SEKUEL TERPAKSA MENIKAHI PEMBANTU
Giana yang sejak kecil kehilangan figur seorang ayah merasa bahagia saat ada seorang laki-laki yang merupakan mahasiswa KKN memberikan perhatian padanya. Siapa sangka karena kesalahpahaman warga, mereka pun dinikahkan.
Giana pikir ia bisa mendapatkan kebahagiaan yang hilang setelah menikah, namun siapa sangka, yang ia dapatkan hanyalah kebencian dan caci maki. Giana yang tidak ingin ibunya hancur mengetahui penderitaannya pun merahasiakan segala pahit getir yang ia terima. Namun, sampai kapankah ia sanggup bertahan apalagi setelah mengetahui sang suami sudah MENDUA.
Bertahan atau menyerah, manakah yang harus Giana pilih?
Yuk ikuti ceritanya!
Please, yang gak benar-benar baca nggak usah kasi ulasan semaunya!
Dan tolong, jangan boom like atau lompat-lompat bacanya karena itu bisa merusak retensi. Terima kasih atas perhatiannya dan selamat membaca. ♥️♥️♥️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SSM 13
Giana tampak tercenung seorang diri di kamarnya. Ia sedang gelisah dengan apa yang ia alami akhir-akhir ini. Ingin ia memeriksakan kesehatannya, namun Giana suka parno sendiri dengan apa yang ia alami. Ia khawatir bila memeriksakan diri, justru ia mendapati penyakit yang menggerogoti tubuhnya. Bukankah hal itu justru akan semakin membuatnya terbebani sendiri.
"Sebenarnya aku kenapa? Ada apa dengan tubuhku? Apa jangan-jangan aku memang mengidap penyakit berbahaya? Sebelumnya aku tidak pernah merasa seperti ini."
Giana bergumam sendiri. Ia benar-benar resah sekali. Giana tidak terpikir kalau ia sedang hamil sebab selama lima tahun ini, ia tidak pernah mengalami keadaan yang serupa. Berkali-kali menggunakan alat uji kehamilan dan berkali-kali pula ia merasakan kekecewaan. Oleh sebab itu, ia tidak terpikir sekalipun kalau ia tengah hamil saat ini.
*
*
*
Hari ini Desti tidak bekerja karena sakit. Alhasil Giana pun berangkat seorang diri ke cafe. Saat hendak menunggu angkutan umum, tiba-tiba terdengar bunyi klakson dari arah kirinya. Giana pun menoleh. Seketika ia tersenyum saat mendapati Birru yang sudah menghentikan motornya dan membuka kaca helm.
"Ojek, Mbak?" tawar Albirru.
"Boleh. Kebetulan aku sedang terburu-buru. Dari tadi nunggu, angkotnya malah nggak lewat-lewat," ujar Giana sambil menerima helm dari Albirru dan mengenakannya. Setelah itu, ia duduk di jok belakang. Albirru tersenyum kemudian segera melajukan motornya.
"Oh, ya, mau ke mana ini? Malah jalan, jalan aja," ujar Albirru terkekeh.
"Astaghfirullah. Lupa Ngasi tau. Ke Cafe Forgive Me, tau nggak?" Albirru mencoba mengingat-ingat.
"Cafe yang ada di jalan XX itu?"
"Iya," jawab Giana sedikit mengeraskan suaranya khawatir Albirru tidak mendengar.
"Oke. Pegangan yang erat, ya. Let's go!" seru Albirru yang kemudian menambah kecepatan motornya. Giana pun reflek memegang ujung jaket yang Albirru kenakan. Giana yang terkejut pun memukul pundak Albirru membuat laki-laki itu tergelak.
"Ngagetin aja. Untung nggak jatuh," kesal Giana.
"Jatuh apa?"
"Ya jatuh ke jalan lah. Kamu pikir jatuh apa? Jatuh cinta," omel Giana membuat Albirru semakin tertawa.
"Kalau mau jatuh cinta juga nggak papa kok, Mbak, masih single ini."
"Nggak percaya," balas Giana.
"Nggak percaya ya udah. Sebentar lagi kita sampai. Cafe itu 'kan?" Albirru menggestur ke depan. Giana pun mengangguk saat bangunan cafe sudah mulai terlihat.
Beberapa menit kemudian, akhirnya motor Albirru sudah masuk ke pelataran parkir cafe. Giana pun bergegas turun dan menyerah yang senilai dua puluh ribu pada Albirru. Albirru hendak memberikan kembalian, tapi Giana justru menolak.
"Buat kamu aja. Buat nambahin beli bensin," ujarnya sambil tersenyum. "Terima kasih, ya," ucap Giana lagi sebelum berlalu dari hadapan Albirru sambil sedikit berlari.
Albirru mengulum senyum. "Bensin?" Ia terkekeh sendiri. Lalu ia memasukkan uang itu ke dalam saku jaket di bagian dalam. Setelahnya, ia pun melajukan motornya sambil bersenandung.
*
*
*
Di cafe, setelah briefing, Giana pun segera mengerjakan tugasnya. Saat sedang mengelap meja, Asrul pun menghampirinya Giana.
"Sudah baikan?" Giana pun menoleh kemudian tersenyum.
"Sudah lumayan, Pak."
"Kalau masih sakit, istirahat aja. Atau kamu mau ke dokter nanti bisa Bapak anter bareng Desti," ujar Asrul penuh perhatian. Entah mengapa, sejak awal melihat, Asrul tertarik pada Giana. Namun, ia menampik kalau itu ketertarikan seorang laki-laki pada seorang perempuan. Tentu saja ia bisa membedakan perasaan sayang itu merupakan cinta ataupun bukan. Namun biar begitu, Asrul belum bisa mendefinisikan ketertarikan jenis apa yang ada di benaknya tersebut.
