Menjadi wanita gemuk, selalu di hina oleh orang sekitarnya. Menjadi bahan olok-olokan bahkan dia mati dalam keadaan yang mengenaskan. Lengkap sekali hidupnya untuk dikatakan hancur.
Namanya Alena Arganta, seorang Putri dari Duke Arganta yang baik hati. Dia dibesarkan dengan kasih sayang yang melimpah. Hingga membuat sosok Alena yang baik justru mudah dimanfaatkan oleh orang-orang.
Di usianya yang ke 20 tahun dia menjadi seorang Putri Mahkota, dan menikah dengan Pangeran Mahkota saat usianya 24 tahun. Namun di balik kedok cinta sang Pangeran, tersirat siasat licik pria itu untuk menghancurkan keluarga Arganta.
Hingga kebaikan hati Alena akhirnya dimanfaatkan dengan mudah dengan iming-iming cinta, hingga membuat dia berhasil menjadi Raja dan memb*antai seluruh Arganta yang ada, termasuk istrinya sendiri, Alena Arganta.
Tak disangka, Alena yang mati di bawah pisau penggal, kini hidup kembali ke waktu di mana dia belum menjadi Putri Mahkota.
Akankah nasibnya berubah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rzone, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13 Menyerahkan Dekrit
Mata Kesatria Naga Putih yang tajam itu langsung menatap rimbunan pohon, gerbang masuk sesungguhnya pada Kuil masih jauh. Namun seseorang nampak berlari, dia adalah penjaga Kuil yang semula menahan kudanya.
“Ada apa?” Tanya Ksatria itu menatap sang Penjaga yang ketakutan.
“Ada penyergapan, beberapa teman saya sudah mati. Cepat masuk ke Kuil dan minta bantuan para Ksatria suci!” Ucapnya, Kesatria tersebut mengangguk.
“Anda sebaiknya cepat berlari dan meminta bantuan, saya akan berusaha menahan mereka.” Ucap Ksatria tersebut, penjaga itu mengangguk dan berlari sekuat tenaga untuk segera sampai di gebang Kuil yang sesungguhnya.
Halaman Kuil yang begitu luas itu memang sering kali digunakan para penjahat untuk merampok, atau digunakan untuk melakukan kejahatan lainnya.
Benar saja, beberapa orang nampak mengepung sang Ksatria Naga Putih. Mereka nampak menggunakan topeng, udara dingin dan salju yang sudah memenuhi kaki mereka menyajikan suasana tak enak dalam hati.
“Berikan benda yang kau bawa!” Ucap salah satu dari mereka, Ksatria Naga Putih itu menyeringai. Mereka tampaknya belum tahu apa yang kini di bawah olehnya, jadi bisa dikatakan bila rahasia Tuannya masihlah aman.
“Jaga leher kalian sebelum meminta benda yang ku bawa!” Pekik Ksatria Naga Putih, dia melesat dan memukul salah satu penyergap dengan kecepatan tinggi.
Para penyergap itu lantas bersiaga, mereka langsung bersiap untuk menyerang. Namun kecepatan dari Ksatria Naga Putih tak dapat dianggap remeh, dia langsung menarik pedangnya dan dalam satu kali tebasan tiga orang sudah dipanggil dewa Yama. Sedangkan para penyergap yang melihat itu langsung terkejut.
Namun Ksatria Naga Putih yang tak kenal ampun saat di Medan perang, kini telah berada di antara leher mereka. Dalam hitungan menit, orang-orang telah terkapar. Salju putih telah berwarna merah. Seorang Ksatria Naga putih lainnya nampak keluar dari semak-semak. Dia juga menjadi seorang assassin yang luar biasa, bersembunyi dan membunuh dalam satu hembusan nafas.
Satu detik musuh tidak waspada, maka saat itu pula nyawanya melayang. Yang awalnya berniat ingin membunuh, kini semuanya habis terbunuh dan hanya tersisa satu orang saja.
“Bawa dia ke hadapan Duke Arganta, karena saat ini kita berada dalam perintahnya.” Ucap Ksatria yang membawa dekrit, Ksatria yang semula hanya mengikuti secara diam-diam saja itu mengangguk.
Dia memukul pundak penyergap yang masih hidup hingga pingsan, mereka akhirnya berpencar dan juga menuju tujuan mereka masing-masing.
Beberapa menit kemudian, para Ksatria suci datang dan mendapati halaman Kuil yang telah dipenuhi oleh darah. Kstaria suci yang mengenali sosok di hadapan mereka akhirnya menunduk.
“Salam kepada sang Naga Putih, ada apa gerangan hingga sampai ke Kuil ini?” Tanya seorang Ksatria suci sopan.
“Bawa saya untuk menghadap pada Paus agung, ada beberapa hal yang harus saya sampaikan padanya.” Ucap Ksatria Naga Putih, mereka akhirnya mengangguk dan memberikan jalan. Beberapa Ksatria suci memilih untuk membersihkan tempat tersebut sebelum fajar menyingsing dan orang-orang datang untuk berdo’a.
Ksatria Naga Putih sampai di depan ruangan Paus agung, tak perlu menunggu lama Paus agung datang menyambut dan mempersilahkan masuk.
