Di sebuah desa kecil bernama Pasir, Fatur, seorang pemuda kutu buku, harus menghadapi kehidupan yang sulit. Sering di bully, di tinggal oleh kedua orang tuanya yang bercerai, harus berpisah dengan adik-adiknya selama bertahun-tahun. Kehidupan di desa Pasir, tidak pernah sederhana. Ada rahasia kelam, yang tersembunyi dibalik ketenangan yang muncul dipermukaan. Fatur terjebak dalam lorong kehidupan yang penuh teka-teki, intrik, kematian, dan penderitaan bathin.
Hasan, ayah Fatur, adalah dalang dari masalah yang terjadi di desa Pasir. Selain beliau seorang pemarah, bikin onar, ternyata dia juga menyimpan rahasia besar yang tidak diketahui oleh keluarganya. Fatur sebagai anak, memendam kebencian terhadap sang ayah, karena berselingkuh dengan pacarnya sendiri bernama Eva. Hubungan Hasan dan Fatur tidak pernah baik-baik saja, saat Fatur memutuskan untuk tidak mau lagi menjadi anak Hasan Bahri. Baginya, Hasan adalah sosok ayah yang gagal.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miftahur Rahmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Untukmu Astuti
Flashback
Fatur bergerak cepat, memanjat dinding rumah burung walet yang sunyi dalam gelap malam. Topeng dan masker hitam menutupi wajahnya, menyembunyikan identitasnya. Dengan hati-hati, ia mencuri beberapa sarang walet. Selain menjadi sumber penghasilan yang selama ini menjadi pelariannya dari kemiskinan.
Dia juga sengaja melakukannya karena ingin membuat nama baik ayahnya tercemar karena kelakuannya. Biar supaya ayahnya malu. Sama seperti beliau dulu membuat dia dan uminya malu, dan jadi cemoohan orang dikampung. Dipagi harinya sarang burung wallet itu dijualnya dan buat judi.
Malam berikutnya, Fatur baru saja pulang dari main judi.
Namun, langkahnya terhenti saat mendengar suara langkah kaki mendekat.
Dari arah berlawanan, Vino muncul bersama teman-temannya, masing-masing membawa senjata tajam di tangan. Tatapan mereka penuh amarah dan dendam. Vino melangkah maju, suaranya bergetar karena kebencian yang telah lama terpendam.
"Kali ini, kau tidak akan lolos, Fatur. Sudah waktunya semua ini berakhir."
Fatur menatap mereka tanpa gentar, meskipun ia tahu dirinya seorang diri. "Jadi kalian pikir, mengeroyok dengan senjata membuat kalian lebih jantan? Dasar pengecut."
Tanpa aba-aba, serangan dimulai. Teman-teman Vino menyerang Fatur dengan ganas, namun Fatur, dengan tangan kosong, melawan balik. la menghajar mereka satu per satu dengan kekuatan dan keberanian. Bagi Fatur, hanya laki-laki tanpa nyali yang suka main keroyokan.
Di tengah pertarungan brutal itu, Astuti tiba-tiba muncul, berlari ke arah mereka dengan panik.
"Hentikan! Sudah cukup!" teriaknya sambil berdiri di antara Fatur dan Vino.
Namun, tragedi tak bisa dihindari. Salah satu teman Vino, dalam kepanikan, mengayunkan kapak yang seharusnya diarahkan pada Fatur. Namun, kapak itu justru menghantam pundak Astuti. Tubuhnya jatuh dengan suara yang menggetarkan hati. Waktu terasa berhenti.
"ASTUTI!" Fatur berteriak, matanya membelalak melihat darah yang mengalir dari tubuh gadis itu. la berlutut di sampingnya, memegang tubuh Astuti yang semakin lemah.
"Aku... mencintaimu..." bisik Astuti dengan suara yang hampir tak terdengar. Senyumnya samar, sebelum matanya tertutup untuk selamanya.
