"Cahaya akan menuntun kita pulang"
Setelah berhasil berbagai masalah dengan para vampir, Benjamin justru dihadapkan kembali dengan masalah lainnya yang jauh lebih serius. Dia dan teman-temannya terus menerus tertimpa masalah tanpa henti. Apakah Benjamin dan yang lain bisa mengatasi semua ini?
Mari kita simak kembali, bagaimana kelanjutan kisah Benjamin dan yang lainnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LIMS OFFICIAL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Fake
"Hi, Morgans. Kami adalah saudara orang yang membunuhmu, maaf atas apa yang dilakukannya padamu. Suatu saat kami akan membawa Mia putrimu untuk mengunjungi makam ini" gumam Veronica ketika mereka tiba di sebuah makam.
"Jangan terburu-buru memberitahu gadis itu. Kondisinya akan memburuk" saran Moses memperhatikan mereka.
Setelah keduanya selesai berziarah, Sharon dan Veronica memutuskan untuk kembali ke Sitka. "Sudah berapa lama kau tinggal di pulau Baranof ini?" tanya Sharon seraya memasukkan beberapa pemberian Moses ke dalam mobil.
"Aku sudah lupa, umurku sudah hampir 400 tahun" jawab Moses terkekeh. "Terimakasih sudah memberi kami informasi, Moses" ujar Sharon menjabat tangan pria itu.
"Ingat, nak. Jangan langsung membuat kesimpulan, cari lebih banyak informasi" pesan Moses seraya menepuk-nepuk pundak Sharon.
"Jangan lupa berkunjung ke Sitka, Moses" pesan Veronica sebelum mereka memasuki mobil. "Hubungi saja. Aku bisa ke sana kapanpun" jawab Moses tertawa kecil.
Sharon dan Veronica akhirnya memasuki mobil. Mereka melambai, dan Moses membalasnya. Setelahnya, mobil yang ditumpangi Gerald bersaudara itu mulai melaju.
"Apa tujuan Gerald ke sini?" tanya seorang gadis menghampiri Moses. "Mengenai si penyihir itu" jawab Moses memegang kedua pinggangnya.
"Esperanda?'' tanya gadis itu. "Namanya sudah berganti, Christina" jawab Moses terkekeh.
Namanya Christina Lewis, dan mengejutkannya, dia adalah kelompok Canis di pulau Baranof tempat mereka tinggal. Dia seusia Morenthes, dan perawakannya anggun namun kuat.
"Aku lupa. Apa yang akan mereka lakukan terkait informasi gadis itu?" tanya Christina penasaran. "Entahlah, ada keperluan mendesak mungkin" jawab Moses memasuki rumah.
"Mendesak, yah?" gumam Christina.
......................
"Ya? Siapa di sana?" tanya Benjamin ketika seseorang mengetuk pintu rumah. "Ini aku, Ben" Benjamin mengenali suara itu.
Morenthes dan Mia malam itu datang ke sana. "Di mana ayahmu?" tanya Morenthes seraya duduk di sofa.
"Dia keluar kota. Tadinya Joseph menawariku menginap, tapi aku menolak" jawab Benjamin terkekeh. "Berapa hari Bernandez di luar kota?" tanya Mia penasaran.
"Seminggu" jawab Benjamin seraya menyajikan mereka teh hangat. "Tumben sekali kalian ke sini, ada apa? Bagaimana keadaan Abigail?" tanya Benjamin terheran.
"Abigail berada di rumah Vincent. Isabelle dan Jemma baru saja kembali, jadi paman menugaskan mereka mengobatinya" jawab Mia mulai menikmati teh itu.
Sejenak ada keheningan.
"Ben, ada yang ingin kukatakan padamu. Tapi jangan katakan hal yang sama dengan apa yang kau katakan pada Esmeralda sebelumnya" ujar Morenthes memecah keheningan.
"Mengenai?" tanya Benjamin penasaran. "Marella" jawab Morenthes segera. Benjamin terkejut mendengarnya. "Ada apa dengannya?" tanya Benjamin terheran.
"Kami baru saja dari rumah keluarga Gerald. Marella tidak sadarkan diri, setelah Esmeralda menyerangnya" Benjamin tentu terkejut mendengarnya. Namun ia juga terheran.
