Narendra sang pengusaha sukses terjebak dalam situasi yang mengharuskan dirinya untuk bertanggung jawab untuk menikahi Arania, putri dari korban yang ia tabrak hingga akhirnya meninggal. Karena rasa bersalahnya kepada Ayah Arania akhirnya Rendra bersedia menikahinya sesuai wasiat Ayah Arania sebelum meninggal. Akan tetapi kini dilema membayangi hidupnya karena sebenarnya statusnya telah menikah dengan Gladis. Maka dari itu Rendra menikahi Arania secara siri.
Akankah kehidupan pernikahan mereka akan bahagia? Mari kita ikuti ceritanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rose Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rasa yang Aneh
Pukul 4 pagi sebelum Adzan subuh berkumandang, Arania terbangun dari tidurnya dengan keadaan yang remuk redam di sekujur tubuhnya, terutama dibagian intinya kini terasa nyeri setelah semalam tubuhnya digempur habis-habisan oleh sang suami di atas ranjang panas, di sofa, di lantai tak luput juga menjadi pergumulan mereka, hingga lebih dari 2 jam.
Arania menoleh sampingnya, memandang wajah Rendra yang terlihat damai dalam tidurnya. "Mas, bangun. Mau subuh!" Arania menggoyangkan tubuh Rendra namun hanya gumaman kecil yang didengarnya.
Arania memutuskan untuk bangun terlebih dahulu. Ia berusaha bangkit dari tempat tidurnya dengan susah payah. Ia berjalan sedikit tertatih menuju ke kamar mandi untuk membersihkan serta mensucikan dirinya dari hadas dan najis sebelum melakukan ibadah dua rakaat wajib di subuh hari.
"Mas, Mas Rendra, bangun!" Panggil Arania lagi kala dirinya baru saja keluar dari kamar mandi.
Tak lama Rendra merespon panggilan Arania, "Jam berapa sekarang?" Tanyanya dengan suara serak khas bangun tidur.
"Ini sudah hampir subuh, mas. Mari kita shalat berjamaah. Mas jadi imam ku."
Rendra bergegas bangun dari tidurnya kemudian langsung menuju ke kamar mandi.
Setelah adzan subuh berkumandang, merekapun melakukan shalat berjamaah. Selesai shalat dan memanjatkan doa doa. Arania bergegas membuka mukenahnya.
"Aku turun sekarang, mas. Takut bik Erna dan pak Udin keburu bangun." Arania yang akan berlalu, tiba-tiba saja tangannya di raih dan ditarik oleh Rendra hingga tubuh mungil Arania terbentur dada kokoh suaminya.
"Mas?" lirihnya kesal.
"Kenapa buru-buru sekali, sayang? Mas masih kangen kamu." Ujar Rendra sembari membelai lembut kepala Arania yang kini telah tertutup hijab kembali.
"Tapi mas, tadi malam kan sudah mendapatkan jatah, kenapa masih kangen?"
"Masih kurang, sayang. Berapapun yang kamu beri, tidak akan membuat mas cukup karena kamu senikmat itu" Ujar Rendra mencubit hidung bangir sang istri mungilnya.
"Mas, ini sudah siang. Nanti kalau kita ketahuan bik Erna dan mang Udin, bagaimana?"
Rendra terus mengendus ke leher jenjang istri sirinya yang telah tersingkap.
"Mas..." Arania mulai kesal dengan polah suaminya itu. Ia melepaskan dirinya dari dekapan Rendra.
"Sayang..." Rendra merengek seperti anak kecil.
Laki-laki yang biasanya terlihat tegas dan berwibawa bisa berubah seperti anak kecil yang cengeng saat bersama Arania saja. Bahkan saat bersama Gladys pun ia akan tetap bersikap gantleman serta tenang. Tidak pernah pria tampan itu memasang ekspresi yang berlebihan seperti saat ini.
Namun saat bersama Arania, Rendra seolah menemukan kenyamanan sehingga dirinya tidak merasa canggung dan bebas berekspresi apapun yang ia mau. Rendra sebenarnya juga merasa bingung akan dirinya sendiri mengapa bisa seperti itu kala bersama Arania yang hanya istri siri dan mereka pun menikah dalam keterpaksaan saat itu.
Arania menarik lembut kedua lengan Rendra yang bertengger di bahunya kemudian menangkup kedua pipi suaminya dengan lembut. "Mas, jangan seperti ini. Nanti malam kita bisa lanjut lagi. Bahkan malam-malam berikutnya pun aku siap melayanimu, mas. Tapi sekarang izinkan aku pergi. Ini demi kebaikan kita kan? Bukankah mas mau hubungan ini tetap aman kan?" Ujar wanita muda itu memberi pengertian agar suaminya tak salah paham.
Rendra seketika mendengus. "Tapi kamu janji ya akan memberi mas jatah tiap malam?"