Kemarahan menguasai Fatur. Dengan darah mendidih, ia bangkit dan menyerang Vino serta teman-temannya dengan brutal, tanpa belas kasihan. Mereka berlari ketakutan, meninggalkan Fatur yang kini seperti monster yang kehilangan akal.
Fatur berlutut kembali di samping tubuh Astuti, memeluknya erat sambil menangis. la menggenggam tangan gadis itu yang sudah dingin, berbisik dengan suara gemetar.
"Maafkan aku... Maafkan aku nggak bisa melindungimu..."
Dengan tatapan penuh dendam, ia memandang ke arah Vino yang berlari menjauh. "VINOOOO!" teriaknya, suaranya menggema di udara malam. "Nyawa dibalas dengan nyawa! Aku akan pastikan ada pemakaman lain setelah ini!"
Fatur memeluk tubuh Astuti yang kini tak bernyawa, merasakan seluruh dunia runtuh di sekelilingnya. Dalam hatinya, ia bersumpah akan menuntut balas, meskipun harus menghancurkan semuanya.
Flashback off
Fatur duduk di depan laptopnya, menatap layar kosong yang menunggu diisi kata-kata. Pikirannya terus dipenuhi kenangan tentang Astuti, sahabat yang telah pergi. Ia mengambil napas dalam, lalu mulai mengetik dengan judul "Untuk Astuti, sahabat terbaikku."
Saat malam seperti biasanya Fatur menulis ditemani secangkir kopi. Setelah menyeruput kopi dan menghela napas panjang. Fatur mengetik sebuah tulisan yang akan dia persembahkan untuk sahabatnya.
"Ini untukmu As... Supaya persahabatan kita abadi di tulisanku ini. Walaupun nanti kita telah tiada, semua orang akan mengenang persahabatan kita."
Astuti dan Fatur tengah menikmati kopi disebuah warung.
"Fatur, tahu nggak? Kalau kita nggak punya uang, bukan berarti kita nggak punya harga diri. Jangan pernah lupa itu."
Fatur mengangkat alis, tersenyum sinis.
"Harga diri? Kita nggak bisa beli nasi pakai itu, As"
Astuti tertawa kecil, menepuk pundaknya Astuti.
"Ya makanya kerja keras, Bapak calon penulis terkenal yang malas!" ledek Astuti memukul bahu Fatur. Fatur menghembuskan napas pelan. Fatur memainkan sendoknya di dalam gelas.
"Hidup ini keras, As. Kadang aku pikir, kenapa kita nggak menyerah aja?"
Wajah Astuti berubah serius, menatap Fatur tajam.
"Karena menyerah itu artinya kita kalah. Aku nggak mau kalah sama dunia ini. Dan kamu juga nggak boleh."
Didunia nyata, Fatur menghela napas berat.
"Astuti adalah satu-satunya orang yang bisa membuatku bangkit, bahkan saat aku merasa tidak ada lagi alasan untuk terus hidup. Dia tidak hanya sahabat, dia adalah kompas dalam hidupku yang penuh kekacauan."
Flashback
kisah persahabatan mereka terus diceritakan dalam bentuk dialog di dalam karya Fatur yang ujung-ujungnya akan dia kirim ke penerbit.
Astuti berdiri di tengah sawah, memandang langit sore yang mulai gelap.
"Fatur, lihat deh! Langitnya cantik banget. Kamu harus belajar menghargai hal-hal kecil kayak gini." ujar Astuti tersenyum.
Fatur menggeleng, menyentuh tanah becek dengan sepatu usangnya.
"Langit nggak kasih kita makan, As." jawab Fatur asal. Kesalahan berpikir.
Astuti tertawa keras, menoleh padanya.
"Dasar nggak peka! Langit itu kasih harapan. Kalau kamu terus lihat ke bawah, kapan kamu bisa maju?"
Fatur menunduk, lalu tersenyum kecil
"Mungkin kalau ada orang kayak kamu, aku bisa."
