"ABANG HATI-HATI!!!" teriak seorang anak kecil menarik tangan Arrazi yang berdiri diatas pagar jembatan. Hingga keduanya terjatuh di alas jembatan yang berbahan beton.
"Aduh!" rintih gadis kecil yang badannya tertindih oleh Arrazi yang ukuran badannya lebih besar dan berat dari badan kecilnya. Laki-laki itu langsung bangun dan membantu si gadis kecil untuk bangun.
Setelah keduanya berdiri, si gadis kecil malah mengomel.
"Jangan berdiri di sana Bang, bahaya! Abang emang mau jatuh ke sungai, terus di makan buaya? Kalo Abang mati gimana? Kasian Mami Papinya Abang, nanti mereka sedih." omel gadis kecil itu dengan khawatir.
Menghiraukan omelan gadis kecil di depannya, Arrazi menjatuhkan pantatnya di atas jembatan, lalu menangis dengan menekukan kedua kaki dan tangannya menutupi wajah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Icut Manis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 9 : GOSIP
"Roman-romannya ada yang baru jadian nih!" celetuk Halwa melirik Daniah saat Daniah yang baru saja datang lalu duduk di kursi sebelah kananya. Daniah tidak menggubris. Karena itu tidak merasa celetukan Halwa ditujukan untuk dirinya.
"Nia, lo beneran jadian sama Pak Dhafir?" tanya Ghaniyyah sambil menggeser kursinya untuk lebih dekat jaraknya dengan Daniah.
"Hah?"
"Hah hoh hah hoh. Nggak usah pura-pura bego lo Nia. Kita semua udah tau kok. Gue liat sama mata kepala sendiri malah, waktu lo makan siang sama Pak Dhafir. Terus pulangnya doi nembak lo pake coklat. Iya kan?" ujar Halwa mengkonfirmasi.
Daniah kaget mendengar penjelasan dari Halwa. Berarti Halwa menguntitnya selama istirahat makam siang tadi? Tapi sayangnya semua dugaan Halwa itu salah!
"Nia, serius lo di tembak sama Pak Dhafir cuma pake coklat sama makan siang? Nggak ada yang lain?" tanya Ghaniyyah.
"Lo terima nggak Nia? Jujurly gue nggak respek banget sama cara Pak Dhafir nembak lo dengan cara receh begitu. Padahal dia bisa tuh nembak lo di tempat yang romantis, bawain bunga sampe beli tokonya sekalian, gue rasa dia mampu malah." gerutu Halwa.
Benar saja, Halwa hanya menduga dengan yang dia lihat tanpa tahu kebenarannya.
"Putusin langsung Nia. Lo janga mau di begoin sama orang kayak Pak Dhafir." bujuk Ghaniyyah.
"Kalan berdua bisa diem nggak!" ucap Daniah dengan ketus sambil menatap kesal kerah Halwa dan Ghaniyyah bergantian.
Halwa dan Ghaniyyah langsung kicep. Dan mengangguk.
"Dengar ya. Gue nggak jadian sama Bang Dhafir........."
"Bang? Lo manggil dia Bang, Nia? tanya Halwa kaget. Daniah menatap tajam kearah Halwa yang menginterupsi klarifikasinya.
"Kasih gue waktu buat jelasin!" ujar Daniah dengan serius.
"Sorry-sorry." kekeh Halwa.
"Halwa, apa yang lo liat itu nggak seperti apa yang lo pikirin. Bang Dhafir traktir gue makan, soalnya gue udah berhasil bujuk Adeknya buat ambil darah. Terus coklat yang dia kasih itu buat Dokter Arrazi." jelas Daniah mengklarifikasi.
Meskipun ie menyembunyikan fakta kalau memang Dhafir juga memberikan coklat untuknya. Tapi coklat itu sudah ia berikan kepada pasein kecilnya di bangsal anggrek.
"Jinja?"
"Ne."
"Gue salah paham dong!"
"Iya."
Halwa menepuk keningnya sendiri.
"Berita jadian lo sama Pak Dhafir udah kesebar seantero RS ini." ucap Halwa dengan menggebu.
"Sekarang lo lagi bahan gunjingan mereka." lanjut Ghaniyyah.
"Lah? Serame itu beritanya? Dih siapa gue jadi bahan gunjingan mereka." heran Daniah.
