"Kak, ayo menikah?" Vivi yang masih memakai seragam putih merah itu tiba-tiba mengajak Reynan menikah. Reynan yang sudah SMA itu hanya tersenyum dan menganggapnya bercanda.
Tapi setelah hari itu, Reynan sibuk kuliah di luar negri hingga S2, membuatnya tidak pernah bertemu lagi dengan Vivi.
Hingga 10 tahun telah berlalu, Vivi masih saja mengejar Reynan, bahkan dia rela menjadi sekretaris di perusahaan Reynan. Akankah dia bisa menaklukkan hati Reynan di saat Reynan sudah memiliki calon istri?
~~~
"Suatu saat nanti, kamu pasti akan merindukan masa kecil kamu, saat kamu terluka karena cinta..."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 19
"Vivi!" teriak Reynan. Dia melihat kereta api yang semakin mendekat. Dia tidak akan membiarkan Vivi tertabrak kereta api itu. Dia berusaha sekuat tenaganya bangkit dari kursi rodanya. "Vivi!"
Vivi hanya memejamkan matanya saat kereta api itu semakin mendekat, kemudian ada sepasang tangan kokoh yang mengangkat tubuhnya lalu mereka berdua jatuh di pinggir rel tepat saat kereta api itu melintas.
Vivi memegang kepalanya yang terasa sakit karena terbentur batu. Dia menatap Reynan yang panik melepas semua ikatan di kaki dan tangannya.
"Vivi kamu tidak apa-apa kan?"
Satu tangan Vivi menyentuh pipi Reynan. Benarkah Reynan yang menyelamatkannya atau dia sudah tidak berada di dunia dan ini hanya bayangan Reynan. Pandangan Vivi semakin kabur, kemudian dia jatuh pingsan.
"Vivi!" Reynan menepuk pipi Vivi berharap dia membuka kedua matanya tapi Vivi sama sekali tidak meresponnya.
"Vivi, maafkan aku." Reynan meraih tubuh Vivi dan memeluknya erat. Kemudian dia berusaha berdiri dengan membawa tubuh Vivi.
Akhirnya dia bisa menggerakkan kakinya di detik terakhir sebelum kereta api itu melintas. Keinginan dan tekadnya yang kuat membuatnya bisa melangkahkan kaki dan menolong Vivi.
Dia kini melangkahkan kakinya sambil menggendong Vivi. Meski terasa sangat berat kakinya melangkah tapi dia harus segera membawanya ke mobil.
"Tuan!" Tiga anak buahnya berlari menghampiri Reynan.
"Tuan saya bantu." Satu anak buahnya akan mengambil alih Vivi tapi Reynan menolaknya.
"Kalian kejar Arga sekarang! Panggil polisi juga untuk mengepung Arga!"
"Baik Tuan, Viko sudah mengikuti mereka."
"Aku bawa Vivi ke rumah sakit dahulu nanti aku menyusul," kat Reynan. Dia terus berusaha melangkahkan kakinya.
Anton yang sedari tadi stand by di mobil, seketika turun dan membantu Reynan masuk ke dalam mobil.
"Anton, cepat ke rumah sakit."
"Iya, Tuan." Anton segera masuk ke dalam mobil dan melajukan mobil itu menuju rumah sakit.
Reynan terus mendekap Vivi. Dia menatap wajah cantik yang terluka itu. "Ini pasti sakit." Reynan mengusap pelan sekitaran pipi Vivi yang terluka karena pisau. Lalu jemari Reynan juga menyentuh dahi Vivi yang lebam dan sedikit berdarah karena hantaman batu.
Kemudian Reynan terdiam sambil terus mendekap Vivi. Banyak kalimat yang ingin dia katakan pada Vivi tapi tertahan. Meskipun saat Vivi sudah sadar nanti, dia juga tidak tahu apa dirinya bisa mengatakan semua yang dia rasakan pada Vivi.
Setelah sampai di rumah sakit, Reynan turun dari mobil. Kakinya masih terasa kaku tapi dia terus berusaha berjalan sambil menggendong Vivi. Anton hanya memegang satu lengan Reynan untuk menjaga keseimbangan.
Reynan menurunkan Vivi di brankar IGD, lalu Dokter segera memeriksa dan mengobati luka Vivi.
Reynan kini keluar untuk menghubungi kedua orang tuanya agar datang dan menemani Vivi. Dia duduk di kursi tunggu sambil menunggu Dokter selesai memeriksa Vivi. Tak lama Dokter itu sudah keluar.
"Bagaimana kondisinya, Dok?" tanya Reynan. Dia mendekati Dokter dengan kaki yang masih terpincang.
"Tidak ada luka yang serius. Sepertinya pasien mengalami shock berat. Kita rawat inap sehari untuk memantau kondisinya. Silakan mengurus administrasinya dulu."