"Kenapa mereka tidak memberitahuku?" gumam Benjamin memperhatikan teleponnya. "Ada hal lain yang menjadi alasan mereka tidak memberitahumu, Ben" jawab Morenthes segera.
Benjamin berhenti mengetik nama kontak di teleponnya. "Kenapa?" tanya Benjamin terheran. Morenthes dan Mia saling beradu tatap.
"Ada seorang pria yang datang ke rumah keluarga mereka. Pria itu mengaku, bahwa kakek Marella di masa lalu menjanjikannya ayah pria itu untuk menikahkan Marella dengannya"
Benjamin yang mendengar itu melotot terkejut. "Apa maksudmu?" gumam Benjamin dengan kening berkerut. "Siapa namanya? Dia di mana sekarang? Aku harus menjumpainya" Benjamin segera bangkit berdiri.
Mia menarik tangannya. "Tahan, Ben. Kami ceritakan semuanya baru kau bisa meluapkan emosimu" perintah Mia segera.
Benjamin kembali duduk adan terlihat setres. "Pria itu mengaku namanya Jael Friedric, usianya mungkin 20 tahun. Saat kami datang, Marella tampak tidak sadar dan Esmeralda sedang dikendalikan pria itu. Ia mengaku dia adalah pria yang akan dinikahkan kakek Marella"
Benjamin menghela nafas. Kepalanya mendadak panas. "Aku terkejut mengetahui kakeknya masih hidup. Aneh sekali jika Marella justru ditelantarkan" gumam Mia terheran.
"Apa kau tidak bisa melihat masa lalu pria itu?" tanya Benjamin terheran. "Ini yang aneh, Ben. Saat aku menatap pria itu, aku tidak bisa melihat apapun. Seakan ada sesuatu yang menghalangi" jawab Mia juga bingung.
Benjamin mengacak kepalanya. "Sharon dan Veronica juga sejak tadi siang tidak bisa kuhubungi" gumam Benjamin tampak lelah.
"Mereka juga tidak ada di rumah tadi. Kami justru mencari mereka, ada yang ingin kami tanyakan pada mereka" ujar Morenthes segera.
"Mengenai apa?" tanya Benjamin fokusnya teralih. "Aku masih tidak percaya ayahku meninggalkanku begitu saja" jawab Mia tertawa kecil. "Lalu kenapa kalian justru bertanya pada Sharon dan Veronica? Memangnya apa yang mereka tahu?" tanya Benjamin terheran.
"Sharon serba tahu" jawab Morenthes terkekeh. "Aku harus segera ke rumah Gerald" gumam Benjamin bangkit berdiri lalu mengambil jaketnya. "Hey, tenanglah" gumam Morenthes mendorong kursi roda Mia.
Di sisi lain. "Aneh, kalau memang kakeknya masih hidup mengapa ia membiarkan Marella begitu saja?" tanya Garon terus menerus memastikan pernyataan pria yang tiba-tiba datang itu.
Tentu saja itu Jael Friedric. "Kakeknya juga sudah lama mencarinya" jawab pria itu tertawa kecil. Patrick memperhatikan mereka dengan serius. "Benjamin akan sangat kecewa mengetahui kekasihnya memiliki tunangan" ujar Patrick menghampiri saudaranya.
"Ini aneh, dia tiba-tiba muncul setelah sekian lama" gumam Patrick merasa ada yang aneh dari tingkah laku pria itu.
"Sharon dan Veronica juga belum kembali. Esmeralda masih belum sadar" gumam Patricia memperhatikan pria itu dengan seksama.
Patrick memperhatikan pria itu dengan detail. Keningnya berkerut ketika mengetahui sesuatu yang aneh. "Marella sudah sadar" ujar Jessi segera. Mereka segera menghampiri gadis itu.
"Hey, apa ada yang sakit? Apa kau baik-baik saja?" tanya Patrick segera. "Aku tidak ingat apapun" jawab Marella juga terheran.
Mereka saling memberi tatapan satu sama lain. Jael menghampiri gadis itu. "Aku yang menyembuhkan serangan itu, namaku Jael Friedric. Aku adalah orang yang akan menikahimu, seperti yang dijanjikan kakekmu" ujar Jael berlutut seraya menggenggam kedua tangan Marella. Gadis itu segera menolak.
