Sebuah surga impian yang baru saja dibangun terpaksa hancur karena kehadiran orang ketiga. Nadia Mustika Wijayanto harus menelan kenyataan pahit jika sang suami pulang dengan membawa seorang wanita yang merupakan madunya. Pernikahan yang dia kira sebagai surga, nyatanya berubah menjadi neraka. Nadia yang sedari awal tidak ingin dipoligami memutuskan untuk bercerai daripada harus berbagi hati dan suami.
Mengasingkan diri ke luar negeri dengan alasan ingin melanjutkan pendidikan menjadi pilihan Nadia setelah perceraian. Hingga akhirnya dia bertemu dengan sahabat lamanya tanpa sengaja. Devano Kazim Ravendra, pria dengan senyum lembut yang bisa membuatnya tertawa lepas setelah sekian lama.
***
" Terima kasih sudah menghancurkan surga yang aku impikan, Mas " ~ Nadia Mustika Wijayanto.
***
IG: gadis_taurus15
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gadis Taurus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
4. Kampungan
Nadia mengira Anwar akan pergi selama dua atau tiga hari saja dan kembali ke Jakarta bersama kedua orang tuanya, tapi ternyata hingga satu minggu berlalu suaminya itu belum juga kembali. Jujur saja Nadia sudah berpikir macam-macam tentang suaminya itu dan perasaannya juga semakin hari semakin tidak tenang. Ditambah lagi Anwar yang menjadi sangat jarang memberikannya kabar ketika berada di Palembang hingga membuatnya khawatir.
Resepsi pernikahan mereka akan diadakan esok hari dan Anwar hanya memberikan kabar jika akan segera kembali, tetapi hingga saat ini tidak ada pesan atau panggilan telepon dari suaminya itu. Nadia tentu saja sangat cemas, apalagi keluarga dan sanak saudaranya terus menanyakan keberadaan Anwar dan dia tidak bisa menjawabnya dengan pasti.
Bunda Siska yang awalnya sudah mulai melunak kini mulai emosi lagi mendengar Anwar yang belum juga kembali di satu hari sebelum resepsi pernikahan. Beruntung Ayah Reno bisa menenangkannya sehingga kemarahannya tidak semakin menjadi-jadi.
" Astaghfirullah, Mas Anwar sebenarnya kenapa? Aku mohon cepat kembali, Mas " gumam Nadia dengan terus menggenggam ponsel di tangannya.
Sedari tadi Nadia terus menunggu kabar dari suaminya itu sama sekali tidak menghubunginya dan mungkin terakhir tadi malam. Dia tidak bisa tenang dan terus mondar-mandir di depan pintu rumah yang menjadi tempat tinggalnya bersama Anwar.
Nadia memang menolak ketika Ayah Reno dan Bunda Siska memintanya untuk tinggal di rumah mereka untuk sebentar waktu dengan alasan ingin menunggu sang suami. Alhasil Ayah Reno dan Bunda Siska tidak memaksa, tetapi mereka mengirim Hendra dan Hendri untuk Nadia selama Anwar belum kembali.
Hari sudah semakin sore dan Nadia pun semakin gelisah saja. Hingga terlihat sebuah taksi bandara berwarna biru memasukinya halaman rumah itu. Walaupun sedikit ragu, tapi hatinya begitu yakin jika itu adalah suaminya. Lega sekali rasanya Nadia melihat Anwar keluar dari taksi itu karena akhirnya suaminya itu kembali sebelum resepsi pernikahan mereka dan jika tidak maka pasti akan membuat malu keluarganya.
.
.
.
" Assalamualaikum " salam Anwar saat melihat Nadia menghampirinya.
" Walaikumsalam " jawab Nadia tersenyum.
Nadia meraih tangan Anwar dan mencium, tapi kali ini pria itu tidak memberikan kecupan di keningnya.
" Alhamdulillah, Mas, akhirnya kamu pulang juga " ucap Nadia dengan perasaan yang sangat lega.
" Maaf ya, Nadia, aku terlalu lama di Palembang " ucap Anwar dengan tatapan yang sepertinya merasa bersalah.
" Iya Mas, tidak apa-apa. Kamu pasti banyak urusan di sana jadi butuh waktu lebih lama " jawab Nadia yang mencoba untuk mengerti.
Perhatian Nadia teralihkan dengan sepasang suami istri yang kemungkinan besar adalah keluar orang tua Anwar yang turun dari taksi itu. Lalu, disusul dengan seorang wanita berhijab yang sepertinya seusia dengannya yang entah siapa, atau mungkin saja saudara dari suaminya.
Sempat berpikir seperti itu tetapi tidak terlalu lama karena wanita itu langsung bergelayut mesra di lengan Anwar dan bersikap tidak selayaknya seorang saudara. Di situ perasaan Nadia sudah tidak karuan dan merasa ada yang tidak beres. Instingnya sebagai seorang wanita sangat kuat dan entah mengapa tiba-tiba muncul pikiran jika sang suami bermain api di belakangnya.