Arania menganggukkan kepalanya dan tersenyum manis. "Aku janji mas, setiap pukul 11 malam, aku milik mas seutuhnya." Ujar Arania.
"Baiklah kalau begitu." Ujar Rendra antara senang dan sedih karena saat ini ia harus melepaskan Arania.
"Jadi.. aku boleh pergi sekarang kan?"
"Beri mas kiss dulu!" Rendra kemudian mengerucutkan bibir tebalnya seraya menutup matanya.
Cup!
Namun Arania hanya memberikan kecupan singkat di pipi yang mulai ditumbuhi bulu-bulu lembut itu. Kemudian berlari ke arah pintu, "Dahh mas, sampai jumpa lagi nanti saat sarapan, ya." Ujar Arania disertai canda tawanya. Kemudian ia menghilang di balik pintu yang tertutup.
Rendra mendengus kesal namun sedetik kemudian ia kembali tersenyum mengingat kebersamaan yang telah mereka habiskan tadi malam.
"Arania... Sayangku." Ujar Rendra lirih disela senyumannya yang mengembang.
***
Tak terasa sudah lebih dari sepekan dilalui dengan mulus oleh Arania dan Rendra walaupun penuh rintangan saat bermain kucing-kucingan di rumahnya sendiri dengan para pekerjanya. Namun, mereka tetap bisa bersama walau hanya pada malam hari saja menjadi pasangan suami istri. Walaupun demikian mereka tetap menikmati momen kebersamaan mereka dengan rasa bahagia.
Di saat ini pula Gladys yang selalu di tuntut oleh orangtuanya agar memperhatikan pernikahannya di sela kesibukannya, memutuskan untuk mengambil cutinya yang hanya 5 hari karena proses syuting yang masih berlangsung di kota itu, setelah itu dirinya harus kembali lagi ke lokasi syuting dan menyelesaikan kontrak kerjanya dengan Argani Saptahadi Wirawan.
'Baik, mah. Gladys besok akan pulang ke Jakarta.' Ucapnya saat berbicara di telepon dengan sang mama.
Wanita dewasa itu memijit dahinya yang terasa pusing saat menyudahi pembicaraannya dengan orang tuanya di telepon.
'Winda, besok aku harus pulang ke Jakarta.' Gladys mengirimkan pesan kepada sang asistennya. Kemudian ia merebahkan tubuhnya di ranjang penginapan itu, memejamkan mata untuk meredam segala rasa di hatinya, hingga lama-kelamaan rasa kantuk menyerangnya dan iapun tertidur.
Winda yang tugasnya mengatur jadwal majikannya-Gladys, akhirnya datang menemui sang produser yang merangkap sutradara itu.
Terlihat Arga yang masih terjaga di sekitaran pantai dengan para kru yang lainnya.
"Pak Arga, maaf punya waktu sebentar?" Ucap Winda yang selama ini memang menaruh perasaan kepada pria matang itu.
Meski usianya berbeda jauh dengannya, namun gadis manis ini tak menampik perasaannya. Ia terus mengagumi pesona duda beranak satu itu dengan segenap jiwanya. Namun semua itu hanya bisa ia pendam rapat-rapat dalam hatinya, sehingga tidak ada siapapun yang menyadari perasaannya pada Arga selain dirinya dan Tuhan saja.
"Ya, nona Winda. Ada masalah apa?" Ujar Arga membawa gadis manis itu sedikit menjauh dari para kru yang saat ini sedang bersantai.
"Nona Gladys mengkonfirmasi pada saya kalau beliau akan ambil cuti 5 hari, pak." Ujar Winda dengan suara yang ia tahan agar tak bergetar saat berbicara kepada Arga.
Arga manggut-manggut. "Baiklah, mulai kapan?"
"Besok, pak. Nona akan langsung pulang besok pagi saja, karena saat ini beliau sudah sangat letih untuk melakukan perjalanan, katanya."
"Oke, tak masalah." Ujar Arga.
"Baik, terimakasih untuk izin serta waktunya." Gadis itu meninggalkan Arga dengan dada yang kembali ringan dan normal kembali, tidak seperti tadi saat bersama Arga yang dadanya berdebar hebat. Untung saja gadis itu bisa mengendalikannya dengan baik sehingga keadaannya tersamarkan.
Keesokan paginya saat Winda sang asisten telah selesai mempacking barang-barang Gladys. Wanita muda nan manis itu akan membuka pintu kamar tiba-tiba Arga yang akan mengetuk pintu kamar telah berada di hadapannya. Winda pun terkejut kemudian tersipu malu pada duda tampan beranak satu itu.
"Ah, maaf." Ujar Arga memecah kecanggungan mereka.
"Tak masalah, Pak." Sahut Winda dengan rasa kikuk.
"Bagaimana? Apakah kalian jadi pulang hari ini?" Tanya pria tampan itu.
"Jadi pak, bahkan saya baru saja selesai packing barang-barang nona."
"Oh begitu. Apa nona Gladys sudah siap?" Tanya Arga.
