"Putuskan anak saya sekarang juga! Saya sudah menyiapkan sosok laki-laki yang lebih pantas buat dia daripada kamu yang hanya seorang montir."
"Maaf Pak, tapi anak anda cintanya cuma saya."
Satya Biantara, seorang pria yang hanya bekerja sebagai montir tiba-tiba malah di buat jatuh cinta oleh seorang gadis dari keluarga kaya, dia lah Adhara Nayanika.
"Mas Bian, kita kawin lari aja yuk!"
"Nggak ah capek, enak sambil tiduran."
"Mas Biaaaaannn!!"
Follow IG : Atha_Jenn22
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atha Jenn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
"Astaghfirullah...Satya!! Kalian ngapain heiii?!!" teriak Bu Sri dari pintu dapur.
Dhara seketika berdiri, gadis itu menunduk merasa takut dan malu. Takut jika Bu Sri berpikiran buruk pada dirinya dan malu saat menyadari posisi dirinya dan Bian tadi.
"Ibu jangan mikir macem-macem dulu. Tadi aku bantuin Dhara yang kepleset dan hampir jatuh Bu." Bian mencoba menjelaskan pada Ibunya.
"Duh Le, lha kamu itu lho mbok ya pakai baju tho. Badan udah kayak hulk gitu, untung nggak pingsan itu si Dhara kamu kekepin kayak tadi."
Bian terkekeh, "Ibu ini lho tau-tau nya hulk juga sih Bu."
"Kamu nggak jadi ke kamar mandi?" tanya Bian pada Dhara yang masih setia menunduk.
"Hah? Ah..iya, maaf-maaf permisi" Dhara langsung masuk ke kamar mandi, sedangkan Bian sendiri tersenyum tipis membayangkan wajah lucu Dhara tadi.
"Le, nggak kesambet kan?" tanya Bu Sri, Bian hanya tertawa. Pria itu merangkul Ibunya, membawa masuk ke dalam rumah.
"Kalau ada orang lain di rumah tuh pakai baju tho Le kalau dari kamar mandi, Ibu takut mereka sawan lihat badan gede kamu itu."
"Emangnya anak Ibu yang ganteng ini demit apa, kok bikin sawan" sahut Bian menggelengkan kepalanya.
"Kalau imannya yang nggak kuat bisa menyebabkan kejang-kejang juga lho."
Bian semakin tergelak, "Ha ha ha, ya ampun Ibuk ini ada-ada aja, pada kena ayan berarti kalau sampai kejang-kejang."
"Kamu ini di bilangin, sekarang sana pakai baju. Untung aja tuh handuk nggak melorot, bisa pingsan itu anak orang."
"Ibuuuukk."
"Ha ha ha, udah-udah. Ibu bercanda."
Sementara Dhara sendiri, kini hanya duduk melamun. Sesekali dia melihat tangannya yang telah menyentuh tubuh Bian. Aletta yang telah selesai memetik per buahan pun berjalan mendekati Dhara. Aletta memperhatikan Dhara yang hanya terdiam.
"Ra, lu kenapa? Kayak orang kesambet gitu sih?" tanya Aletta.
"Tubuh gue tiba-tiba lemes Ta."
"Hah, kenapa? Nggak enak badan lu?"
"Nggak tahu__"
Tiba-tiba Bian ikut duduk di samping Dhara, harum parfum Bian langsung menguar di indra penciuman orang di sekitarnya. Dhara langsung menoleh, celana sebatas dengkul dengan kaos gombrong tanpa lengan membuat Bian makin mempesona di mata Dhara.
"Tuhan, indah sekali ciptaan mu ini" ucap Dhara lirih, matanya rasanya enggan beralih dari Bian.
"Mau rujakan ya ini?" tanya Bian menoleh ke arah Dhara.
Wajah Dhara saat ini sudah memerah menahan rasa salah tingkahnya.
"Kamu demam?" tanya Bian, tangannya terulur menyentuh leher Dhara, seketika Dhara langsung memejamkan matanya. Tubuhnya terasa seperti tersengat aliran listrik. Tangan Dhara mengepal kuat-kuat.
"Astaga Otak, please waras Tak! Jangan mikir aneh-aneh Tak, gue mohon!!" batin Dhara, nafas wanita itu sedikit berat.
"Dhara, kamu kenapa? Wajah kamu kenapa makin memerah gitu?" tanya Bian.
Aletta yang berada di samping Dhara, sampai mencubit tangannya sendiri gara-gara menahan tawanya yang ingin sekali pecah.
Tanpa menjawab pertanyaan Bian Dhara pun langsung berdiri.