“Apa yang membuat anda kemari?” Tanya Paus agung setelah mendapatkan salam dari Ksatria Naga Putih.
“Ini adalah dekrit sang Raja, dan ini surat dari Duke Arganta.” Ucapnya, menyerahkan dua benda itu dengan hati-hati.
“Anda sangat teliti ya?” Paus agung tersenyum saat mendapati dua dekrit di dalam sana, Ksatria Naga Putih tersenyum.
“Duke Arganta tak ingin sesuatu terjadi pada Tuanku, dan juga calon Nyonyaku. Sekarang, saya harus segera kembali karena situasi yang darurat.” Ksatria Naga Putih menunduk memberi salam dan dia mundur beberapa langkah, setelahnya dia berlalu pergi. Secuir kertas yang diberikan oleh Duke Arganta berisikan sebuah persetujuan bila Duke Mattias dan Alena telah menjadi suami istri.
Paus agung tersenyum dia langsung memberikan persetujuan, mau bagaimanapun juga dia adalah salah satu orang yang berada di fraksi Duke Mattias. Dia juga sosok yang dulu sering tertindas, dan saat ini dia bisa menjadi seperti ini, semata-mata karena bantuan dari Duke sebelumnya atau Kakek Mattias.
“Sebenarnya apa yang sudah dilakukan bocah nakal itu hingga membuat Duke Arganta bertindak seperti ini?” Gumam Paus Agung, tertera di dalam surat itu bila Alena dan Mattias sudah menikah 4 bulan lalu.
.
.
.
Di tempat lain, fajar menyingsing dengan berani. Orang-orang kini mulai beraktifitas, sebuah berita menggemparkan telah menyapu seluruh ibu kota pagi itu.
Pengumuman dari Kuil, bila Mattias dan Alena telah menjadi sepasang suami istri. Orang-orang yang berencana menyebarkan mengenai skandal mereka akhirnya gigit jari, sedangkan Alena dan Mattias yang belum tahu mengenai kabar tersebut kini hanya menikmati pagi dengan secangkir teh.
Tak ada pelayan di taman tersebut, tak ada Ksatria atau penjaga. Alena celingukan kesana kemari. Mattias melihat bila Alena kini tengah kebingungan, hingga suara langkah cepat terdengar mendekat.
“Tuan!” Pekik seorang pria yang tiba-tiba saja masuk, Mattias nampak mengerutkan keningnya.
“Apa yang terjadi?” Tanya Mattias, dia menatap Alena dengan sudut matanya untuk melihat reaksinya saat itu.
“S-saat ini, haaah, anda diminta berdua untuk ke ruangan Duke Arganta. Sesuatu hal telah terjadi!” Pekiknya, dia berbicara dengan maksud yang serupa. Namun karena dia habis berlari cepat, membuatnya berbicara sesuatu yang sulit dimengerti.
“Hem, aku malas.” Ucap Mattias, Ksatria yang menyampaikan kabar itu seolah tersambar petir di siang bolong, dia kaku tak dapat bergerak.
“Memangnya apa yang terjadi?” Tanya Alena, dia menatap Mattias yang justru orah-ogahan seperti itu.
“Mungkin mereka telah membuat pesta untuk kita tanpa kita ketahui,” Ucap Mattias enteng, Ksatria itu mengangguk.
“Dan yang membuat dia panik, nampaknya pestanya akan di adakan hari ini secara mendadak.” Kstari kembali mengangguk mendengar penuturan Mattias.
“Aku tidak suka pesta, aku juga tidak suka terlibat dengan kaum bangsawan. Tapi, bila Alena yang meminta, aku akan pertimbangkan lagi.” Ucap Mattias nampak berpikir, Alena menghela nafas berat.
“Itu pesta untuk kita, apa kau tidak senang?” Tanya Alena, Mattias nampak masih berfikir.
“Mattias!” Alena menggertak kesal, Mattias terkekeh dan mengangguk.
“Tentu saja saya senang, tapi saya menginginkan hal lain untuk mengekspresikannya. Bukan pesta dan hura-hura yang hanya buang-buang uang saja.” Ucap Mattias nampak begitu enggan menghadiri pesta.
Alena teringat sebuah kisah yang pernah dia dengar di kehidupan sebelumnya, dia dengar bila Ratu sebelumnya. Atau ibu dari Mattias meninggal saat perayaan ulang tahunnya sendiri. Dia meninggal saat pesta diadakan di Istana, Raja murka kala itu. Dia bahkan membunuh beberapa orang yang dicurigai sebagai pelakunya.
Bahkan kedua orang tua dari Ibu Pangeran Mahkota saat itu juga mendapatkan imbasnya, mereka diasingkan selama 3 tahun dan mati. Namun, sampai detik itu tak ada yang tahu mengenai apa yang sebenarnya terjadi pada sang Ratu.
“Mattias?” Bisik Alena, dia tahu bila Mattias enggan bukan hanya sekedar enggan saja. Namun jiwanya kala itu mungkin tengah bergetar, karena merasakan ketakutan yang teramat.