~Dibuat berdasarkan cerpen horor "Anna Van de Groot by Nath_e~
Anastasia ditugaskan untuk mengevaluasi kinerja hotel di kota Yogyakarta. siapa sangka hotel baru yang rencana bakal soft launching tiga bulan lagi memiliki sejarah kelam di masa lalu. Anastasia yang memiliki indra keenam harus menghadapi teror demi teror yang merujuk ada hantu noni Belanda bernama Anna Van de Groot.
mampukah Anastasia mengatasi dendam Anna dan membuat hotel kembali nyaman?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nath_e, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dukun atau aktor?
Suasana di lobby mulai tidak kondusif, Mbah Sarip tiba-tiba mulai bertingkah aneh. Lelaki tua itu menggeram seperti binatang buas, membuat semua orang di sekitar menatapnya dengan ketakutan dan kebingungan. Gerakannya begitu lincah tak sesuai usianya, dia melompat dari satu sudut ke sudut lain, mencium-cium udara seperti anjing pelacak yang mencari sesuatu.
"Astaga, ada apa lagi kali ini?" tanya salah satu petugas lobby yang mulai was-was.
"Sstt... Diam kau!" sergah Mbah Sarip dengan sorot mata tajam. "Ada yang nggak beres di sini. Bau anyirnya jelas, itu pertanda hantu sudah mendekat!"
Anastasia dan Maya saling pandang dengan ekspresi rumit. “May, kamu yakin dia paranormal?”
“Yakinlah, pasiennya banyak lho, An! Antri pula,” Maya menjawab sambil terus memperhatikan tingkah Mbah Sarip dengan serius.
“Astaga, apa nggak ada yang sedikit … elegan?”
Maya melirik tajam ke arah Anastasia, “Elegan? Come on Ana, yang elegan hanya CEO perusahaan bukan dukun?!”
Suasana makin mencekam ketika lampu di pojok lobby tiba-tiba berkelap-kelip. Anastasia dan Maya otomatis menghentikan obrolan.
Beberapa orang yang tadinya hanya menonton mulai saling berbisik, mencoba menebak apakah ini ulah Mbah Sarip atau memang sesuatu yang lebih menyeramkan sedang terjadi.
Mbah Sarip berhenti mendadak di tengah lobby, tubuhnya membungkuk seperti hendak menerkam sesuatu. Ia menunjuk ke arah kursi tua di sudut ruangan, wajahnya berubah pucat.
"Di sana … ada yang duduk … heem, tapi bukan manusia!" katanya dengan suara berat.
Semua mata mengikuti arah yang ditunjuknya. Tidak ada apa-apa di sana, hanya kursi tua yang kosong. Suasana dingin mendadak menyeruak, dan angin tipis terasa menyapu leher mereka.
Apakah Mbah Sarip benar? Ataukah ini hanya khayalan lelaki tua yang berpura-pura menjadi dukun?
Anastasia berdiri mematung, kedua matanya membelalak saat Mbah Sarip tiba-tiba berbalik dan melompat ke arahnya seperti seekor binatang buas. Suara geramannya menggema di seluruh lobby, membuat jantungnya berdegup kencang. Wajah lelaki tua itu dipenuhi ekspresi liar, seperti sedang kerasukan sesuatu yang tak kasat mata.
"Aaaaah!" Anastasia hanya sempat memekik kecil sebelum tubuh Mbah Sarip melayang semakin dekat.
Adam yang baru saja memasuki lobby dan mendengar keributan itu segera bertindak cepat. Dengan gerakan sigap, dia menarik Anastasia menjauh dan mendekapnya erat, tubuhnya menjadi pelindung di antara Anastasia dan Mbah Sarip. Nyaris saja tubuh tua itu menimpa mereka, tapi Mbah Sarip jatuh berguling di lantai dengan tawa histeris yang tak wajar.
"Kamu nggak apa-apa ?" bisik Adam, suaranya penuh kekhawatiran. Tangannya masih memeluk erat tubuh Anastasia yang gemetar.