" Hanifah, tolong lepaskan dulu! " pinta Anwar melepaskan tangan wanita itu dari lengannya.
Pria itu melihat ke arah Nadia yang menatapnya dengan tatapan tidak terbaca. Dari wajahnya, terlihat jika Anwar merasa bersalah dan seperti sedang menyembunyikan sesuatu.
" Ehem, Nadia, perkenalkan ini adalah kedua orang tuaku " ucap Anwar memperkenalkan kedua orang tuanya.
Nadia berusaha untuk tetap tersenyum ramah walaupun banyak sekali pertanyaan dalam benaknya, terutama tentang wanita yang berdiri di samping suaminya.
" Assalamualaikum, Bapak, Ibu " ucap Nadia menyalami kedua orang tua Anwar berganti.
Tidak ada jawaban salam dari kedua orang tua Anwar dan mereka malah menatap Nadia dengan tatapan tidak suka. Mereka melihat penampilan sederhana Nadia dari atas sampai bawah dan itu sangat membuat Nadia tidak nyaman.
" Oh, jadi ini istrimu? Cantik sih, tapi terlihat kampungan " ucap Bu Malika, ibu dari Anwar.
Ucapan Bu Malika tentu saja melukai hati Nadia, sangat-sangat menyakitkan. Bisa-bisanya ibu mertuanya itu mengatainya kampungan secara terang-terangan. Nadia tahu jika tidak jarang ibu mertua tidak suka dengan menantunya, tetapi tidakkah ini terlalu cepat sedangkan mereka belum lima menit bertemu.
" Ibu, jangan seperti itu! " tegur Anwar pada sang ibu.
" Anwar, yang dibilang ibumu benar. Sepertinya perempuan ini tidak pantas menjadi istrimu. Lihatlah, dia sangat berbeda dengan Hanifah yang berpenampilan sangat bagus, tidak kampungan seperti istrimu " ucap Pak Cipto, ayah dari Anwar yang malah membandingkan Nadia dengan wanita bernama Hanifah itu.
Sungguh sakit hati Nadia dan kedua matanya sudah mulai terasa panas, tetapi coba dia tahan agar air matanya tidak jatuh. Dia melirik ke arah wanita itu yang bersikap angkuh dan besar kepala karena ucapan kedua orang tua Anwar.
" Pak, Bu, istriku tidak kampungan. Dia cantik dengan kesederhanaannya, dia juga sangat baik " bela Anwar yang entah kenapa sama sekali tidak mengurangi rasa sakit hati Nadia.
Nadia merasa Anwar tidak tulus melakukan itu padahal dia pun tidak tahu bagaimana yang sebenarnya. Apalagi dia juga merasa ada yang tutupi oleh suaminya itu dan semakin terasa ketika menyadari perubahan sikapnya selama berada di Palembang.
" Alah, tidak usah kamu bela dia. Dia memang kampungan, Mas, dan sama sekali tidak pantas menjadi istrimu " ucap Hanifah yang malah merendahkan Nadia.
Jika kedua orang tua Anwar, mungkin Nadia bisa menerimanya tetapi tidak untuk wanita yang entah siapa. Dia menatap tajam wanita itu, karena dia diajarkan untuk tidak tinggal diam saja saat dirinya direndahkan. Untuk menghormati kedua mertuanya saja dia masih tetap diam dan tidak menyumpal mulut Hanifah.
" Hanifah, diam lah! " sentak Anwar karena Hanifah ikut berbicara.
" Emm, sebaiknya sekarang kita masuk saja, Mas. Bapak dan Ibu pasti capek setelah melakukan perjalanan jauh, jadi sebaiknya istirahat " ucap Nadia mencoba untuk tetap bersikap baik.
" Iya Nadia " jawab Anwar setuju.
" Mari, Pak, Bu " ucap Nadia dengan sangat sopan.
Dengan angkuhnya, kedua orang tua Anwar berjalan begitu saja menuju pintu rumah dan Hanifah terus menempel saja pada Anwar yang sedang membayar ongkos taksi.
" Nadia, ayo kita juga masuk. Ada yang ingin aku bicarakan sama kamu " ucap Anwar pada Nadia.
" Iya Mas, aku juga ingin bicara sesuatu sama kamu " jawab Nadia.
Nadia melangkah lebih dulu meninggalkan Anwar yang seperti ketempelan makhluk halus itu. Sebagai seorang istri, Nadia tentu tidak terima sang istri bersama dengan wanita lain yang belum diketahui statusnya siapa. Dia harus membicarakan semua itu pada Anwar, lagipula tidak baik jika suaminya terus berdekatan dengan wanita itu.
***
Mohon bantuan vote, like dan komentarnya ya 😊 Terima kasih 😊🙏 Tetap dukung saya ya 😘
Tolong follow akun NT saya " Gadis Taurus " ya 😘