"Tidak semudah itu kamu akan menang, Mas! Kau dan selingkuhanmu akan ku hancurkan sebelum kutinggalkan!"
~Varissa
_____________________
Varissa tak pernah menyangka bahwa suami yang selama ini terlihat begitu mencintainya ternyata mampu mendua dengan perempuan lain. Sakit yang tak tertahankan membawa Varissa melarikan diri usai melihat sang suami bercinta dengan begitu bergairah bersama seorang perempuan yang lebih pantas disebut perempuan jalang. Ditengah rasa sakit hati itu, Varissa akhirnya terlibat dalam sebuah kecelakaan yang membuat dirinya harus koma dirumah sakit.
Dan, begitu wanita itu kembali tersadar, hanya ada satu tekad dalam hatinya yaitu menghancurkan Erik, sang suami beserta seluruh keluarganya.
"Aku tahu kau selingkuh, Mas!" gumam Varissa dalam hati dengan tersenyum sinis.
Pembalasan pun akhirnya dimulai!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itha Sulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Taktik istri sah
Varissa asyik memainkan gawainya sambil duduk santai di sofa panjang didalam kamar. Jemari lentiknya sibuk meng-scroll foto-foto dari teman-teman dunia maya dalam aplikasi Instagram. Meski kelihatan fokus, namun sebenarnya tidak. Pikirannya justru sedang berkelana di tempat lain, alih-alih benar-benar memperhatikan setiap foto dari setiap akun yang dia ikuti.
Dikta. Ya, sosok lelaki itu terus memenuhi otak Varissa semenjak pertemuan pertama mereka di rumah sakit. Meski sudah tahu sejak dulu bahwa Dikta memang selalu sebaik dan seperhatian itu terhadapnya, namun entah bagaimana, Varissa baru merasakan ada sesuatu yang berbeda akhir-akhir ini. Ada bagian dari dirinya yang selalu merasa tak cukup menatap wajah itu jika hendak berpisah namun selalu merasa salah tingkah jika terlalu berlama-lama bersamanya. Segala sesuatu selalu berjalan bertentangan dengan mau Varissa jika yang dia hadapi adalah sosok pria berambut gondrong itu.
"Mikirin apa, Nya?" Bi Nunik yang datang mengantarkan wedang jahe bertanya dengan setengah berbisik.
"Dikta," jawab Varissa reflek.
"Mas Dikta memangnya kenapa?" Wanita paruh baya itu duduk di lantai sambil menumpukan kedua tangannya di paha Varissa yang sedang asyik selonjoran.
"Orangnya aneh." Varissa tersenyum. Sepasang netranya masih betah menatap layar ponsel meski fokusnya tetap tak berada disana.
"Aneh kenapa?"
Alis Varissa tiba-tiba berkerut. Gerakan jemarinya yang semula lincah juga mendadak terhenti. Tanpa sadar, ia menjatuhkan ponselnya seraya menegakkan badan dengan sangat cepat.
"Loh, kenapa? Ada kecoak? Tikus?" tanya Bi Nunik panik. Dia dengan cepat menengok ke bawah sofa yang diduduki Varissa untuk mencari dua makhluk paling ditakuti majikannya itu.
"Nggak ada kok," ujar Bi Nunik sembari memperbaiki duduknya kembali.
"Bibi kok di sini?" Varissa amat sangat terkejut saat sadar bahwa ternyata ada seseorang didalam kamarnya. Sesaat, ia boleh bernafas lega karena untung saja orang itu adalah Bi Nunik dan bukanlah Erik. Bisa panjang masalahnya andai yang bertanya seperti tadi adalah Erik.
"Lah, Nyonya ini kok aneh, sih? Saya kan memang udah daritadi di sini. Udah di ajak ngobrol pula. Tapi, kok nanyanya baru sekarang?"
Varissa menggelengkan kepala. Berusaha mengembalikan fokusnya yang masih terus membiarkan Dikta mengambil alih.
"Nyonya Va...," Mata Bi Nunik menyipit penuh selidik. "Jangan-jangan, lagi ngelamun ya barusan?"
"Sstttt...," Varissa menempelkan jari telunjuknya di bibir Bi Nunik. "Jangan kencang-kencang!" ujarnya setengah berbisik. Segalanya harus serba hati-hati mulai sekarang karena Erik juga sudah memulai serangan secara frontal. Buktinya, kini lelaki itu sudah menyelipkan sedikit paksaan dalam permintaannya saat makan malam tadi. Dan, bisa saja jika Varissa terus mengulur waktu menandatangani berkas pengalihan aset itu, Erik akan berbuat hal yang lebih jauh lagi.
"Nyonya Va beneran ngelamun?" ulang Bi Nunik setengah tak percaya. Kali ini dengan nada suara yang jauh lebih pelan.
"Udah, ah. Jangan dibahas lagi." Varissa manyun. Gawai yang teronggok di atas pahanya ia raih dan kembali berpura-pura sibuk seperti tadi. "Wedang jahe saya, mana?"
"Tuh!" tunjuk Bi Nunik dengan matanya.
Varissa membalikkan badan menghadap meja bundar yang ia belakangi tadi. Benar saja. Wedang jahe pesanannya benar sudah tersaji dengan asap yang masih sedikit mengepul.
"Masuk angin, ya?" Bi Nunik bertanya lagi.
"Kayaknya," jawab Varissa singkat. Wedang jahe buatan Bi Nunik ia raih perlahan. Meniup kepulan asapnya beberapa saat sebelum menyesap sedikit demi sedikit.
