"Jatuhkan mobilnya ke jurang sekarang juga!" Dalian mendorong pundak Ayah.
Jalanan licin membuat mobil tergelincir.
"Kyaaa!!!"
Semua orang menjerit saat mobil melaju liar menuju tepi jurang hingga ke dalam.
"Jedderr!! Jedderr!!" Petir menyambar.
Seakan meramalkan malapetaka yang akan datang.
Dan dalam kekacauan itu, terdengar suara di tengah hujan dan petir, suara yang hanya Dalian yang bisa dengar.
"Selamat datang, gadis berambut hitam."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Umi Nurhuda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebenarnya...
Perjalanan kedua keluarga Dalian yaitu menyusuri dataran tinggi di atas awan. Kini, sudah menjelang waktu petang. Semua keluarga berada di dalam mobil, ayah mengemudikan mobil dengan sangat hati-hati.
"Datarannya kayak roller coaster, ya?" canda Dalian sambil melihat jalanan yang bergelombang.
"Kalau roller coaster, kita pasti teriak-teriak sekarang!" sahut Chelsey sambil meniru suara orang berteriak, "Wuuuuuu!"
Kio tertawa kecil, meskipun tangannya masih memegangi perutnya. "Aduh, lapar," gumamnya sambil merengek.
"Baru juga ngomong soal roller coaster, Kio udah mual," ledek Chelsey sambil mengacak rambut sepupunya.
"Diam kamu! Kio lapar bukan mual!" Kio menepis tangan kakaknya.
Dataran yang memiliki permukaan bergelombang cukup terjal untuk dilalui sebuah mobil, tapi di sana terdapat rute jalan yang biasa dipakai oleh orang-orang yang mendaki gunung. Sehingga perasaan mereka cukup tenang, karena pasti tidak akan tersesat lagi.
Puncak-puncak gunung menambah pemandangan di sekitar. Hamparan langit yang dipenuhi gumpalan awan telah mereka tinggalkan. Warna seputih kapas itu kini berubah menjadi keabu-abuan seiring perginya sang surya.
"Eh, kenapa awannya jadi kelabu?" tanya Kio dengan polosnya.
"Karena awan lagi galau," jawab Dalian dengan suara penuh drama, membuat Chelsey tertawa keras sampai Kio bingung sendiri.
Matahari mulai meredupkan pesonanya dan lebih ingin menyembunyikan diri. Tugasnya telah selesai. Berganti suasana malam nan sunyi.
Mobil berhenti pada sebuah tanah lapang penuh dengan rerumputan. Di sana ada beberapa batu besar dan pohon untuk bisa berteduh dengan nyaman.
Para anggota keluarga keluar dari mobil dan mulai membuat tempat untuk beristirahat bersama. Menggelar karpet dan mengeluarkan beberapa makanan.
"Ibu, Kio lapar," sahut Kio yang terus memegangi perutnya yang keroncongan.
"Ibu mengerti, Kio," jawab ibu sambil tersenyum, tapi belum selesai berbicara, Kio sudah melahap snack yang ada di tangannya.
"Uwaaaa! Akhirnya, bisa merasakan kembali kehidupan manusiaaa!!" seru Chelsey sambil meregangkan tubuh dan memutar badannya dengan dramatis, seperti superhero habis bertempur.
"Dalian, kamu tidak mau keluar?" tanya Kaya.
"Males!" jawab Dalian dengan santai dari dalam mobil.
"Jika kau sendirian di dalam mobil, maka kau akan ditemani oleh sosok yang tidak terlihat," ucap Kaya sambil melirik ke arah mobil.
"Brak!" Seketika Dalian keluar dari mobil dan menutup pintu dengan suara keras. "Udah, udah, gue keluar! Jangan ngomong aneh-aneh!" katanya dengan ekspresi tegang.
"Dasar penakut," sindir Kaya dengan senyum tipis, membuat Dalian cemberut.
Ayah sedang membuat sesuatu. Beliau mengumpulkan beberapa ranting kering untuk membuat api unggun. Dalian menghampirinya, "Ayah!" sapa Dalian dengan langsung menepuk bahu ayahnya, membuat ayahnya terlonjak kaget.
"Kenapa kamu ngikutin ayah, Dalian?"
"Boleh kan?"
"Yaa.. Boleh saja, tapi jangan bikin ayah kaget lagi ya."
"Kresek-kresek... Kresek-kresek..." Terdengar suara yang bersembunyi di balik pepohonan.
"A-apa itu, ayah?" Tanya Dalian mulai panik, wajahnya berubah tegang.
"Ah, itu cuma ranting yang tertiup angin. Jangan takut."
"Yakin, ayah?" Dalian mulai merapat ke arah ayahnya, tangannya bahkan sudah memegang lengan ayah dengan erat.
Ayah terkekeh. "Yakin gak takut?"
"Nggak! Aku cuma... waspada!" jawab Dalian, mencoba menutupi ketakutannya meskipun suaranya bergetar.
Kembali ke tempat beristirahat, Kio sudah menikmati snack ringannya, dan Chelsey sibuk meneguk minuman kalengnya. Sementara ibu menyiapkan makanan, "Eh, ini roti sama mie seduh, udah siap!" seru ibu dengan semangat.
"Aku nggak mau mie seduh, aku mau ayam goreng!" seru Kio dengan suara manja.
