"Semua tergantung pada bagaimana nona memilih untuk menjalani hidup. Setiap langkah memiliki arti yang berbeda bagi setiap orang," ucapan itu terdengar menyulut hati Lily sampai ia tak kuasa menahan gejolak di dada dan berteriak tanpa aba-aba.
"Ini benar-benar sakit." Lily mengeram kesakitan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gledekzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch ~
Setelah beberapa jam bekerja keras, ruangan gudang itu kini terlihat jauh lebih rapi dan bersih. Lapisan debu yang dulu menyelimuti hampir setiap permukaan kini telah lenyap, menyisakan aroma segar dari cairan pembersih yang digunakan Lily.
Ia meluruskan punggungnya, merasakan otot-ototnya sedikit pegal, namun ia puas dengan hasil kerjanya. Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama.
Suara langkah kaki kembali terdengar mendekati pintu gudang. Lily memutar matanya, yakin bahwa Daisy kembali lagi dengan sandiwara yang tak ada habisnya.
Ia menghela napas panjang, bersiap menghadapi drama baru. Namun kali ini, sebelum pintu terbuka, lampu gudang tiba-tiba padam.
Ruangan yang sebelumnya terang benderang kini berubah menjadi gelap gulita. Lily terkejut, jantungnya berdebar cepat. Ia menggerakkan tangan ke saku, meraba-raba untuk mengambil ponselnya.
Dengan cepat ia menyalakan lampu ponsel, mencoba menerangi ruangan. Cahaya ponsel Lily menyinari sekeliling, dan di hadapannya, berdiri seorang pria, Zhen.
Lily hampir saja melemparkan ponselnya karena terkejut. Nafasnya tertahan sejenak saat menyadari kehadiran Zhen, berdiri di sana dengan wajah dingin dan ekspresi datar yang khas.
Lampu gudang menyala kembali, membuat matanya sedikit silau. Ia menoleh ke arah saklar di dinding, dan tentu saja, Zhen yang menyalakannya. "Aku hanya ingin memastikan kau tetap waspada," ucap Zhen, suaranya rendah namun cukup menusuk.
Lily menggenggam erat ponselnya, mencoba menahan diri agar tidak melempar benda itu ke arah Zhen. Meskipun ia kesal, ia masih harus ingat siapa pria itu. Pemimpin perusahaan ternama yang kini seolah hobi menguji kesabarannya.
Entah bagaimana, pria yang tadinya sibuk memperkenalkan dirinya sebagai pemimpin perusahaan kini muncul di tempat ini.
Lily memilih untuk tetap diam. Ia tahu, apa pun yang keluar dari mulutnya mungkin akan memperburuk situasi. Zhen pasti masih memikirkan insiden malam itu, mungkin ia berniat menanyakan sesuatu, atau lebih buruk, ingin membalas dendam.
Zhen berjalan perlahan, pandangannya menyapu setiap sudut ruangan. Ia meraba beberapa rak dan buku di sana, memeriksa apakah debu masih tersisa.
Sesekali ia menghela napas kecil, seperti sedang menilai hasil kerja Lily. Di beberapa tempat, ia menemukan debu yang belum dibersihkan.
"Seharusnya kau tidak perlu membersihkan tempat ini," ucap Zhen, suaranya terdengar santai namun menusuk.
Lily mengepalkan tangannya di sisi tubuh, mencoba menahan diri. Perasaannya penuh tanda tanya. Bukankah Zhen sendiri yang menyuruhnya membersihkan ruangan ini?
Dan sekarang pria itu berkata seolah-olah ia melakukan pekerjaan yang sia-sia. Jelas sekali, Zhen ingin mempermainkannya.
Zhen melanjutkan langkahnya ke tengah ruangan. "Aku akan memindahkan semua barang ini ke lantai atas," ucapnya dengan nada datar. "Ruangan ini akan menjadi tempat pribadiku."
Lily membeku. Percuma saja ia menghabiskan waktu berjam-jam untuk membersihkan ruangan ini tanpa tahu rencana Zhen. Ia ingin mengatakan sesuatu, tapi Zhen mendahuluinya dengan ucapan menyindir.
"Aku rasa ruangan ini jauh lebih cocok untuk kita menghabiskan waktu bersama," ucapnya sambil menatap Lily tajam. "Lebih cepat dan praktis dari pada di hotel, bukan?"
Tubuh Lily meremang. Kemarahan dan rasa takut bercampur menjadi satu. Jelas sekali, Zhen masih menyimpan dendam tentang kejadian di hotel, ketika ia meninggalkan pria itu dalam keadaan tidur tanpa mengenal siapa ia sebenarnya.
Lily yang tidak tahan ingin membuka mulut, tetapi Zhen melanjutkan dengan nada tegas, "Kau tidak perlu bekerja selama satu minggu. Aku hanya ingin kau mengawasi ruangan ini. Tata ulang tempat ini agar cukup baik untuk ku tinggali."