TUK
Halwa menyentil dahi Daniah.
"Nggak usah geer! Lo emang bukan siapa-siapa Nia! Tapi cowok yang ngajak lo maksi sama ngasih coklat itu bukan orang biasa."
"Bukan orang biasa gimana?" tanya Daniah belum Connect.
"Nia, Pak Dhafir itu cucu dari pemilik RS ini, ege! Namanya aja Dhafir Alzam Dzaki. Masa lo nggak tau?" ujar Halwa dengan kesal atas ketidak connect-nya Daniah.
"Emang iya?"
"Elaaah Nia. Kenapa lo jadi lola gini sih!" cibir Ghaniyyah.
Daniah nyengir. Ia benar-benar tidak tahu kalau Dhafir cucu dari pemilik RS ini. Pantas saja Dhafir bilang dia akan menjadi backingan Daniah menghadapi orang-orang yang membuat masalah dengan Daniah di RS. Ternyata dia ahli waris di RS ini.
"Ck. Pantesan muka-muka mereka kek ngajak perang sama gue." ujar Daniah teringat wajah dan sikap yang kurang baik dari beberapa perawat senior yang ada di bangsal dan yang berpapasan dengannya di koridor RS tadi.
"Ya jelaslah lo bakal dapat sikap dan muka-muka nggak enak dari senior disini, yang jelas-jelas udah pada naksir pada Pak Dhafir. Gue aja pertama kali liat dia langsung kepincut gara-gara aura-aura Oppa-oppa Koreanya Pak Dhafir mirip banget doi sama Lee Min Ho." ujar Ghaniyyah, si paling suka per-Korea-an.
"Ah, elo mah Ghaniyyah. Dokter Arrazi yang galak aja, lo samain ama di Lin, lin apatuh namanya ribet!" Cibir Halwa. susah mengucapkan nama aktor Cina yang disamakan wajahnya dengan Dokter Arrazi oleh Ghaniyyah.
"Lin Yi, Halwa. Eh tapi sumpah loh, Dokter Arrazi emang mirip banget sama doi."
"Halu lo!"
"Tapi beneran lo nggak pacaran kan sama Pak Dhafir?" tanya Halwa mengabaikn kehaluan Ghaniyyah. Ia memastikan kembali. Daniah menggeleng.
"Nggak Halwa Abidah! Lagian kalo gue pacaran juga, pulang dari sini bakal di usir gue sama bokap." ujar Daniah frustasi.
Apa yang dikatakan kemungkinan benar-benar terjadi kalau memang Daniah pacaran. Karena Papinya sudah memberi peringatan kepada Daniah untuk tidak boleh pacaran. Berdasarkan pengalaman waktu SMA, Daniah ketahuan pacaran dengan teman sekelasnya.
Papinya sangat marah kepada Daniah, bahkan sampai mengusirnya dari rumah, namun di cegah oleh Maminya. Padahal saat itu baju-baju di lemari Daniah sudah di keluarkan semua oleh Papinya.
Karena takut kepada Papinya alhasil Daniah memutuskan hubungannya dengan pacarnya itu, yang baru 6 jam jadian. Daniah ingat sekali kejadian itu.
"Ngerti juga ya bokap lo." cibir Halwa. Daniah mengabaikan cibiran Halwa.
"Nia, lo kudu nyetok sabar setinggi gunung Everest, bahkan harus lebih tinggi dari itu Nia, buat ngadepin para senior genit yang keburu kebakar cemburu sma hubungan lo sama Pak Dhafir." ujar Halwa memberi peringatan kepada Daniah.
"Hhhhssss.......males banget gue!"
***
"Kayaknya lo berhasil ya Fir, naklukin mangsa lo." sindir Arrazi saat Dhafir baru saja duduk di sampingnya dan meneguk air mineral.
Saat ini Arrazi main ke rumah Dhafir, ia sengaja datang untuk meledek sepupunya yang baru saja jadian dengan anak koas bimbingannya. Namun tidak menceritakan kepada Arrazi.
"Belum Zi. Tuh cewek susah banget di gapainya, kek gunung Everest, serem kek gunung Rinjani! Tapi cakep banget sih." sungut Dhafir.
"Masa sih? Bukannya lo udah berhasil nembak dia, Fir?"
