Valeria Sinclair, seorang pengacara berbakat dari London, terjebak dalam pernikahan kontrak dengan Alexander Remington—CEO tampan dan dingin yang hanya melihat pernikahan sebagai transaksi bisnis. Tanpa cinta, tanpa kasih sayang.
Namun, saat ambisi dan permainan kekuasaan mulai memanas, Valeria menyadari bahwa batas antara kepura-puraan dan kenyataan semakin kabur. Alexander yang dingin perlahan menunjukkan celah dalam sikapnya, tetapi bisakah Valeria bertahan saat pria itu terus menekan, mengendalikan, dan menyakiti perasaannya?
Ketika rahasia masa lalu dan intrik keluarga Alexander mulai terkuak, Valeria harus memilih—bertahan dalam permainan atau pergi sebelum hatinya hancur lebih dalam.
🔥 Sebuah kisah penuh ketegangan, gairah, dan perang hati di dunia penuh intrik kekuasaan. 🔥
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leona Night, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kepastian Cinta
Valeria’s POV
Setelah pertemuan terakhir dengan dr. Michael, aku merasa lebih ringan. Dokter Michael tidak memberikan obat obatan kimia padaku, tetapi mengajariku cara meditasi, mengatur nafas dan relaksasi. Semua teknik itu diajarkan melalui sebuah kursus yang dibuat satu paket dengan pelayanan psikiatri. Setelah mengikutinya beberapa sesi aku merasa tingkat stress yang kualami jauh berkurang.
Sekarang bisa dikatakan aku sudah kembali ke posisi tenang dan bekerja dengan aktif seperti biasanya. Mengikuti sidang, mendampingi klien dan masih banyak lagi berbagai kegiatan terkait dunia hukum. Aku pun sering berkolaborasi dengan William Stanton. Kami sering melewati waktu bersama. Maklum William juga pria yang enak diajak bicara dan diskusi.
Seperti halnya hari ini, dimana begitu banyak case yang kukerjakan dan sebagian besar aku aku dibantu oleh William. Persidangan hari ini pun cukup melelahkan. Hari ini, waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam ketika aku menutup file di tanganku dan mengusap keringat di pelipis. Aku mulai merasa sangat lelah. Setelah ini aku hanya ingin beristirahat di rumah saja,
Namun, sebelum aku sempat berdiri, William Stanton muncul di pintu kantor dengan ekspresi serius.William menyandarkan diri di ambang pintu, menatap ku dengan sorot mata yang sulit dibaca.
"Kita bisa bicara sebentar?"
Aku tersenyum kecil, dan mengangguk.
"Tentu. Apakah ada yang ingin kau bahas?"
William masuk dan menutup pintu. Dia tampak ragu sejenak sebelum akhirnya menarik napas dalam dan berbicara dengan suara yang lebih tenang dari biasanya.
"Aku tidak akan bertele-tele, Val. Aku tahu kau masih dalam tahap menyembuhkan diri dari pernikahanmu yang bermasalah, dan aku tidak ingin menekan mu. Tapi aku harus mengatakannya."
Aku mengerutkan kening dan merasa heran, tumben William mendatangiku dengan raut wajah yang demikian serius. Namun entahlah apa yang terjadi, jantungku mulai berdetak lebih cepat, seolah secara alam bawah sadar aku tahu apa yang akan William katakan.
Dan benar dugaanku, William akhirnya mengungkapkan perasaannya:
"Aku mencintaimu Valeria. Bahkan mungkin lebih dari itu. Aku tahu ini bukan waktu yang tepat, aku tahu kau masih terikat dalam pernikahan yang belum selesai. Tapi aku ingin kau tahu… aku akan ada di sini, kapanpun kau siap."
Aku terdiam, dadaku terasa sesak dengan perasaan yang bercampur aduk. William adalah pria yang baik. Pria yang tidak pernah membuatku merasa tertindas.Tapi… kenapa hatiku masih terpaut pada seseorang yang telah menyakitiku?
Aku menelan ludah. Sebagian dari diriku menghargai perasaan yang dimilikinya padaku, Tapi aku juga belum mampu sepenuhnya move on dari Alex. Bahkan sesi terapi psikiatri ku masih baru dimulai. Namun akhirnya aku menjawabnya dengan suara pelan.
"William… aku sangat menghargai perasaanmu. Tapi aku… aku tidak bisa memberikan jawaban sekarang."
William tersenyum tipis, mengangguk dengan pengertian.