"Maaf Mas permisi sebentar" ucap Dhara, Dhara berjalan cepat langsung menuju ke kamar mandi lagi.
Dhara membasuh wajahnya, wanita itu menggelengkan kepalanya.
"Dhara-Dhara..sumpah otak lu perlu di bersihin. Kenapa lu kayak kucing birahi gini sih" gumam Dhara memandang pantulan dirinya di depan cermin yang terpasang di tembok.
Sementara di depan rumah Bian malah sudah ramai para Ibu-ibu yang ingin bertamu.
"Yang calon istrimu mana Sat? Yang ini atau ini" tunjuk salah satu Ibu-ibu itu.
"Saya belum ada calon Bu" jawab jujur Bian.
"Lah kalau di susul sampai sini tuh berarti ada sesuatu lho Sat" sahut Ibu-ibu yang lain, Bian hanya tersenyum saja.
***
"Nduk, kamu temennya Satya dimana?" tanya Bu Sri pada Dhara.
Saat ini Dhara menemani Bu Sri di dapur untuk membuat makan malam.
"Waktu itu mobil Dhara mogok Bu, eh datanglah Mas Bian untuk membantu. Dan entah kayak ngalir aja Bu ngobrol sama Mas Bian tuh."
"Kamu suka ya sama anak Ibu?" tanya Bu Sri pada Dhara to the point.
"Anak Ibu itu baik banget, rajin dan bisa ngapain aja. Kalau Dhara sampai nggak suka berarti Dhara yang nggak normal Bu" sahut Dhara sambil tertawa kecil.
Bu Sri pun ikut tertawa, "Tapi Ibu lebih setuju anak Ibu sama kamu daripada orang lain."
Dhara tertawa, "Ibu ini ada- ada aja sih."
Sementara itu Bian melihat keakraban sang Ibu dan Dhara jadi ikut tersenyum.
"Sepertinya Ibu cocok dengan Dhara" gumam Bian.
"Cie lagi wisata masa depan ya. Akurnya ibu dan istriku ini" ledek Bhumi, tanpa menunggu lama Bian langsung memiting kepala Bhumi.
"Njiir, ampun Sat..ampun."
Perhatian Bu Sri dan Dhara pun langsung teralih pada dua pria dewasa yang bertingkah seperti bocah itu.
"Ibu tuh seneng kalau Satya pulang sama Bhumi, rumah ini jadi berasa rame Nduk. Tapi Ibu juga kembali sedih saat mereka sudah kembali ke Jakarta Nduk, rumah ini jadi berasa sepi lagi. Tapi ya gimana lagi, kerjaan Satya ya di sana. Mau resign pun sayang rasanya ya Nduk."
"Ibu nggak ikut Mas Bian ke Jakarta aja Bu?" tanya Dhara.
Bu Sri tersenyum, "Ndak Nduk, kasihan Bapakmu sendiri. Lagian sawah dan yang lainnya mau siapa yang urus Nak. Biarin Ibu di sini aja, nanti kalau Satya rindu biar dia yang pulang kesini."
"Ibu bener juga, setelah bergelut sumpek nya kehidupan di kota emang paling bener ya pulang kampung halaman begini."
"Dhara punya kampung halaman?" tanya Bu Sri.
Dhara menggeleng, "Udah nggak ada yang di tuju kok Bu."
"Kalau begitu main kesini aja ya kalau emang butuh liburan. Rumah ini akan selalu terbuka untuk kamu" ucap Bu Sri tersenyum ramah.
Bhumi dan Bian menatap ke arah yang sama, "Lihat, emang aura Dhara tuh beda sama yang kemarin. Meskipun dia anak orang kaya, tapi dia nggak sombong sama sekali, dia bisa menempatkan posisinya dengan baik kan. Coba kalau yang kemarin, Ibuk aja lihat pertama kali langsung di komen habis-habisan."
"Udah deh Sat, kalau lu nggak sat set bakal gue ambil si Dhara" ancam Bhumi.
"Coba aja kalau berani__"
"Ciee..si Satya nggak rela ya. Makanya cepet kalau nggak mau keduluan."
Bian hanya melirik tajam ke arah sahabatnya itu, ingin sekali Bian menceburkan Bhumi ke dalam sumur itu kalau sudah mode jahilnya muncul, benar-benar menyebalkan di mata Bian. Dhara sendiri hanya menggelengkan kepalanya saat melihat kelakuan Bhumi dan Bian yang sudah seperti anak kecil.
"Mas Bian kenapa kamu terus terbayang-bayang di otakku sih." batin Dhara terus memperhatikan Bian dari tempatnya.
/Sob//Sob/