Ada rasa yang tak biasa. Senang saat melihat Giana tersenyum dan resah saat melihat ia kesakitan. Namun, ada sesuatu yang jauh lebih besar dari itu. Ia merasakan ketenangan dan ketentraman saat melihat netra Giana. Netra itu terlihat familiar. Mengingatnya pada ....
"Via ...."
"Saya sudah nggak papa kok, Pak. Terima kasih atas perhatiannya," ujar Giana ramah. Entah mengapa, ia merasa senang sekali bisa mendapatkan perhatian seperti ini. Mungkin karena seumur hidupnya tak pernah mendapatkan perhatian dari seorang yang bergelar "ayah" membuat Giana benar-benar bahagia.
Sebenarnya tubuhnya belum benar-benar sehat. Hanya saja, berdiam di rumah saja hanya akan membuatnya merasa bosan. Setidaknya, di cafe ia bisa bertemu teman-teman yang baik dan atasan yang begitu perhatian dengan para bawahannya.
Awalnya Giana merasa rikuh. Ia khawatir teman-teman sesama pekerja menilainya yang tidak-tidak. Tapi Desti mengatakan kalau atasan mereka memang seperti itu. Ia baik ke semua pekerjaannya. Alhasil, Giana merasa tenang sekarang.
*
*
*
Selesai melakukan briefing dan sedikit pengawasan pada karyawannya, Asrul pun masuk ke dalam ruangannya. Ia duduk di kursi dengan punggung bersandar dan kepala menengadah.
"Via, kau di mana? Apa kabarmu? Kabar anak kita? Maafkan aku, Via. Maafkan kesalahanku. Sampai kapan kau akan menghukumku? Aku ... benar-benar merindukanmu," lirih Asrul dengan pandangan menerawang.
"Ya Allah, sebelum akhir usiaku, aku mohon, pertemukan aku dengan dia. Izinkan aku menebus segala kesalahanku. Izinkan aku membahagiakan dia. Betapa jahatnya aku dulu. Tak pernah sekalipun aku membahagiakan dia. Padahal dia sudah rela berkorban banyak demiku. Hanya padamu, Ya Allah, tempatku meminta dan memohon. Tolong, tolong kabulkan permohonanku. Izinkan aku bertemu dengan dia dan anakku."
*
*
*
"Assalamu'alaikum," ucap seseorang dari luar rumah. Seorang wanita paruh baya yang menghuni rumah itu seorang diri pun keluar.
"Wa'alaikumussalam salam. Eh, Bu Anet. Ada apa ya?" tanya wanita yang tak lain adalah Via itu. Ia merasa heran saja melihat kedatangan tetangga yang bahkan sangat jarang sekali bersosialisasi dengan para tetangga.
Bu Anet menatap ke sekitar terlebih dahulu. Merasa aman, barulah ia mulai berbicara.
"Boleh di dalam saja, Bu. Ada hal penting yang mau aku sampaikan."
"Ah, bo-boleh. Silakan, Bu!" Via pun mempersilakan Bu Anet masuk dan duduk di sofa. Ia pun ikut duduk. "Ada apa ya, Bu? Sepertinya penting banget."
"Bukan penting lagi, Bu. Ini tentang Giana."
"A-apa? Giana? Me-memangnya apa hubungannya dengan Giana, Bu? Giana 'kan sudah lama nggak tinggal di sini. Malah sudah dua tahun ini dia nggak pulang-pulang," ujar Via sedih. Padahal ia sangat merindukan putrinya, hanya saja, putrinya itu tak bisa pulang. Ia mengatakan Herdan sedang sibuk sehingga tidak bisa pulang kampung. Via akhirnya hanya bisa pasrah sambil memendam rindu yang teramat sangat.
Giana memang terkadang menelpon. Hanya saja, tetap saja hal itu tidak bisa mengobati kerinduannya. Ingin menyusul ke kota, tapi terlalu banyak hal yang Via pikirkan. Selain masalah keuangan, tempat tinggal, sebab ia tak ingin mengusik rumah tangga sang putri, kekhawatirannya kembali bertemu dengan Asrul pun ikut dipikirkannya. Meskipun terkadang ia berpikir mana mungkin Asrul masih mengingatnya. Bisa saja ia justru sudah menikah dengan cinta pertamanya ataupun wanita lain, tapi rasa takut dan khawatir itu tetap ada. Ia pun khawatir lukanya kembali terbuka bila mereka kembali dipertemukan. Alhasil, Via memilih mengasingkan diri di sini. Mungkin sampai akhir usianya nanti.
"Liat ini. Kalau aku nggak salah ingat, ini suami Giana, 'kan?" Bu Anet menunjukkan foto Herdan dan Angel yang sedang bergandengan mesra di sebuah mall.
Mata Via seketika terbelalak. Meskipun sudah lama tidak bertemu, tapi Via dapat memastikan kalau sosok yang ada di foto itu benar-benar Herdan.
"Her-dan. Apa jangan-jangan dia ... selingkuh?"
...***...
...Happy reading 🥰 🥰 🥰 ...
Jangan mau kembali Gi walau ibu mertua mu yng meminta 😠😠😠
giana jgk ngk mau rujuk samamu herdan
mimpi kali yaa😝🤣🤣
enak aja Giana di minta balikan lagi pas tau dia hamil, dan karena si Angel istri pilihan si Herdan belum hamil juga 😡
biar karma untuk kalian adalah tdk dianugerahi keturunan dan biar si Angel yg akhirnya Mandul beneran 😜😡