"Aku tidak memintamu untuk menjawab sekarang. Aku hanya ingin kau tahu bahwa ada seseorang yang melihatmu, mencintaimu… bukan sebagai bagian dari perjanjian, bukan sebagai pengganti seseorang. Tapi sebagai Valeria, apa adanya."
Kata kata William sungguh menusuk perasaanku. Aku memang pernah bercerita padanya tentang permasalahanku dan Alex. Bahkan William juga yang sering mendampingiku pada saat sesi terapi dengan dokter Michael. Dia tahu persis gejolak dalam hatiku dan persoalan yang tengah membelitku. Dia pun tahu aku masih terikat perkawinan yang sah secara hukum. Dan memang sangat supportif.
Apa yang barusan William katakan padaku adalah hal paling dasar yang sebenarnya aku harapkan dari Alex. Andai Alex bisa memahamiku, mengerti kebutuhanku dan mau memenuhinya seperti yang saat ini ditawarkan William, mungkin aku tidak perlu berobat ke dokter Michael. Tapi ya sudahlah, itulah hidup. Kita tidak pernah bisa mengharapkan orang lain bersikap seperti apa yang kita mau. Kita hanya bisa menyikapi setiap persoalan yang datang dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan,
“Terimakasih William, kau mau memahami kondisiku. Semoga kita berjodoh dan punya kesempatan membangun sebuah relasi atas dasar saling mengasihi dan menghormati. Aku hanya berharap kau punya cukup kesabaran untuk tidak memaksaku melakukan apapun terkait asmara. Karena selain aku masih terikat secara hukum dengan seseorang, aku juga masih dalam tahap pemulihan batin,” ujarku padanya.
“Tentu Val, aku akan bersabar menunggumu,” ujar William mengakhiri pembicaraan kami sore itu.
*****
Alex’s POV
Aku menatap layar laptop dengan rahang mengeras dan tangan mengepal. Seperti biasanya aku mengakses rekaman CCTV dari semua ruangan di kantor Nancy. Dan melihat rekaman yang menampilkan percakapan Valeria dan William Stanton.
FUCk!
Pria itu berani beraninya mendekati wanita yang masih terikat secara hukum dengan pria lain. Terlebih pria itu adalah aku, Alexander Remington. Sialan, enak aja dia berkata mencintai istriku dan akan menunggunya sampai kapanpun.
Dari gestur tubuh lelaki itu, aku jelas tahu apa yang diincar dari Valeria. Aku tahu betul laki laki sok alim macam William. Aku kembali mengepalkan tanganku, emosiku memuncak. Ingin rasanya aku menemui Valeria saat itu juga, menariknya kembali dalam hidupku dan mengingatkannya bahwa sampai kapanpun dia adalah milikku.
Raymond masuk ke ruangan dan memandangku dengan tatapan penuh kengerian.
“Ada apa tuan? Apa yang anda lihat dari rekaman CCTV itu. Raut wajah anda seperti ingin menerkam seseorang?”
Aku mendongak dan menatap Raymond dengan tajam.
“Aku ingin menemuinya sekarang juga dan setelah itu menyeretnya kembali ke Paris,”
Aku mendengar Raymond menghela nafas panjang dan dengan hati hati dia berkata,” Apakah anda pikir dengan cara itu anda akan berhasil mendapatkan dia kembali?”
Sesaat aku termenung mendengar perkataan Raymond. Kadang anak itu ada benarnya. Apakah aku akan berhasil menaklukkan hati Valeria dengan jalan kekerasan?
“Maaf tuan, anda punya kewenangan dan otoritas untuk menyeret istri anda kembali ke pangkuan anda. Anda pun mampu dengan segala kekuasan anda mencengkeramnya dan tidak membiarkannya memilih jalan hidupnya sendiri. Tapi apakah anda yakin itu yang anda mau?
“Jika Valeria tidak memberiku pilihan, maka terpaksa aku akan melakukan cara itu,”
Raymon mendekati ku dan menatap wajahku dengan tajam,” Tuan, dia mengalami stress berat karena pernikahan yang kalian bangun. Karena Klausul yang tuan sodorkan. Anda sendiri mengatakan bahwa kepergiannya terjadi karena tuan tidak bisa memberikan kepastian bahwa anda mampu mencintainya, mampu melupakan masa lalu dan membangun masa depan bersamanya. Tidak salah bukan jika kemudian dia merasa bahwa telah mencintai orang yang salah?”