Anastasia mengangguk dengan nafas tersengal, wajahnya pucat pasi. "Ya... thanks, Dam," jawabnya lirih, tatapan Anastasia masih terpaku pada Mbah Sarip yang kini merangkak pelan sambil menggumamkan sesuatu yang tidak jelas.
Suasana tak juga mereda. Lampu di lobby berkelap-kelip semakin cepat, bayangan aneh bergerak di dinding, dan udara di sekitar mereka semakin dingin. Adam menatap Anastasia dengan serius.
“Dia dukun beneran apa aktor?”
“Entah deh, kata Maya beneran dukun.” Jawab Anastasia mengangkat kedua bahunya.
Sementara itu, Mbah Sarip terus menggeram, seolah berbicara dengan sesuatu yang hanya dia bisa lihat.
"Kalian tidak akan lolos dari sini … dia sudah datang ..," katanya dengan nada mengancam, membuat bulu kuduk mereka meremang.
Adam melangkah maju dengan wajah memerah oleh emosi. "Tolong hentikan omong kosong ini! Jangan bikin kacau hotel!” bentaknya dengan suara lantang, menggema di lobby yang semakin terasa mencekam.
Anastasia, akhirnya terbawa emosi juga. Ia memang masih gemetar setelah nyaris didekap dukun berpakaian nyentrik itu. Anastasia menajamkan mata, memandang khawatir ke arah Mbah Sarip yang kini duduk di lantai dengan kepala menunduk.
“Aku rasa dia ..,”
Anastasia mulai ragu dengan kemampuan Mbah Sarip. Masalahnya, sebagai seseorang yang sensitif Anastasia sama sekali tidak melihat adanya energi negatif di tempat-tempat yang ditunjukkan Mbah Sarip.
Tak merespon, Mbah Sarip hanya tertawa kecil. Tawanya serak dan aneh, terdengar seperti dua suara sekaligus—satu manusia dan satu lagi yang jauh lebih gelap. Dia perlahan mendongak, dan sorot matanya bukan lagi milik lelaki tua biasa. Mata itu kini tajam, penuh dengan sesuatu yang tak terjelaskan, seolah ada makhluk lain yang berdiam di dalam tubuhnya.
Senyum tipis terlihat di wajah Anastasia, ia memilih untuk diam dan mengikuti apa yang akan dilakukan dukun itu.
Maya, yang sejak tadi hanya mengamati, akhirnya angkat bicara. Adam mulai bertindak dan Maya tidak ingin berurusan panjang dengan Mbah Sarip.
"Adam, kau buang-buang waktu. Mbah Sarip sudah kerasukan," katanya sambil melangkah mendekat. "Itu khodam dalam tubuhnya, nggak akan berhenti sampai tugasnya selesai."
"Tugas? Tugas apa?" Adam berbalik dengan nada sinis, matanya menyipit menatap Maya.
"Khodam itu hanya muncul kalau ada sesuatu yang harus diselesaikan," Maya menjelaskan dengan tenang meski suasana semakin mencekam. "Mungkin ada energi jahat di sini yang harus dia bersihkan. Semakin kamu menolak, semakin sulit untuknya kembali pada kesadarannya."
Adam mendecak kesal, tapi kata-kata Maya membuatnya terdiam sejenak. Dia melirik Anastasia, lalu kembali menatap Maya. "Jadi kita harus membiarkannya seperti ini? Dia hampir mencelakai Anastasia barusan!"
"Percayalah, dia tahu apa yang dia lakukan," Maya menjawab sambil melipat tangan di dada. "Ini bukan kali pertama Mbah Sarip seperti ini. Tapi ingat, jangan ganggu dia. Kalau kau terlalu banyak campur, kau bisa jadi target berikutnya."
Adam mengepalkan tangannya, berjuang menahan amarah. Sementara itu, Mbah Sarip mulai menggumamkan doa-doa dalam bahasa kuno, tubuhnya bergoyang-goyang seperti sedang menari di bawah kendali kekuatan lain. Lampu di lobby kembali berkedip, dan suhu ruangan terasa semakin menurun. Sesuatu yang besar sedang terjadi, dan mereka hanya bisa menunggu apa yang akan dihadapi Mbah Sarip dan khodamnya.
