Prang!!!
Seeeeettt!!
Hujan deras menyelimuti malam ketika Hawa Harper mendapati sebuah mobil mewah terguling di jalan sepi. Di balik kaca pecah, ia melihat seorang pria terluka parah dan seorang anak kecil menangis ketakutan. Dengan jantung berdebar, Hawa mendekat.
“Jangan sentuh aku!” suara pria itu serak namun tajam, meski darah mengalir di wajahnya.
“Tuan, Anda butuh bantuan! Anak Anda—dia tidak akan selamat kalau kita menunggu!” Hawa bersikeras, melawan ketakutannya.
Pria itu tertawa kecil, penuh getir. “Kau pikir aku percaya pada orang asing? Kalau kau tahu siapa aku, kau pasti lari, bukan menolong.”
Tatapan Hawa ragu, namun ia tetap berdiri di sana. “Kalau aku lari, apa itu akan menyelamatkan nyawa anak Anda? Apa Anda tega melihat dia mati di sini?”
Ancaman kematian anaknya di depan mata membuat seorang mafia berdarah dingin, tak punya pilihan. Tapi keputusan menerima bantuan Hawa membuka pintu ke bahaya yang lebih besar.
Apakah Hawa akan marah saat tahu kebenarannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy JF, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13: Sidak Dylan
Pagi hari terasa berbeda di rumah keluarga Harper. Setelah pembicaraan serius malam sebelumnya, suasana rumah kembali hangat seperti biasanya. Tamara, seperti biasa, sibuk di dapur menyiapkan sarapan. Aroma kopi dan roti panggang memenuhi udara, menciptakan suasana yang membuat Hawa merasa nyaman.
Namun, ada sesuatu yang tidak biasa pada Dylan Harper. Pria itu terlihat lebih serius dari biasanya. Sejak pagi, ia sibuk menelepon, memastikan semuanya berjalan lancar sebelum ia melakukan sesuatu yang sudah ia rencanakan semalam.
“Papa nggak berangkat sekarang?” tanya Hawa sambil menyendok bubur ayam ke mangkuknya.
Dylan menggeleng sambil tersenyum kecil. “Nggak, Papa ada urusan lain dulu pagi ini.”
Benji, kakak sulung Hawa, yang duduk di seberang meja, mengangkat alisnya. “Urusan apa, Pa? Kok tumben nggak bilang dari kemarin?”
“Urusan Papa. Kamu cukup gantikan Papa di kantor. Kalau ada apa-apa, nanti Papa yang hubungi,” ujar Dylan, nada suaranya tegas namun tetap lembut.
Tamara, yang duduk di samping Dylan, hanya tersenyum penuh arti. Ia tahu suaminya akan melakukan sesuatu yang menyangkut Hawa, tapi ia memilih diam. Sebagai ibu, ia memahami bahwa Dylan memiliki caranya sendiri untuk melindungi anak-anaknya.
Hawa hanya bisa menghela napas. Ia tahu ayahnya tidak akan bicara lebih jauh jika sudah berkata seperti itu. Namun, ia tidak menyangka bahwa urusan yang dimaksud Dylan adalah sidak ke Noah Corp, tempat Harrison Noah berada.
***
Noah Corp
Sekitar pukul sembilan pagi, Dylan tiba di gedung Noah Corp. Ia memarkir mobilnya sendiri di tempat yang disediakan untuk tamu, menolak menggunakan sopir seperti biasanya. Dengan langkah penuh percaya diri, ia memasuki lobi yang megah.
Resepsionis di meja depan langsung menyambut dengan senyuman profesional. “Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?”
Dylan, dengan nada tegas namun sopan, menjawab, “Saya Dylan Harper. Saya ingin bertemu dengan Tuan Harrison Noah. Bilang saja, jika tidak sibuk.”
Resepsionis tersebut tampak ragu sejenak, tapi setelah melihat nama Dylan Harper yang sudah terkenal, ia segera menghubungi lantai atas.
Beruntung, saat itu Ares, asisten pribadi Harrison, kebetulan berada di lobi. Melihat Dylan, Ares segera menghampiri. “Pak Dylan, selamat pagi. Ada yang bisa saya bantu?”
Dylan mengangguk ringan. “Saya ingin bicara dengan bosmu. Bisakah kamu mengantarkan saya ke atas?”
“Tentu, Pak. Silakan ikut saya.”
Dengan langkah mantap, Dylan mengikuti Ares menuju lift. Di dalam lift, suasana hening, hanya terdengar suara mekanis saat lift bergerak naik. Ares bisa merasakan aura serius dari Dylan, tapi ia memilih tidak bertanya.
Ketika pintu lift terbuka, Ares mengantar Dylan langsung ke ruang kerja Harrison. Harrison, yang sedang menatap laptopnya, mengangkat wajah begitu Ares mengetuk pintu dan memberi tahu siapa yang datang.
“Pak Dylan Harper ingin bertemu, Tuan,” kata Ares.
Harrison berdiri, sedikit terkejut namun tetap menjaga ketenangannya. “Silakan masuk, Pak Dylan.”
