kisah cinta seorang gadis bar-bar yang dilamar seorang ustadz. Masa lalu yang perlahan terkuak dan mengoyak segalanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon uutami, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 14
"Mau ngapain lagi sih dia di sini ," gumam Adiba kesal. Ia memang sedikit memperlambat laju motornya. Tapi ya tak lantas berhenti, ketika Arga melihat dia langsung mencegah.
"Sayang kita bicara sebentar, Adiba, please kasih aku kesempatan."
Nggak minggir atau aku tabrak," ancaman Adiba melotot menatap mantan kekasihnya itu.
Arga rupanya nekat juga, ia menghadang laju kendaraan Adiba hingga mau tak mau Adiba pun berhenti.
"Apa sih maumu? Kita udah putus! udah cukup kamu sakitin aku! pergi nggak!" hardik Adiba kesal.
"Adiba please, aku bisa.... aku bisa jelasin ini." Arga mengiba.
"Jelasin apa lagi? Jelasin kalau kamu selingkuh? Kalau kamu penikmat selangkangan? Sorry, sorry, aku nggak mau! Aku nggak mau kena penyakit menular. Huss! Huss! Pergi!"
Arga tak percaya dengan cara Adiba mengusirnya, sakit, sakit memang.
"Minggir Arga! Aku jijik sama kamu!" Adiba berusaha menyingkirkan tubuh Arga dari depan motornya tanpa ia turun.
"Atau aku teriak nih, aku teriak kalau kamu seorang pria festis biar kamu digebukin sama warga sini!" ancamnya seperti putus asa sekaligus marah.
Mendengar ancaman Adiba, nyali Arga ciut juga. Sangat konyol jika dia dipukuli warga hanya karena disangka seorang pria festis yang sedang mencari mangsanya.
"Pergi nggak? kita udah nggak punya urusan lagi! Jangan temui aku!"
Adiba asal menarik tuas gas motornya sudah muak sekali dia dengan wajah Arga yang sok menjadi korban.
Setelah sampai di rumah Adiba segera memarkirkan motornya. Lalu masuk ke dalam dan mengunci pintu dan bersandar di sana. Hatinya masih sakit mengingat penghianatan Arga. Hatinya masih marah dengan perlakuan mantan kekasihnya itu. Walau mereka belum terlalu lama pacaran tetap saja hati sudah bermain. Mau tak mau dia tetap merasakan sakit akan penghianatan.
Tubuh Adiba luruh, merosot ke bawah menangis menutup wajahnya.
Dari arah dalam bunda muncul, "ya Allah, Adiba kamu kenapa?"
Melihat bendanya Adibah tersedu sang bunda mendekat ikut berjongkok lalu memeluk anaknya, "Anak bunda kenapa nangis? Dari mana aja sih, sampai nangis begini?"
Setelah agak tenang Adiba mengusap pipinya yang basah oleh air mata. "Bunda, Diba terima menikah dengan mas Satria."
"Alhamdulillah" sang bunda membelai kepala Adiba.
Satu bulan kemudian, pernikahan pun berlangsung di rumah Adiba. Pesta digelar cukup meriah. Adiba memandang Inai yang menghiasi tangannya, mengulas senyuman. Ia melihat dari dalam rumah sang calon suami yang sudah datang sedang duduk menghadap ayahnya dan penghulu di panggung pelaminan. Rasanya dada Adiba berdebar kencang. Padahal tak cinta, kenapa ia bisa merasakan debar seperti ini ? Apa ini rasanya orang yang sedang menanti ijab kabul?
Di deretan para tamu undangan yang mengiringi Satria tadi, Adiba melihat seorang wanita yang tertunduk, wajahnya kalem memakai baju gamis warna lembut yang senada dengan beberapa wanita disampingnya. Melihat gerakan salah satu dari mereka yang seperti mengusap bahu wanita itu.
"Saya terima nikah dan kawinnya, Adiba Khanza Az-Zahra dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."
"Para saksi, sah?"
"Sah."
"Sah."
Semua peserta menggaungkan kata sah. Lalu disusul ucapan kalimat syukur.
"Alhamdulillah"
Adiba memperhatikan wanita tadi. Wanita itu kini terlihat menitikkan air matanya lalu menghapus dengan tisu yang ia bawa siapa wanita itu? Kenapa dia menangis? Ada hubungan apakah dengan Satria?