Jika cinta pertama bagi setiap anak perempuan adalah ayah, tetapi tidak bagi Lara. Menurut Lara ayah adalah bencana pertama baginya. Jika bukan karena ayah tidak mungkin Lara terjebak, tidak mungkin Lara terluka.
Hidup mewah bergelimang harta memang tidak menjamin kebahagian.
Lara ingin menyerah
Lara benci kehidupan
Lara lebih suka dirinya mati
Di tuduh pembunuh, di usir dari kediamannya, bahkan tunangannya juga menyukai sang adik dan membenci Lara.
Lantas, apa yang terjadi? Apakah Lara mampu menyelesaikan masalahnya? Sedangkan Lara bukanlah gadis tangguh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon blue.sea_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13
"Pak Joko sarapan udah siap?"
Pagi ini Rania sibuk mengatur para pelayang untuk menata hidangan sarapan.
"Ya ampun pak jus detox saya mana?"
Pak Joko segera berlari kebelakang mencari pelayan yang biasa membuatkan jus Detox untuk Rania.
Perlu diingat, meskipun Rania baru saja menikah dengan Ravindra tapi dia sudah sering menginap di mansion ini.
"Maaf Nyonya hari ini Santi tidak bisa membuatkan jus detox Nyonya. Dia sedang sakit Nyonya."
Rania yang tengah asik memperhatikan buah dimeja makan menoleh. "Tidak profesional sekali, pecat saja Joko. Katakan padanya suami bisa mencari yang lebih baik dari mu."
Joko membelalak bukan kebiasaan keluarga Ravelton memecat pelayan hanya karena hal sepele.
"Tapi Nyo-"
"Kau membantah ku? Oh ya satu lagi tukar buah jeruk ini dengan yang baru. Aku tak ingin Alena memakan buah yang tidak segar."
Joko mengangguk dan segera melakukan perintah Rania tadi.
"Woww ada orang baru yang sok berkuasa disini ternyata."
Tak
Tak
Tak
Rania melihat ke arah tangga dengan penuh permusuhan. Di sana Seorang gadis cantik jelita menapakkan kakinya pada anak tangga. Melihat Lara mengenakan seragam yang sama dengan Alena semakin membuat amarah Rania di ubun ubun.
"Tante baru seumur bibit loh di sini, udah mau pecat pelayan. Kalau Tante setahun? Bisa bisa aku yang akan Tante usir, bukan?"
Rania mendadak pucat, Lara sangat kurang ajar. Anak itu bukan seperti anak sekolahan pada umumnya.
"La...ra ma mama tidak m mungkin-"
Lara tersenyum, gadis itu lantas menepuk bahu Rania. "Aku paham, Tante gak mungkin kayak gitu. Aku bercanda loh jangan pucat gitu Tante."
Rania menghela napas tenang, tetapi ucapan Lara selanjutnya membuat Rania kembali tercekik.
"Atau nanti orang orang akan curiga sama Tante."
Rania mengepalkan tangan. Wanita tersebut menatap tajam Lara yang dengan entengnya duduk di kursi. Rania ingin sekali menghabisi Lara, tetapi kalau bukan karena rencananya tidak mungkin ia menahan hasratnya untuk merobek mulut sialan gadis angkuh itu.
"Mama lihat mama harus cicipi nasi goreng spesial buatan aku." Alena datang bersama beberapa pelayan.
"Wah, anak mama memang yang terbaik."
"Pastinya dong, Alena kan keturunan mama."
Ravindra yang datang sambil merapikan dasinya itu mendadak memasang wajah cemberut. "Jadi bukan anak ayah?"
Alena tersenyum manis, gadis itu membantu Ravindra membenarkan dasi ayahnya. Alena juga menuntun Ravindra ke meja makan.
"Pastinya anak ayah juga, lihat Alena udah siapin nasi goreng dan kopi buat ayah."
Ravindra mengucapkan terima kasih kemudian mengecup pipi Alena sekilas. "Terima kasih."
Alena mengambil tempat duduk pada salah satu kursi. Lalu menikmati sarapan dengan nikmat.
Sedangkan Lara, gadis tersebut memanggil pak Joko. "Pak Joko buatkan saya roti bakar selai coklat kayak biasa ya."
"Baik non."
Alena menatap Lara seakan ada yang ingin gadis itu protes pada tindakan Lara barusan. Tapi Alena mengurungkannya karena tahu Lara mungkin tidak menyukai masakannya.
"Lara hargai Alena yang bersusah payah membuatkan nasi goreng untuk kamu."
Lara melirik Ravindra gadis itu kemudian menatap Alena. "Aku tidak memintanya ayah, lagi pula Alena tidak protes."
Ravindra mengetatkan rahang. Alena tidak meminta tetapi ekspresi Alena sudah menjelaskan semuanya.
"Lara kamu seharusnya tahu bagaimana cara menghormati orang di sekitarmu." Ravindra memijit kening, apakah hukumannya kurang sehingga Lara masih begitu semena mena.
"Terima kasih pak Joko." Ucap Lara pada pak Joko yang menghidangkan roti bakar pada Lara.
Lara begitu sopan pada pelayan yang membantunya. Terutama Joko tetapi tidak bisa menghargai anggota keluarganya.
"Kamu sopan pada pelayan tapi tidak bisa menghargai adikmu Lara."
"ohh ya? Adik? Maksud ayah status Alena sebagai adikku adalah apa? Atau aku harus memanggilnya dengan panggilan adik apa?" Balas Lara tak mau kalah.
"Cukup Lara, nikmati sarapan dan pergi ke sekolah."
Lara mengangguk. Sebelum itu gadis tersebut menatap Alena tajam membuat Alena semakin ketakutan.
"Tatap gue Alena, kalo Lo gak mau kejadian ini terulang lagi. Lebih baik gak usah buatin sarapan buat gue, paham?"
salam kenal
terus semangat
jangan lupa mampir ya