Suasana lobby hotel yang semula santai dan penuh gelak tawa berubah drastis dalam hitungan menit. Para tamu yang awalnya menganggap tingkah Mbah Sarip sekadar lelucon lelaki tua nyentrik, kini mulai merasakan ketegangan yang nyata. Beberapa tamu yang duduk santai di sofa segera berdiri, menatap dengan waspada ke arah Mbah Sarip yang kini terduduk di lantai sambil menggumamkan doa-doa tak dimengerti.
“Ini ... ini apa? Apa dia kerasukan?” seorang wanita berbisik panik kepada suaminya, yang segera merangkulnya erat.
Seorang anak kecil yang tadinya bermain di sudut ruangan mulai menangis keras, membuat ibunya segera menggendong dan menjauh dari tempat kejadian. Beberapa pria muda yang awalnya menonton dengan senyum lebar kini berbisik penuh ketakutan, mendekat ke arah meja resepsionis.
“Dia bilang ada ... ada sesuatu di sini,” gumam seorang pria tua dengan wajah pucat, matanya terus menatap ke arah Mbah Sarip.
Mbah Sarip, seolah tidak peduli dengan semua kepanikan itu, tiba-tiba bangkit dengan gerakan mendadak. Dia melompat ke meja resepsionis, mencium-cium udara, dan menatap lurus ke arah tangga yang menuju lantai atas.
"Pusatnya di lantai tiga! Semuanya dari sana!" teriaknya dengan suara serak yang terdengar seperti dua orang berbicara bersamaan.
Lalu, tanpa peringatan, dia berlari ke tangga dengan kecepatan yang tak masuk akal untuk usianya. Beberapa tamu menjerit kaget, sementara yang lain hanya bisa menatap tak percaya.
“Cepat! Ikuti dia!” ujar Adam dengan frustasi, lalu bergegas mengejar bersama Maya.
Di lantai tiga, pusat energi negatif yang disebut Mbah Sarip, tingkahnya semakin liar. Dia mulai menempelkan telinganya ke dinding-dinding kamar, lalu mengetuk-ngetuk lantai dengan tongkat kayu yang entah dari mana munculnya.
"Keluar kau! Aku tahu kau di sini!" teriaknya sambil melompat-lompat seperti kera.
Salah satu tamu kamar keluar dengan wajah bingung. “Apa-apaan ini? Saya mau tidur, bukan ikut festival horor!” ujarnya, tapi segera mundur ketakutan melihat sorot mata tajam Mbah Sarip.
Mbah Sarip mulai menyemburkan garam ke segala arah sambil menggumamkan mantra. "Pergi! Pergi kalian, jangan ganggu tempat ini lagi!" teriaknya sambil memukul tembok dengan sandal lusuhnya.
Dentuman keras terdengar dari salah satu kamar di ujung lorong, membuat semua orang terdiam membatu.
“Kalian dengar itu?” bisik seorang tamu yang berdiri di belakang Adam. Wajahnya tampak pucat, tangannya gemetar memegang ponsel.
Mbah Sarip hanya tertawa kecil. "Sudah mulai menyerah rupanya," katanya, lalu berjalan dengan penuh percaya diri menuju kamar itu. Namun sebelum mencapai pintu, dia tiba-tiba berhenti dan menoleh tajam ke arah lift.
"Lantai empat! Jangan biarkan dia naik ke sana!" serunya sebelum berbalik dan berlari lagi, meninggalkan Adam, Maya, dan para tamu yang semakin bingung dan panik.
“Berhenti disitu, sekarang juga! Atau saya tuntut anda atas tuduhan penipuan!” Anastasia berteriak lantang, menghentikan tingkah Mbah Sarip. Lelaki nyentrik itu pun berhenti, berdiri membelakangi Anastasia.
“An, kenapa ini? Siapa yang menipu?”
Bersambung …,