Reynan menyuruh Anton mengurus semuanya agar Vivi segera dipindahkan ke ruang rawat. Dia kini menemui Vivi yang masih memejamkan matanya di IGD. "Cepat sadar." Satu tangannya mengusap rambut Vivi yang berantakan.
Beberapa saat kemudian, kedua orang tua Reynan datang dan menemui Reynan. Mereka sangat terkejut melihat Reynan yang sudah bisa berdiri sendiri tanpa bantuan.
"Rey, kamu sudah bisa jalan?" tanya Rani.
Reynan menganggukkan kepalanya. "Ternyata aku bisa jalan, jika ada tekad yang kuat."
"Vivi kenapa? Wajahnya luka-luka gini?" tanya Rani. Dia meringis sendiri melihat luka di wajah Vivi yang sekarang sudah diperban.
"Arga sudah menculik Vivi."
"Maksud kamu, Arga yang sudah membuat kamu celaka itu?" tanya Rangga memastikan.
Reynan menganggukkan kepalanya. "Mama dan Papa jaga Vivi. Aku harus memberi pelajaran pada Arga."
"Rey, kamu baru sembuh. Biar anak buah Papa yang mengurusnya," cegah Rangga. Dia tidak ingin sesuatu yang buruk menimpa putranya lagi.
"Aku sendiri yang harus memastikan Arga ditangkap. Papa hubungi saja Ryo dan lainnya agar mengikuti aku."
"Ya sudah kamu hati-hati," kata Rangga sambil mengambil ponsel di sakunya.
"Kalau urusan kamu sudah selesai cepat kembali dan jagain Vivi. Pasti dia senang lihat kamu sudah jalan," pesan Rani sebelum Reynan pergi.
"Iya, Ma. Nanti kalau Vivi sudah sadar jangan bilang kondisi aku dan jangan bilang dulu sama kedua orang tua Vivi , biar aku sendiri yang memberi tahu mereka."
"Iya, hati-hati."
Kemudian Reynan berjalan keluar dari IGD dengan kaki yang setengah menyeret.
"Sepertinya, Reynan sudah mulai mencintai Vivi," kata Rangga.
"Iya, semoga saja seperti itu."
...***...
Setelah dipindahkan ke ruang rawat, Vivi akhirnya membuka kedua matanya dan melihat Rani yang duduk di dekat brankarnya.
"Ma, kenapa aku ada di rumah sakit? Kayaknya aku tadi sudah tertabrak kereta api lalu tubuh aku terasa ringan. Aku kira, aku sudah terbang ke langit."
Mendengar perkataan Vivi seketika Rani tertawa. Saat sakit saja, Vivi masih bisa bercanda.
"Kamu selamat sayang." Satu tangan Rani kini mengusap rambut Vivi.
"Siapa yang menyelamatkanku?"
Rani menggelengkan kepalanya. Seperti pesan Reynan, dia tidak boleh memberi tahu kondisi Reynan pada Vivi. "Mama tidak tahu, Mama hanya dihubungi Rey suruh ke rumah sakit."
"Kak Rey dimana?" tanya Vivi sambil mengedarkan pandangannya. Dia hanya melihat Papa mertuanya yang sedang duduk di sofa sambil menatap layar ponselnya.
"Rey, masih ada urusan. Nanti pasti dia ke sini jagain kamu."
Vivi hanya terdiam. Reynan mana peduli dengannya. "Mungkin Kak Rey sedang mengurus Lena."
"Darimana kamu tahu?"
"Karena tadi sebelum aku diculik, Kak Rey bertemu dengan Lena dan Lena masih mencintai Kak Rey." Air mata Vivi kembali menetes.
"Sayang, udah jangan nangis. Keterlaluan sekali kalau Rey diam-diam menemui Lena."
"Jadi Rey masih menemui Lena?" Rangga ikut menyahutinya. "Vivi, kamu tenang saja, Papa akan beri hukuman pada Rey agar dia bisa menghargai kamu yang tulus mencintai dia."
"Jangan sedih ya." Rani mengambil tisu dan mengusap lembut air mata Vivi. "Nanti air matanya kena luka kamu jadi perih."
Vivi hanya terdiam sambil menatap mama mertuanya yang sangat perhatian padanya. Dia sangat beruntung mendapat mertua yang baik dan berada di pihaknya.
"Ma, kalau aku juga menghukum Kak Rey, boleh?"
Pertanyaan Vivi yang polos itu membuat Rani kembali menyunggingkan senyumnya. "Tentu boleh. Rey sekarang suami kamu. Kamu boleh hukum Rey sepuas kamu."
Akhirnya senyuman mengembang di bibir Vivi. Entah apa yang dia rencanakan pada Reynan kali ini.
💞💞💞
Like dan komen ya... 😁
dari dimanfaatin aldi & sekarang masih aja betah jadi artis
udah resiko kalau ada adegan gitu , jadi jangan sok nangis