Arya Perkasa seorang teknisi senior berusia 50 tahun, kembali ke masa lalu oleh sebuah blackhole misterius. Namun masa lalu yang di nanti berbeda dari masa lalu yang dia ingat. keluarga nya menjadi sangat kaya dan tidak lagi miskin seperti kehidupan sebelum nya, meskipun demikian karena trauma kemiskinan di masa lalu Arya lebih bertekad untuk membuat keluarga menjadi keluarga terkaya di dunia seperti keluarga Rockefeller dan Rothschild.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chuis Al-katiri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13: Langkah Pertama Menuju Mimpi - Bagian Pertama
Bab 13: Langkah Pertama Menuju Mimpi - Bagian Pertama
Minggu, 29 Januari 1984
Matahari bersinar cerah di atas rumah keluarga Arya, menandakan awal hari yang penuh antusiasme. Sudah beberapa hari berlalu sejak prototipe pertama mereka selesai, dan hari ini adalah waktu untuk melangkah lebih jauh dalam membangun mimpi mereka: DreamWorks.
Setelah makan siang yang sederhana namun menyenangkan bersama teman-temannya, Arya dengan semangat mengambil kardus-kardus berisi prototipe game mereka dari ruang belajar. Di meja, prototipe tic-tac-toe dan Simon Says berdiri sebagai bukti kerja keras tim kecil mereka. Amanda, yang seperti biasa menjadi "maskot" tim, mengamati dengan penuh rasa ingin tahu.
“Ayo kita evaluasi dulu prototipe ini,” kata Arya sambil melihat ke arah Saka.
Saka mengangguk sambil membawa papan sirkuit tambahan dan kabel. “Kita pastikan semuanya bekerja sempurna sebelum mulai menyewakannya.”
Abdi yang duduk di kursi goyang dengan sebuah apel di tangan menyela, “Tunggu, kenapa harus disewa dulu? Kenapa tidak langsung dijual saja? Kalau kita punya pembeli yang kaya, kita bisa dapat uang lebih banyak.”
Arya menjelaskan dengan sabar, “Karena kita baru memulai, Abdi. Menyewakan game ini akan membantu kita memahami pasar. Kita juga bisa melihat apa yang disukai oleh orang-orang. Kalau game ini populer, kita bisa mempertimbangkan menjualnya atau bahkan memproduksi massal.”
“Aku paham sekarang,” jawab Abdi dengan seringai. “Kalau begitu, aku jadi kepala divisi penyewaan. Aku yang urus semua.”
Mereka semua tertawa. Amanda ikut tertawa kecil, meskipun tidak sepenuhnya memahami apa yang mereka bicarakan.
***
Ketika mereka sedang sibuk berdiskusi, bel rumah berbunyi. Arya bergegas membuka pintu dan menemukan seorang wanita muda yang berdiri dengan anggun di depan pintu. Dengan pakaian rapi dan ekspresi yang ramah, wanita itu memperkenalkan dirinya.
“Selamat siang, Dek Arya. Saya Nadya, sekretaris ibu Sulastri. Saya ditugaskan untuk membantu Dek Arya selama ibu di Jakarta.”
Arya mengangguk pelan, lalu mempersilakan Nadya masuk. Amanda yang melihat Nadya langsung berlari menghampirinya dan memeluk erat.
“Mbak Nadya! Akhirnya datang! Amanda kangen banget!” seru Amanda dengan senyum lebar.
Ternyata Amanda dan Nadya sudah lama kenal, karena Amanda sering ikut Sulastri ke perusahaan jadi banyak karyawan kantor pusat mengenal Amanda termasuk Nadya sekretaris kepercayaan Sulastri. Dia sering merawat Amanda di perusahaan ketika Sulastri sibuk rapat.
Nadya tersenyum hangat. “Amanda, kamu semakin besar ya. Apa kamu baik-baik saja di sini tanpa ibumu?”ucap Nadya sambil memeluk Amanda.
“Baik kok! Aku main sama Kak Arya terus,” jawab Amanda dengan ceria.
Arya memimpin Nadya ke ruang belajar, tempat Saka, Abdi, dan Mitha sedang sibuk dengan prototipe game. Begitu Nadya masuk, dia tertegun melihat apa yang sedang mereka kerjakan.
“Apa ini?” tanya Nadya dengan nada penuh rasa ingin tahu.
“Ini prototipe game yang kami buat. Ada dua, tic-tac-toe dan Simon Says,” jawab Arya.
Nadya semakin kagum setelah mendengar penjelasan singkat dari Arya. Dia melihat betapa seriusnya mereka bekerja, meskipun usia mereka masih sangat muda.
“Boleh aku mencoba gamenya?” tanya Nadya.
“Tentu saja, Mbak Nadya. Abdi, ajarkan Mbak Nadya cara bermainnya,” ucap Arya.
Abdi dengan bangga menjelaskan cara bermain kedua game tersebut. Nadya mencoba Simon Says dan langsung tersenyum puas.