"Tidak, aku punya Benjamin sebagai kekasihku. Kakekku tidak pernah memberitahuku bahwa aku akan menikahimu" jawab Marella merasa asing.
Jael tertawa kecil. "Jarak usia kita 5 tahun. Jadi kau tidak ingat apapun" ujar Jael meyakinkan.
"Tidak, kakek tidak pernah mengatakannya. Bahkan sebelum-"
"Dia masih hidup? Kenny masih hidup"
Marella yang mendengarnya terkejut. "Apa maksudmu? Aku sendiri melihatnya tewas dibunuh, kau berbohong" Marella tidak mempercayai pria itu.
Jael menghela nafas. "Tapi kakekmu menjanjikan aku menikahimu, Marella Boulvard"
Marella menggeleng dan segera bangkit dari posisi duduknya. "Seseorang datang" gumam Patricia menyadari sesuatu.
"Ben!" Marella segera menghampiri Benjamin yang sudah tiba bersama Morenthes dan Mia.
Gadis itu bersembunyi di balik Benjamin. Morenthes dan Mia juga menutupi Marella.
"Siapa kau? Jangan mengaku-ngaku sebagai orang yang akan menikahi Marella" Benjamin segera menghalau Jael yang mencoba meraih Marella. "Hey, tenanglah. Justru aku yang harus bertanya padamu. Apa kau, Benjamin Paul? Kekasih tunanganku?" tanya Jael santai.
"Tunangan? Jangan bermimpi" jawab Benjamin segera. Jael tertawa meledek. "Kau bahkan tidak tahu apapun tentangnya. Kau hanya penasaran, dan mengencaninya" ujar pria itu.
Garon yang mendengarnya mengerutkan kening. "Ada apa?" tanya Jessi pelan. "Sifatnya berubah" gumam Garon menyadari sesuatu.
Jael mendekat dan segera menarik Marella. "Lepaskan!" Marella memberontak. "Apa yang kau lakukan? Lepaskan-" ucapan Benjamin terputus ketika Jael menghunuskan senjata tajamnya.
Mereka tentu waspada. "Sudah aku bilang, aku tunangannya. Dan aku akan segera menikahinya" ujar Jael tersenyum sinis.
"Sayang, aku sudah lama mencarimu. Ke mana saja kau? Ratusan tahun aku lalui hanya untuk menunggumu lahir" perkataan itu berhasil membuat Marella melotot. Gadis itu kembali memberontak. "Aww" gumam Marella ketika ia merasa genggaman pria itu semakin kuat.
"Jika kau memberontak lagi. Tidak hanya kau saja yang mati, tapi juga kekasihmu itu" ketus Jael tersenyum kejam. Marella panik.
"Aku sudah bertemu dengan tunanganku. Terimakasih sudah menjaganya, waktunya kami harus pergi dan melangsungkan pernikahan"
Benjamin yang mendengarnya tentu segera maju. Namun, "Ben!" Morenthes segera menghampiri Benjamin yang tercampak jauh.
"Maaf bocah, kau salah lawan" ledek Jael segera menghilangkan kesadaran Marella, lalu menggendong gadis itu.
Pria itu bergerak cepat. "Kejar!" Patrick dan Patricia segera mengejar pria itu. Namun nihil, Jael membawa Marella dengan sangat cepat.
"Ben! Kau baik-baik saja?" tanya Morenthes membantu Benjamin berdiri. "SIAL" teriak Benjamin memecahkan vas bunga di ruangan itu.
"Tenanglah, nak" saran Garon segera memegang kedua pundak Benjamin.
"Dia-"
"Ya, kami tahu. Tenanglah, aku sedang memikirkan solusi. Dia vampir, dan dia pasti hanya mengaku-ngaku"
Benjamin berusaha mengatur nafasnya. "Ada apa Mia?" tanya Patricia baru saja kembali. Mia sedari tadi diam. "Aku tahu masa lalunya"
......................
"Dia vampir yang membunuh.. keluarga Marella?" gumam Patrick terkejut. "Dia memang mengenal kakek Marella, Kenny Boulvard. Dan Kenny itu punya tabiat buruk" Mia memejamkan matanya.