"Dah jadi buronan gue, Zi. Kalo berhasil nembak dia."
PLAK!
Arrazi menoyor kepala belakang Dhafir. Berbicara dengan Dhafir memang selalu menguji kesabarannya dan tidak bisa kalau tidak pakai fisik.
"SAKIT ZI!" teriak Dhafir. Ia balas menoyor kepala Arrazi.
"Lagian lo tuh kalo diajak ngobrol nyambung sedikit napa Fir."
"Au ah!"
"Orang-orang di RD lagi rame ngomongin lo sama si Daniah. Kata mereka lo udah jadian sama dia." ujar Arrazi to the poin. Ia tidak mau lebih jauh lagi menanggapi kekonyolan Dhafir.
"Hoax itu."
"Yang benar." ujar Arrazi sambil menyentil telinga Dhafir. Dhafir langsung menjauh duduknya dari Arrazi sambil mengusap telinganya yang terasa perih.
"Beneran Zi! Mau lo itu apa sih? Gue jawab benar bercanda, lo ngamuk. Gue jawab serius, lo kagak percaya! Dah kek cewek lagi PMS lo, serba salah!" sungut Dhafir.
"Lo nggak pacaran sama dia?" tanya Arrazi mengabaikan kekesalan Dhafir.
"Kagak!"
"Tapi gosipnya lo pacaran sama si Daniah, Fir."
"Cik. Nggak nyangka gue, seorang Arrazi bisa masuk di circle para kanibal." cibir Dhafir.
Begitulah mulut pedasnya Dhafir menyebut orang-orang yang selalu bergosip sebagai 'PARA KANIBAL'. Karena pada hukum agama yang dianutnya, para penggosip itu diibaratkan sedang memakan bangkai saudara yang yang di gosipin.
"Gue punya kuping Fir. Kuping gue aja sampae panas banget dengerin gosipin para perawat yang kebakar cemburu gara-gara lo ngajak makan siang si Daniah. Mana ngasih coklat ke dia pula." ujar Arrazi mengatakan apa yang dia dengar saat di RS dari para perawat yang sedang bergosip mengenai Dhafir dan Daniah.
Dhafir melempar bantak kecil ke wajah Arrazi.
"Eh titisan dajjal! Itu coklat buat lo! Gue titip ke si Nia, soalnya gue buru-buru ada urusan di kantir, nggak sempet gue ngasih langsung ke lo!" ketus Dhafir.
"Oh, jadi itu coklat punya gue?" tanya Arrazi dengan polos.
Lalu Arrazi ngenyir. Ia ingat siang tadi Daniah datang ke ruangannya dan memberikan coklat yang katanya dari Dhafir.
"BODO!"
Arrazi terkekeh. Bantal yang di lempar Dhafir kini berpindah ke pangkuannya.
"Yah, kasian banget buaya darat gagal menjalankan aksi. Nggak jadi deh punya pacar anak koas." ledek Arrazi.
Dhafir menoleh ke rah Arrazi dengan alisnya yang mengkerut.
"Dih siapa juga yang mau pacaran sama anak koas."
"Ya lo."
"Zi, lo kayaknya satu server sama para kanibal itu dah! Orang gue nggak ada apa-apa sama si Nia. Kita itu cuma Adek Kakak-an......."
"Dih? Anak ABG lo, amen Adek Kakak-an. Ingat umur, cok!" ledek Arrazi menginterupsi kalimat yang di ucapkan Dhafir.
"Ih, bodoh amat. Hidup-hidup gue, kok jadi lo yang ribet."
"Jadi cewek mana yang lagi lo incar kalo bukan si Daniah?"
"Kepo lo."
Arrazi menghela nafas. Dhafir kalau sudah begini tidak akan bisa di bujuk untuk memberitahu. Ah, biarkan sajalah, nanti akan ketahuan juga siapa perempuan yang sedang diincarnya itu.
Secara Dhafir tidak akan tahan lama-lama menyembunyikan rahasianya kepada Arrazi. Arrazi mengambil HP mengabaikan Dhafir. Saat menyalakan layar HP-Nya, ada notifikasi panggilan telepon tak terjawab, lalu ada notifikasi chat dari nomor yang sama yang membuat raut wajahnya berubah.
"Napa tuh muka jadi tegang gitu?"
"Kakek, Fir."
ha..ha...ha