“Ini sangat menarik. Game ini sederhana tapi punya daya tarik yang kuat. Kalau dijual atau disewakan di pasar malam atau sekolah, pasti banyak yang suka,” komentar Nadya.
Nadya terus memainkan gamenya selama beberapa menit lagi, dia sangat tertarik dengan game elektronik ini.
Mitha menambahkan, “Kami sudah berpikir untuk menyewakannya dulu, Mbak Nadya. Tapi kalau kami kehabisan stok, bagaimana?”
Arya menanggapi, “Itulah mengapa kita butuh pabrik. Aku dan Saka tidak mungkin membuat semuanya sendiri.”
***
Nadya duduk di kursi di tengah ruangan, lalu menatap mereka dengan serius. “Kalau kalian benar-benar ingin membuat pabrik, aku bisa membantu. Tapi kalian perlu mendirikan perusahaan dulu.”
Abdi, yang tampak paling antusias, langsung berkata, “Mbak Nadya, tolong buatkan pabrik dan perusahaan untuk kami!”
Nadya tertawa kecil. “Tenang, Abdi. Sebelum itu, kalian harus memutuskan nama perusahaan dan pembagian sahamnya.”
Arya langsung menjawab, “Nama perusahaannya sudah kami putuskan, Mbak. DreamWorks.”
Nadya tersenyum. “Nama yang bagus. Sekarang, bagaimana dengan pembagian sahamnya?”
Diskusi pun dimulai. Arya menawarkan pembagian saham yang sama rata untuk semua anggota tim, tetapi usul itu ditolak oleh teman-temannya. Mitha menyarankan agar Arya, sebagai pemodal utama, mendapatkan porsi saham terbesar, sedangkan yang lain mendapatkan bagian lebih kecil. Namun, Saka dan Abdi juga memberikan pendapat berbeda, sehingga diskusi menjadi semakin panjang.
Akhirnya, Nadya mengambil alih pembicaraan. “Bagaimana kalau seperti ini: Arya mendapatkan 80% saham sebagai pemodal dan kontributor utama. Saka, Abdi, Mitha, dan Amanda masing-masing mendapatkan 5%. Sisanya 10% akan menjadi saham opsi untuk diberikan kepada karyawan atau mitra penting di masa depan. Bagaimana?”
Semua setuju dengan usulan tersebut. Arya merasa ini adalah solusi yang adil dan juga memikirkan masa depan perusahaan.
“Baiklah, kalau begitu aku akan urus semua dokumen legalnya. Kalian hanya perlu menandatangani surat kuasa ini,” ucap Nadya sambil mengeluarkan beberapa lembar dokumen dari tasnya.
***
Setelah semua dokumen ditandatangani, Nadya tersenyum puas. “Dalam beberapa hari, kalian akan menerima kabar baik. Perusahaan DreamWorks akan resmi berdiri.”
Arya mengangguk. “Terima kasih, Mbak Nadya. Kami benar-benar menghargai bantuanmu.”
“Tidak masalah, Arya. Aku hanya kagum dengan kalian semua. Anak-anak seusia kalian sudah memikirkan hal sebesar ini. Aku yakin DreamWorks akan menjadi sesuatu yang besar di masa depan,” ucap Nadya dengan penuh keyakinan.
Mereka menghabiskan sisa siang itu dengan berdiskusi lebih lanjut tentang rencana mereka. Nadya memberikan beberapa ide tentang cara memasarkan game mereka, sementara Arya dan Saka mencatat semua hal penting untuk diimplementasikan nanti.
Sore harinya, ketika semuanya telah selesai, mereka bersantai di pondok kecil di belakang rumah Arya yang menghadap ke sungai Musi. Dengan buah-buahan segar yang dipetik dari kebun, mereka menikmati momen itu sambil berbicara tentang impian besar mereka.
“Menurut kalian, apa yang akan terjadi dengan DreamWorks lima atau sepuluh tahun lagi?” tanya Saka.
Arya menjawab dengan tenang, “Jika kita tetap bekerja keras, DreamWorks tidak hanya akan menjadi perusahaan game. Kita bisa memperluasnya ke teknologi lain.”
Mitha menambahkan, “Aku hanya ingin melihat banyak orang menikmati game buatan kita. Itu sudah cukup bagiku.”
“Dan aku ingin jadi kaya!” seru Abdi, membuat semua orang tertawa.
Mereka mungkin hanya anak-anak, tapi malam itu mereka sudah mulai membangun pondasi mimpi besar mereka bersama. DreamWorks adalah awal dari perjalanan panjang yang penuh tantangan, tetapi mereka yakin bahwa mereka bisa melakukannya.
Mereka tidak pernah menyangka akan segera memiliki perusahaan, pada awalnya mereka hanya mengikuti arus yang dibawa oleh Arya.
kopi mana kopi....lanjuuuuttt kaaan Thor.....hahahahhaa