mungkin tidak bertanggung jawab kepada Nasya kepala saya sudah membawanya pergi. Jangan mengkhawatirkan apapun," ucap Nathan dengan mengusap bahu Malika.
"Terima kasih Nathan," ucap Malika.
"Paling pintar berbicara yang sangat manis. Dia hanya bersandiwara saja," umpat Nasya di dalam hati.
Dia memang sengaja mengatakan seperti itu agar membuat Nasya marah. Tetapi Nathan ternyata salah tempat yang harusnya melakukan semua itu hanya dengan dia dan Nasya saja dan tidak perlu ada Malika dan hal itu jelas membuat Malika merasa khawatir dan merasa bersalah kepada Nathan.
**
Pagi yang cerah hari ini ternyata tidak menjadi pagi yang begitu indah untuk Nasya. Bagaimana tidak jika pagi ini dia benar-benar akan pergi ke Luar Negeri untuk melakukan pengobatan bersama dengan Nathan.
Keluarga Nasya dan Nathan sama-sama mengantarkan mereka berdua ke bandara. Nasya yang tetap berada di kursi roda dengan Nathan yang berdiri di sampingnya dengan posisi mereka berdua yang saling berhadapan.
Orang tua Nasya sejak tadi sudah banyak sekali berbicara yang menitipkan pesan kepada Nathan. Mereka juga memberikan pesan kepada anak mereka sendiri yang pada intinya agar Nasya tidak bertingkah seperti anak kecil dan patuh kepada Nathan di sana. Seperti biasa tanggapan Nasya tidak ada dan hanya memperlihatkan wajah yang tidak senang.
"Baiklah! Kalau begitu kami pergi dulu!" ucap Nathan.
Bersambung.....