"Dia punya hutang pada sebuah keluarga kaya akibat berjudi. Keluarga Friedric. Sebagai gantinya, dia memperbolehkan Marella menikahi salah satu putra mereka"
"Keluarga Friedric memiliki anak laki-laki yang cacat, namanya Jael Friedric"
Mereka yang mendengarnya terkejut. "Tapi tadi, dia orang yang sempurna?" gumam Morenthes terheran. "Aku belum selesai" ujar Mia tersenyum.
"Karena cacat, kepala keluarga itu mengadopsi seorang anak laki-laki dari panti asuhan. Namanya Michael. Namun mereka tidak tahu, Michael kecil diracun dan menjadi vampir. Ketika ia masuk ke dalam keluarga itu, ia membunuh Jael. Keluarga itu mengira Jael yang asli mati karena sakit, dan ketika Michael dewasa dia mengganti namanya. Menjadi Jael"
Mereka yang mendengarnya tentu terkejut. "Itulah yang bisa kulihat. Pertamanya, tidak ada yang bisa kulihat dari masa lalunya" gumam Mia menatap lurus.
Sharon dan Veronica akhirnya tiba. "Apa yang terjadi? Kenapa ruang tamu berantakan?" tanya Sharon terheran. "Ceritanya panjang" jawab Garon terkekeh.
"Kalian lama sekali" ujar Benjamin tampak kesal. "Hey, ada keperluan yang kami cari di luar" jawab Sharon terkekeh. "Di mana Marella?" tanya Sharon tidak melihat keberadaan saudaranya.
"Dia dibawa pergi seseorang yang mengaku akan menikahinya" jawab Patrick segera. Benjamin yang mendengarnya tampak panas.
"Kenapa aku tidak mengetahui itu akan terjadi?" gumam Veronica terkejut. Sejenak semua tampak tegang dan khawatir.
Lalu, "Apa di sana Esmeralda?" tanya Benjamin ketika ada suara ribut dari kamar di sudut. Jessi segera mendekati pintu.
Ia membuka pintu. "Esme!" Esmeralda tampak memukul kepalanya dan ia tampak menangis ketakutan. "Apa yang terjadi?" gumam Patrick di depan pintu. Jessi tampak mulai mencoba menghentikan aksi itu.
Jessi tercampak ketika Esmeralda mendorongnya. Patrick mengambil tindakan dengan menahannya. "Tenanglah" Patrick berusaha menahan tindakan itu.
Benjamin yang melihat pemandangan itu terkejut. Tatapan Esmeralda terus menerus berputar ke setiap arah. Nafasnya tidak teratur, dan ia masih berteriak ketakutan.
Mia tampak mendekati Esmeralda. "Esme!" ia mulai memanggil gadis itu. "Esmeralda" gadis itu masih memanggilnya.
"Prislly" Esmeralda tampak tenang. "Hey, tenanglah" Esmeralda mulai bernafas dengan teratur. "Bagaimana dia tahu nama panggilan Marella padanya?" gumam Benjamin.
"Hanya dia saja yang tahu masa lalunya. Termasuk nama panggilan itu" ujar Morenthes di sebelahnya. Benjamin menatap Mia terkejut.
"Kau sudah tenang?" tanya Mia lagi. Esmeralda mengangguk-angguk kecil. "Aku... sudah tidak melihat pria itu lagi" jawab Esmeralda pelan.
Patrick melepas Esmeralda. "Kenapa.. kalian semua berkumpul?" tanya Esmeralda terheran. "Marella dibawa pergi. Jadi kami di sini memikirkan rencana" jawab Patricia segera.
"Marella.. aku, aku sudah menyakitinya" gumam Esmeralda menunduk. "Tidak ada waktu memikirkan hal lain. Sekarang dia sedang dibawa pergi orang asing, kita harus memikirkan cara untuk membawanya kembali"
Esmeralda menatap Mia lagi. Ada wajah yang dikenalinya di sana. "Bian.." gumam Esmeralda. "Bian?" tanya Benjamin terheran.
"Bukan apa-apa" jawab Esmeralda berbalik. "Baiklah, sepertinya situasi sudah cukup aman" ujar Garon tersenyum tenang.