Aku terdiam mendengar perkataan Raymond.
“Ambilkan aku Whisky, Cepat!” ujarku
“Tidak, ini masih terlalu pagi. Minuman keras tidak akan menyelesaikan masalah. Dan lagi anda tidak boleh mabuk atau bau alkohol, karena nanti jam 13 perwakilan Dewan Komisaris akan datang dan ada jadwal meeting dengan mereka. Saya tidak ingin performa anda turun,”
“Jika begitu, ambilkan aku kopi. Aku butuh sesuatu yang bisa menenangkan hatiku,” jawabku dengan nada tinggi.
Tak lama kemudian Raymond datang membawa kopi yang kuminta, lalu duduk di depanku.
“Tuan, maafkan saya jika anda menilai saya terlalu ikut campur. Tetapi dalam hubungan suami istri, anda tidak bisa sekedar mengklaim istri anda kapan saja seperti aset atau properti. Dia bukan benda mati. Dia wanita yang punya perasaan dan harga diri. Saya mohon, jika anda memang mencintai dia, perlakukan selayaknya manusia dengan benar,”
Aku menetap Raymond lurus dan tajam langsung ke matanya. Lalu aku berkata,” Kau tahu, seorang laki laki baru saja mengungkapkan perasaannya pada istriku. Dia mengatakan cinta padanya dan siap menunggunya hingga kapanpun. Apa kau pikir aku bisa menerima itu dan diam saja ?”
Raymond tersenyum lalu berkata,” Anda tahu mengapa pria tersebut melakukan hal itu?”
Aku mengangkat bahu ku dan dengan ekspresi sinis aku menjawab,” Ya karena mereka akrab, dan istriku jelas bukan wanita dengan paras yang jelek!”
“Bukan, bukan karena itu tuan!”
“Lalu karena apa?”
“Karena anda tidak ada bersamanya. Karena kalian hidup terpisah. Karena anda tidak memperlakukan dia selayaknya seorang suami yang mencintai istrinya. Anda apatis dan tidak peduli. Bahkan setelah banyak orang mendorong anda untuk tegas mengambil keputusan, anda tetap tidak bergeming,”
Aku seperti merasa tertampar dengan perkataan Raymond. Harus ku akui itu adalah perkataan terpahit yang pernah kudengar terkait masalahku dengan Valeria. Dan justru Raymond lah yang mengatakan itu padaku.
“Maafkan jika saya terlalu kasar pada anda. Tetapi ibarat anda punya bunga di taman, tapi tidak pernah anda rawat dan perhatikan, anda biarkan dia tumbuh liar dan tidak pernah memberi kasih sayang, apakah salah jika kemudian ada orang lain yang ingin mengambil bunga itu? Tidak bukan? Mereka ingin mengambil bunga itu atas dasar merasa bahwa bunga itu sudah dibuang dan tidak dikehendaki lagi,”
Aku terkesiap mendengar perkataan Raymond. Aku sadar aku salah. Sudah sebulan lebih aku berada di London, tetapi sekalipun aku tidak pernah menemui Valeria. Tidak sekalipun. Sungguh aku ini benar benar seorang pengecut!
“Lalu apa yang harus aku lakukan?” tanyaku pada Raymond
Raymond menatapku tajam, “Saya yakin anda sudah tahu apa yang harus dilakukan. Tapi baiklah jika anda ingin dengar dariku. Tuan, anda harus berani mengatakan padanya, bahwa dia bukan pelarian dari masa lalu anda, dan bahwa anda mencintainya lebih dari apapun. Atau dia akan merasa bahwa dirinya hanya bagian dari kontrak kesepakatan pernikahan yang akan berakhir dalam hitungan bulan.”
Aku termangu dan menerawang jauh, pikiranku melayang entah kemana setelah mendengar penjelasan Raymond.
“Sanggupkah anda mengatakan padanya, bahwa dia bukan lagi bagian dari kontrak pernikahan palsu? Bahwa dia adalah bagian dari diri anda, calon ibu dari anak anak anda? Dan anda mencintai serta menerima dirinya sebagaimana adanya dia? JIka anda tidak berani mengatakan itu maka jangan harap dia akan kembali. Ingat tuan, ada banyak laki laki lain yang siap mengatakan hal itu padanya. Dan menggantikan posisi anda dalam hidupnya. Menjadi suaminya dan menjadikan dia istri yang akan melahirkan anak anak mereka. ”
*******