"Di sini nggak ada restoran, Kio. Jadi makan aja apa yang ada," jawab ibu sambil menahan tawa.
"Apa tidak ada orang di sini? Pendaki satu pun juga tidak terlihat. Benarkah ini masih dunia kita?" tanya Chelsey, mulai merasakan ada yang aneh dengan suasana sekitar.
"Kita sedang berada di dunia bukan manusia," jawab Kaya dengan tenang.
"Dunia bukan manusia?" Dalian menatapnya dengan bingung.
"Kalian terperangkap di dunia ini setelah kejadian jatuh ke jurang. Tapi tenang saja, aku akan memandu kalian," balas Kaya sambil tersenyum, seolah hal itu bukan masalah besar.
"Jadi, kita sedang berpetualang?" tanya Chelsey, mencoba menghilangkan kecemasannya.
"Bisa dibilang begitu. Nikmatilah perjalanan ini, meski mungkin bukan petualangan yang kalian bayangkan," jawab Kaya dengan nada santai.
"Liburan macam apa ini?" gumam Dalian sinis.
"Malam ini, kita hanya bisa makan seadanya. Besok pagi, setelah matahari terbit, baru kita bisa melanjutkan perjalanan," ujar Ibu, mencoba menenangkan suasana.
"Ibu, Kio mau pipis," kata Kio, menarik perhatian semua orang.
"Ayo, Ayah antar," balas Ayah, berusaha tetap tenang.
Ayah membawa Kio ke balik pepohonan, membuat lubang di tanah untuk Kio. Meski suasana terasa mencekam, Ayah berusaha menjaga ketenangannya demi anak-anak.
Malam semakin merasuk, menghadirkan keheningan yang aneh. Udara dingin, ditambah rasa cemas yang tak diucapkan, mulai menggantung di udara.
"Bagaimana kalau kita putar lagu? Biar suasana lebih meriah," usul Chelsey, sambil mulai memutar musik dari smartphonenya.
"Ibu, Kio jadi takut," kata Kio pelan, bersandar di pangkuan ibunya.
"Ah, akhirnya si bocil ngaku takut juga," sindir Dalian.
"Kalau Kakak sendiri, apa nggak takut?" balas Kio dengan suara polos.
"Tidak," jawab Dalian singkat, meski dalam hatinya dia sendiri mulai merasa tidak nyaman.
"Kaya, kita aman di sini, kan?" tanya Ibu dengan ragu.
"Tenang saja, aku akan melindungi kalian," jawab Kaya tegas.
Mendengar hal itu, Ibu tersenyum dan mengelus kepala Kio, "Tidurlah, nak. Kaya akan menjaga kita sampai pagi."
"Iya, Ibu," balas Kio, matanya mulai tertutup.
"Berbaring di bawah langit ternyata tidak buruk juga," sahut Ayah yang sudah merebahkan diri.
"Bintang-bintangnya sangat indah," tambah Ibu, mencoba menikmati momen.
"Tapi bulan terasa berbeda malam ini. Kuat... terlalu kuat," pikir Kaya, cemas. Ia menatap awan yang mulai menggulung di langit, semakin tebal dan mengancam.
"Dalian, dingin banget," keluh Chelsey, merapatkan jaketnya.
"Ya, kita di gunung, wajar saja dingin," jawab Dalian cuek.
"Tapi rasanya beda. Ada yang nggak beres."
"Jangan nakutin gue, ya!" seru Dalian, merasa suasana semakin tak nyaman.
Chelsey terdiam, matanya menyapu sekitar. "Kapan ya kita bisa pulang?"
"Semoga besok," sahut Dalian, meski dia sendiri ragu.
Tiba-tiba, suara-suara aneh mulai terdengar: "Uuuu.. Kukukukku..", "Kuak.. Kuak..", "Whuusss.. Sruingg.. Krieek krieekkk."
Suara alam itu terdengar seperti melodi kengerian, membuat bulu kuduk meremang.
"Tidur aja yuk," ajak Chelsey, berusaha mengabaikan rasa takut yang mulai menguasai dirinya.
"Gue bener-bener mulai takut," batin Dalian, merasa tak nyaman dengan segala yang terjadi.
"Jika kau semakin takut, kau akan menarik perhatian makhluk-makhluk di sini," bisik Kaya lembut di telinga Dalian.
"Tidaaakkk!" teriak Dalian tanpa sadar.
Sekejap, burung-burung hitam berhamburan ke langit, angin tiba-tiba berhembus kencang, membawa aroma ketakutan. Namun anehnya, keluarga yang sedang tidur tetap tak terganggu.
"Hebat. Kalo mereka bisa tidur, gue juga bisa," gumam Chelsey sambil menarik selimutnya.
"Kaya, kenapa kamu melibatkan keluarga gue dalam semua ini?" tanya Dalian dengan suara serius.
Kaya terdiam sejenak, matanya menatap bulan dengan tajam. "Ini bukan tentang keluargamu. Mereka hanya kebetulan ada di sini. Sebenarnya, ini semua tentang dirimu."
"Apa maksudmu?"
"Jika kau rela, aku bisa membawa keluargamu kembali pulang. Tapi tidak denganmu."
Dalian menatap Kaya dengan mata yang semakin tajam. "Kenapa harus gue?"
"Sebenarnya..."