Sebelum Lily sempat membela diri, Zhen berkata lagi, “Dan satu hal lagi. Aku tidak ingin anak yang ada dalam kandunganmu mengalami sesuatu.”
Jantung Lily serasa berhenti. Ia menelan ludah, mencoba menenangkan pikirannya yang kacau. Bagaimana mungkin Zhen bisa mengatakan hal semacam itu dengan nada dingin?
"Saya minta maaf atas kejadian malam itu, Tuan. Saya benar-benar tidak tau siapa Anda. Saya bahkan sudah membayar biaya hotel, meski uangnya tidak seberapa saya kasih karena itu yang saya miliki."
Zhen tersenyum kecil, penuh arti. "Biaya hotel itu sudah ku kembalikan ke rekeningmu. Apa kau tidak tau?"
Mata Lily membesar karena terkejut. Dengan cepat, ia meraih ponselnya dan memeriksa aplikasi perbankannya. Benar saja, saldo rekeningnya menunjukkan uang tersebut telah dikembalikan.
Kebingungan melanda pikirannya. "Tapi, kenapa Anda mengembalikannya?" tanyanya dengan suara bergetar.
Zhen melangkah perlahan mendekati Lily. Tatapan matanya tajam, penuh kendali, membuat Lily sulit bernapas. Ia menghentikan langkahnya tepat di depannya, terlalu dekat sehingga aroma parfum maskulin yang khas menguar di antara mereka.
"Aku bukan pria yang bisa dibayar dengan uang recehan," bisik Zhen dengan nada rendah namun mengancam.
Lily terkejut saat Zhen tiba-tiba menatapnya dengan tajam, langkahnya mendekat hingga hanya ada jarak tipis di antara mereka.
Tangan Zhen terangkat, menyekat pergerakan Lily dengan telapak yang ia letakkan di dinding di sebelah kepala Lily. Aroma parfum maskulin miliknya menyergap indra penciuman Lily, membuat napasnya semakin tidak beraturan.
"Apa yang Anda mau sebenarnya?" Lily memberanikan diri bertanya, meski detak jantungnya terasa seperti ingin melompat keluar. "Jika yang saya berikan memang tidak cukup, berapa nominal yang harus saya bayar?"
Zhen tertawa kecil, tapi tidak ada kehangatan dalam nada suaranya. "Kau bisa membayar dengan mengandung anakku."
Lily terperanjat, pandangannya langsung tertuju pada mata gelap Zhen yang menatapnya penuh dominasi. Meski takut, ia tidak bisa membiarkan dirinya dianggap rendah.
Dengan suara yang bergetar namun penuh keberanian, "Saya bukan wanita murahan. Saya tidak mau menjadi simpanan Anda. Dan saya bukan alat untuk melahirkan keturunan Anda."
Ekspresi Zhen berubah dingin. "Dua malam yang lalu, kita sudah berhubungan," ujarnya tanpa basa-basi. "Apakah kau yakin bahwa sekarang kau tidak sedang mengandung anakku? Kau bahkan tidak tau apa yang terjadi malam itu."
Lily menelan ludah dengan cepat, kepalanya terasa berputar. Ancaman pria ini benar-benar menakutkan. "Bagaimana jika saya tidak hamil?" tanyanya dengan suara pelan, mencoba mencari celah untuk keluar dari tekanan ini.
Zhen tersenyum tipis, senyum yang lebih menyerupai ejekan. "Kalau kau tidak hamil, aku akan membebaskanmu. Tapi aku akan tetap menjadikanmu perisai. Aku butuh seseorang untuk menghindari perjodohan yang ingin dipaksakan keluargaku."
Lily semakin merasa dipermainkan. Segalanya terasa seperti jebakan yang tidak ada habisnya. Ketika Zhen menyentuh pipinya dengan lembut, ia merasakan bulu kuduknya berdiri. "Namun, jika kau mencoba melawan atau tidak mengikuti aturan yang ku tetapkan," lanjut Zhen dengan nada yang menakutkan, "Nenekmu yang di desa tidak akan bisa bertemu denganmu lagi."
Mata Lily melebar, dan tubuhnya menegang mendengar ancaman itu. Zhen melepaskan tangannya dari dinding dan mundur selangkah, tatapannya tetap menusuk ke arahnya.
"Kau yang menciptakan masalah ini sejak awal, jadi kau harus bertanggung jawab atas pilihan yang ku berikan," ucapnya datar. "Mulai sekarang, aku tidak ingin kau banyak bergerak. Duduk saja di gudang ini. Aku tidak ingin ada resiko apapun terhadap anak yang mungkin ada di dalam perutmu."
Lily hanya bisa berdiri diam, tubuhnya mematung di tempat. Ia ingin melawan, tapi ancaman Zhen begitu nyata dan menakutkan. Sebelum ia sempat berkata apa pun, Zhen sudah berbalik dan melangkah pergi dari gudang, meninggalkannya dalam kekacauan pikiran yang tidak berujung.
Dah itulah pesan dari author remahan ini🥰🥰🥰🥰