BRAKK!!
Pintu kamar terbuka secara kasar. Bi Nunik tampak sedikit kaget sementara Varissa masih bersikap biasa. Lewat ekor matanya, wanita cantik berpiyama satin berwarna soft pink itu dapat melihat kedatangan sang suami dengan wajah dipenuhi amarah.
Menyadari situasi sedikit menjadi tegang, Bi Nunik lekas berdiri dan berpamitan keluar dari dalam kamar itu. Menyisakan dua sejoli yang tak lagi menyimpan rasa satu sama lain dan justru kini malah saling menyerang dalam senyap secara diam-diam.
"Baru pulang, Mas?" tanya Varissa santai. Cangkir berisi wedang jahe yang tadi ia sesap penuh nikmat kini harus dia letakkan kembali diatas meja bundar yang berada di dekatnya.
"Handphone kamu mana?" Erik mengulurkan tangan. "Siniin!" pintanya dengan tegas.
"Buat apa?" tanya Varissa yang tentu saja keberatan dengan permintaan Erik. iPhone keluaran terbaru miliknya kini sengaja dia sembunyikan di bawah pahanya.
"Siniin aja, Va! Nggak usah banyak tanya," kata Erik dengan intonasi yang tinggi.
Varissa mendengus. Wanita itu mengulum senyum miris atas bentakan keras yang dilayangkan sang suami. Haruskah lelaki benalu itu bersikap seangkuh ini padanya? Pada seseorang yang selama ini telah memberi cinta dan harta kepadanya dan juga keluarga besarnya? Jawabannya tentu saja tidak. Dan, Varissa memang tidak pernah layak untuk diperlakukan sekasar itu oleh Erik.
"Sini!" Erik kembali membentak sembari merebut paksa ponsel yang berusaha Varissa pertahankan.
"Mas...," pekik Varissa yang berusaha menahan tangan Erik. Kini dia mulai mengerti apa tujuan Erik ingin memeriksa ponselnya. Apa lagi, kalau bukan untuk memastikan apakah Varissa orang yang sudah mengirimi Mauren pesan itu atau bukan. Bisa Varissa tebak bahwa Erik dan Mauren pasti sempat bertengkar hebat tadi.
"Jangan, Mas! Kamu apa-apaan, sih?" Varissa berdiri. Berusaha merebut kembali ponsel yang sudah terlanjur di kuasai oleh Erik.
"Diam!" Erik mendorong tubuh Varissa hingga jatuh kembali di atas sofa. Lalu, dengan lincahnya dia membuka password HP istrinya yang memang tidak pernah ganti sejak dulu.
Mata Varissa memerah. Kedua tangannya erat mencengkram pinggiran sofa berwarna abu itu. Dia menatap penuh benci pada punggung lebar Erik yang saat ini sedang berdiri membelakanginya.
Dua menit berlalu. Tampak bahu tegang Erik kini mulai merosot pelan. Lelaki itu mengurut dahinya ketika tak satu pun hal mencurigakan yang dia temui di gawai milik istrinya. Bahkan, nomor Mauren saja tidak ada. Apalagi pesan yang ditengarai Mauren merupakan kiriman dari Varissa. Dua SIM card yang ada didalam ponsel itu juga masih sama. Dua-duanya adalah nomor yang sangat Erik hafal.
"Nih!" Lelaki itu mengembalikan ponsel Varissa dengan wajah penuh rasa bersalah.
"Udah puas?" tanya wanita yang menerima ponsel itu dengan nafas yang memburu. "Kamu cari apa sih? Hah?"
"Nggak nyari apa-apa kok, Sayang!" ujar Erik mengelak. Lelaki itu tersenyum. Berusaha mengurai ketegangan yang dia ciptakan sendiri beberapa saat yang lalu.
"Tingkah kamu dari hari ke hari makin aneh, Mas! Kayak ada yang nggak beres, tau nggak?" ucap Varissa dengan airmata mengalir.
Ya, secengeng itulah dirinya. Dia tak pernah terbiasa mendengar nada suara seseorang sekeras dan sekencang Erik tadi. Karena, sedari kecil dia memang dibesarkan dengan kasih sayang. Ayahnya sendiri saja tak pernah membentak sekeras itu. Lantas, siapa yang memberi Erik hak untuk berlaku demikian?
"Va, aku minta maaf," ucap Erik sambil berusaha menahan lengan Varissa yang hendak pergi.
Varissa berusaha melawan. Sekuat tenaga dia mendorong tubuh Erik hingga lelaki itu terpundur beberapa langkah ke belakang.
"Kalau kamu ada berbuat salah, jangan pernah membuat aku seolah-olah yang menjadi salah. Ngerti kamu, Mas?" peringat Varissa dengan telunjuk mengacung tepat didepan wajah Erik.
Dia lalu bergegas keluar kamar. Membanting pintu itu dengan keras lalu mengusap air matanya dengan gerakan lembut. Sepersekian detik berikutnya, wanita itu menampakkan senyum puas.
"Ya, ini yang aku mau. Silahkan kamu mempercayai ucapan gundik kamu itu, Mas! Dengan begini, aku jadi punya banyak alasan untuk menjauh dari kamu dan rencana pembalasanku akan semakin menjadi mulus."
Kasian Tika sumpah,,,,apalgi dia anak perempuan,udh kakak laki2 nya selingkuh,skrng papanya jga selingkuh apalgi dngn kakak ipar sendiri ,bisa2 drop tuh mentalnya 😭😭😭
Dan itu hanya kepadamu Dikta,,,,🤭🥰