Kembali ke kamar Fatur, dia berhenti sejenak dari mengetik, matanya berkaca-kaca.
Fatur berbicara sendiri, suaranya bergetar.
"As... Aku harap kamu tahu betapa berharganya kamu buat aku."
Dia kembali mengetik, melanjutkan cerita ke malam tragis itu.
"Malam itu segalanya berubah. Kami bertengkar kecil sebelumnya, hanya karena hal sepele. Aku nggak pernah tahu itu adalah percakapan terakhir kami yang damai."
Astuti berteriak di tengah pertarungan antara Fatur dan Vino.
"Berhenti! Jangan begini, Fatur!"
Fatur marah, memukul salah satu teman Vino "Pergi, Astuti! Ini bukan urusanmu!"
Astuti menangis, berdiri di depan Fatur untuk melindunginya.
"Kalau kamu nggak mau berhenti, aku yang akan berhentiin semuanya!"
"Dan malam itu, aku kehilangan satu-satunya orang yang selalu berdiri di sisiku." ketik Fatur. Air matanya berderai.
Astuti tersenyum lemah di pangkuan Fatur, suaranya hampir tak terdengar.
"Fatur... Aku mencintaimu. Jangan berhenti hidup, ya?"
Fatur di dunia nyata, membaca ulang karyanya.
"As... Aku janji, aku akan terus hidup. Tapi aku nggak akan pernah lupa sama kamu."
Kisah Fatur dan Astuti berakhir dengan Fatur menatap layar laptopnya yang kini dipenuhi kata-kata. Fatur tersenyum kecil di tengah air mata yang mengalir di pipinya. Lalu Fatur mengupload naskah itu disebuah aplikasi menulis. Yang membaca cukup banyak dan banyak juga yang mengomentari naskahnya.
Menulis adalah caranya menyembuhkan diri, tetapi kali ini ada tujuan lain. Ia ingin menggunakan cerita ini untuk mengingatkan dirinya bahwa ada hal yang belum selesai. Masih ada teka-teki yang harus ia pecahkan, terutama tentang Vino dan teman-temannya.
Fatur memutuskan untuk mencari teman-teman Vino.
Langkah pertamanya adalah mendatangi kedai kopi tempat Vino dan gengnya biasa nongkrong. Setelah bertanya-tanya, ia menemukan salah satu teman Vino, seorang pria bertubuh kecil bernama Reno, yang kini bekerja sebagai pelayan di sebuah restoran kecil.
“Reno,” panggil Fatur, duduk di salah satu meja restoran. Reno terlihat terkejut, tetapi tidak sepenuhnya terkejut.
“Kau... Fatur?” tanyanya, suara sedikit gemetar.
Fatur mengangguk, mencoba menahan amarahnya
"Aku butuh bicara.”
Malam itu, Reno menceritakan kisahnya. Menceritakan latar belakang Vino dan bagaimana kehidupan Vino dirumahnya.
"Tapi soal malam itu...” Reno terdiam, menunduk dengan ekspresi penuh rasa bersalah
"Aku... aku tak tahu kalau itu akan berakhir seburuk itu. Kami hanya ingin memberimu pelajaran."
Fatur mengepalkan tangan, tetapi ia tahu menahan emosinya adalah hal yang benar.
"Apa lagi yang kau tahu tentang Vino? Siapa yang paling dekat dengannya?”
Reno ragu sejenak sebelum akhirnya menjawab.
"Ada Saka. Dia yang selalu ada di sisi Vino. Kalau kau ingin tahu lebih banyak, temui dia. Tapi hati-hati, Saka tidak seperti aku. Dia... bisa sangat berbahaya.”
Fatur mengangguk, mencatat nama itu di kepalanya. Setelah selesai berbicara dengan Reno, ia tahu jalannya semakin panjang, tetapi juga semakin jelas. Ia akan mencari Saka dan mendapatkan kebenaran. Tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk Astuti, yang telah memberikan segalanya untuk melindunginya.