"Sekarang, dengarkan aku"
Di sisi lain.
"Aku tidak akan sudi menikah denganmu, karena dasar dari pernikahan adalah saling mencintai. Dan aku tidak mencintaimu!" Marella masih terus membantah Jael yang memaksanya.
Jael menamparnya. Marella bahkan sampai terjatuh. "Bertahun-tahun kau meninggalkanku, kau jadi tidak bisa mengendalikan perilaku burukmu" ujar Jael menarik rambut gadis itu.
"Bocah itu tidak sebanding denganku. Aku sudah menyediakan segalanya untukmu" lanjut Jael seraya menunjukkan gigi taringnya.
"Aku tetap tidak sudi" jawab Marella dengan sisa tenanganya. Jael mencampakkan gadis itu. Jael segera mengikatnya. "Aku sudah meminta kapal spesial untuk berlabuh besok dan kita akan pindah ke Canada. Tenang saja, aku sudah meminta bawahanku untuk melangsungkan pernikahan kita" ujar Jael tersenyum lalu bangkit berdiri.
Perlahan kesadaran gadis itu akhirnya menghilang. "Tapi sebelum itu, aku akan membunuh bocah itu agar kau bisa melupakannya" gumam Jael tersenyum sinis.
Malam itu Jael duduk di ruang tamu, seraya memperhatikan Marella yang pingsan. Ia memindahkan gadis itu ke atas sofa di hadapannya. "Cantik sekali" gumam Jael memperhatikan Marella.
......................
"Selamat pagi, sayang. Apa mimpimu indah?" Jael segera bertanya ketika Marella tersadar. Mereka sudah di dalam mobil. "Kau mau membawaku ke mana?!" tanya Marella segera sadar. "Hey, jangan panik. Kita akan pergi ke tempat lebih baik dari kota ini" ujar Jael tersenyum seraya menggenggam gadis itu.
Marella menepisnya. Dan ia segera membuka pintu mobil. "Sialan" gumam Jael kesal ketika Marella berhasil keluar. Gadis itu segera berlari secepat mungkin memasuki hutan.
Jael segera mengejarnya. Malangnya, Marella tersandung sebuah kayu lalu jatuh. "Perih" gumam Marella berusaha bangkit menahan luka sobek di kakinya akibat ranting kayu yang tajam.
"AGHH" teriak gadis itu menahan sakit di kepalanya ketika seseorang menarik rambutnya. "Kau hanya perlu menurut, apa yang sulit dari itu?" tanya Jael tersenyum kesal.
Lalu, "Kurang ajar" gumam Jael segera bangkit ketika seseorang berhasil mencampakkannya.
"Kau baik-baik saja?" tanya seseorang menghampiri Marella. Benjamin tiba tepat waktu. "Ben!" gumam Marella memeluk remaja itu. Benjamin yang belum siap tentu terkejut. "Tenanglah, aku di sini" gumamnya pelan.
Mereka melepas pelukan itu. "Kakimu" gumam Benjamin terkejut. Ia melepas kaos yang dikenakannya lalu merobeknya. Benjamin membalut luka itu untuk menahan darah keluar.
Ketika Benjamin menggendong Marella. "Ben, awas!" ujar Marella panik.
"Peniru?!"
"Kau berani menyakitinya, maka kau harus mati di tanganku"
Esmeralda tampak sangat beringas. Mereka adu kekuatan. "Kembalilah.. ke neraka!" Esmeralda akhirnya berhasil memutus leher pria itu. Namun, semuanya belum berakhir.
"Apa ini?" gumam Esmeralda terheran. Ia menarik sebuah jarum menarik di tangannya. "Hahaha, belum selesai" suara Jael masih menggelegar.
Esmeralda mulai merasakan ada sesuatu yang menggerogoti kepalanya. "Kau sudah lama tidak menikmati darah segar bukan? Peniru"
lanjut deh thor... semangat 🙏👍💐
selamat berjuang /Good/
saling peduli, saling melindungi, saling berbagi.
setia kawan 👍❤️
sampe bingung mana kawan mana lwwan 🤭
semangat terus ya thor...❤
lanjut thor 🙏❤️