Dylan melangkah masuk dengan tenang, menatap Harrison dengan mata tajam. Setelah Ares meninggalkan ruangan dan menutup pintu, Dylan langsung duduk tanpa menunggu dipersilakan, menegaskan posisinya sebagai seorang ayah yang ingin melindungi putrinya.
“Ada yang bisa saya bantu, Pak Dylan?” tanya Harrison, memulai percakapan dengan nada sopan.
Dylan tidak membuang waktu. “Saya tidak ingin basa-basi. Saya ingin tahu apa niatmu terhadap putri saya, Hawa.”
Pertanyaan itu membuat Harrison terdiam sejenak. Ia tidak menyangka Dylan akan langsung ke intinya. Namun, sebagai seorang pria dewasa dan CEO, Harrison tahu ini adalah percakapan yang tidak bisa dihindari. Dia seorang duda dengan satu anak perempuan, tentu paham.
“Saya tidak berniat menyakiti Hawa, Pak Dylan. Dia adalah sosok yang saya hormati dan kagumi,” jawab Harrison, memilih kata-katanya dengan hati-hati.
Dylan mendengus kecil. “Menghormati? Mengagumi? Itu jawaban yang terlalu umum, Harrison. Saya tidak bodoh. Anak saya terlibat dalam gosip yang melibatkan kamu dan Emma, di tambahkan lagi cucuku sendiri mendukungnya. Jika ini hanya masalah pekerjaan, saya ingin kejelasan. Tapi kalau lebih dari itu, saya ingin kamu bicara jujur.”
Harrison menarik napas panjang sebelum menjawab. “Pak Dylan, saya memahami kekhawatiran Anda. Hawa adalah wanita yang luar biasa, dan saya sangat menghargainya. Namun, hubungan saya dengannya tidak seperti yang dibicarakan orang-orang. Saya tahu Emma mungkin menimbulkan kesalahpahaman, tapi saya tidak pernah berniat memaksakan apa pun.”
“Jadi, kamu mengatakan tidak ada perasaan apa pun terhadap Hawa?” Dylan menekan, matanya tidak lepas dari Harrison.
Harrison terdiam, menatap langsung ke mata Dylan. “Saya tidak akan berbohong, Pak Dylan. Hawa adalah seseorang yang istimewa bagi saya. Namun, saya tahu posisinya sebagai anak Anda dan bagaimana Anda melindunginya. Saya tidak akan mengambil langkah apa pun tanpa persetujuan dari Hawa maupun keluarga Anda. Terlebih status saya adalah duda dengan satu anak.”
Pernyataan itu membuat Dylan terdiam sesaat. Ia bisa melihat ketulusan di mata Harrison, tapi sebagai seorang ayah, ia tidak mudah luluh.
“Kalau begitu, saya ingin mendengar janji dari kamu, Harrison,” ujar Dylan akhirnya, nadanya tegas. “Janji bahwa apa pun yang kamu lakukan, tidak akan pernah melukai Hawa, baik secara fisik maupun emosional. Karena jika itu terjadi, saya tidak akan diam.”
Harrison berdiri dari kursinya, mendekati Dylan. Dengan nada penuh keyakinan, ia berkata, “Saya berjanji, Pak Dylan. Saya tidak akan pernah menyakiti Hawa. Jika saya melangkah lebih jauh, itu hanya karena saya ingin memberikan yang terbaik untuknya.”
Dylan menatap Harrison selama beberapa detik sebelum akhirnya mengangguk. “Baiklah. Saya akan mempercayaimu kali ini. Tapi ingat, saya selalu memantau.”
Baru setelah selesai percakapan itu, Dylan prrgi dari ruangan Harrison.
"Ah, sidak dadakan yang menegangkan. Lebih baik aku menangani hal tentang dunia bawah, ini diluar prediksiku Pak Dylan datang lebih awal." Harrison berbicara pada dirinya sendiri dengan menghela nafas lega.
***
Sementara itu, di rumah keluarga Harper, Hawa menghabiskan malam bersama Nikki. Anak laki laki kecil itu sangat senang bisa menghabiskan waktu dengan tantenya, tapi ia tidak melupakan Emma.
“Tante Hawa, aku sudah bilang ke Emma kalau dia nggak usah cari Tante malam ini,” ujar Nikki sambil tersenyum penuh kemenangan.
Hawa hanya menggeleng sambil tersenyum. “Kamu ini ada-ada saja, Nikki. Kenapa kamu sibuk mengatur Emma begitu?”
Nikki menatap Hawa dengan penuh semangat. “Karena Emma juga ingin Tante bahagia, sama seperti aku. Tante harus bahagia, itu saja.”
Hawa tidak menjawab, hanya mengelus kepala Nikki. Anak laki laki kecil itu memang penuh rencana, seperti Emma.
Keesokan harinya, suasana sarapan kembali hangat seperti biasa. Tamara memastikan semua orang merasa nyaman, terutama Hawa.
“Hawa, kamu yakin tidak mau tinggal di sini lebih lama?” tanya Tamara.
Hawa menggeleng. “Tidak, Ma. Aku harus kembali kesana seperti sebelumnya. Tapi aku akan sering pulang kalau ada waktu.”
Bersambung.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Hi semuanya, jangan lupa like dan komentarnya ya.
Terima kasih.