"Nona sedang merias diri, mungkin sebentar lagi selesai."
"Ah, begitu. Saya kesini hanya untuk memastikan saja..." Ujar Argani panjang lebar saat berbicara kepada Winda sang Asisten.
Interaksi itu ternyata diketahui oleh Gladys yang telah selesai merias diri sedari tadi. Dia diam-diam mengamati ketampanan dan senyum manis pria tinggi sedikit brewok itu.
Saat Winda dan Arga pergi dari tempat itu seketika ada raut wajah sumringah di wajah Gladys yang penuh makeup tebal itu.
"Hei ada apa dengan ku? Apakah aku baru saja terpesona oleh ketampanan duda kaya itu? Huh! Mana mungkin. Bahkan lawan main ku saja lebih tampan dari pria itu. Mungkin aku akhir-akhir ini sedikit dekat dengannya. Iya hanya itu saja." Ucap Gladys meyakini dirinya.
Tak lama pelayan laki-laki datang ke kamarnya untuk membawa barang-barang yang telah siap. Kemudian pelayan itu pergi ke halaman penginapan untuk menaruh barang-barang itu ke dalam mobil.
Gladys keluar dari kamar penginapan itu menuju ke halaman. Di halaman terlihat Winda dan Arga yang sedang berbincang-bincang ringan. Namun lagi-lagi dirinya terasa aneh dengan dirinya yang tiba-tiba gugup saat melihat senyum menawan sang duda itu.
"Kau sudah siap, nona Gladys." Tanya Arga saat Gladys telah berada di dekat Winda.
"Saya sudah siap, Pak." Ucap Gladys menyimpan kegugupan kala berkomunikasi dengan boss nya kali ini. Biasanya saat mereka berinteraksi Gladys tidak merasakan apapun selain kenyamanan sebagai teman semata tak lebih. Hingga dia berani mengutarakan unek-unek tentang pernikahannya kepada pria matang itu.
"Hati-hati di jalan. Sampai ketemu 5 hari lagi." Ucap Arga seraya tersenyum hangat kepada Gladys serta Winda.
Mereka pun menganggukkan kepalanya kemudian mereka masuk ke dalam mobil yang akan mengantarkan mereka sampai ke tujuan.
Saat mobil tengah melaju, terlihat Winda yang senyam-senyum sendiri sejak masuk ke mobil.
"Hey.. kamu kenapa dari tadi senyam-senyum terus kaya orang gila? Kamu baru jadian apa baru dapat gebetan?" Tanya Gladys dengan rasa penasaran.
"Ah masa sih? Aku nggak senyam-senyum kok." Ujar Winda seraya meraba pipinya.
"Ehh.. sok-sokan nggak nyadar. Takut gebetannya ku ambil ya!" Ujar Gladys dengan ketus.
"Mana mungkin nona Gladys ngembat gebetan ku, secara kan non sudah punya Tuan Rendra yang tampannya kaya aktor Korea Lee Minho."
Perkataan Winda sontak menamparnya dalam dilemanya. Walaupun benar yang dikatakan Winda jika sang suami memang benar-benar tampan, tapi hal itu tak membuatnya jatuh cinta dan bahagia hidup bersamanya. Gladys yang tadinya antusias kini seolah kembali dengan perasaan resah yang berkepanjangan.
"Ah, sudahlah. Aku mau tidur. Nanti bangunkan aku saat jam makan."
"Baik nona." Sahut Winda.
***
Di kediaman Rendra waktu telah menunjukkan pukul setengah 7 malam. Rendra baru saja pulang dari perusahaannya dengan kondisi lelah. Namun saat mengetahui siapa yang membuka pintu dirinya kembali bersemangat, seakan rasa lelahnya terlupakan saat melihat wajah cantik istri sirinya yang kini berdiri di hadapannya.
"Arania..." Rendra refleks akan memeluk tubuh mungil itu, akan tetapi Arania mengelak.
"Ada bik Erna dan mang Udin, mas." Ujar Arania seraya berbisik.
Rendra seketika lunglai dan kembali mengambil sedikit jarak dari Arania. Sedetik kemudian dia kembali membawa wibawanya sebagai majikan dan masuk ke dalam rumah dengan gagah.
"Mari tasnya, tuan." Ujar Arania saat berada di ruang tamu. Kebetulan mang Udin sedang mengganti bingkai foto besar pernikahan sang majikan. Rendra menatap bingkai foto dirinya dan Gladys ada perasaan sedih saat menatap ke arah Arania, si istri siri yang seakan terlupakan olehnya. Mereka bahkan belum memiliki foto pernikahan mereka kala itu.
Rendra kembali tersadar dari rasa yang menyedihkan itu.
'Kelak kita akan memiliki foto pernikahan kita, sayang' Janji Rendra pada dirinya seraya menatap nelangsa wanita muda itu. Wanita yang memberikan warna lain dalam hidupnya.
***