Dila tidak pernah membayangkan dirinya akan menjadi pendamping seorang pendakwah, satu satunya cucu laki laki dari Kyai pemilik pondok pesantren dan sosok inspiratif yang terkenal di media sosial melalui perjodohan balas budi. Selain itu, ia tidak menduga bahwa laki laki yang biasa disapa Ustadz Alfi itu menyatakan perasaan kepadanya tanpa alasan. Dila akhirnya luluh karena kesungguhan dari Ustadz Alfi dan bersedia untuk menjadi pendamping dalam keadaan suka maupun duka.
Bagaimana kisah selanjutnya?, ikuti terus kelanjutannya hanya di sini setiap Rabu s/d Jumat pukul 20.00
[Salam Hangat Dari Dybi😉]
[Bunga Matahari Biru x @chocowrite_04]
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunga Matahari Biru (Dybi), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tujuan Kedatangan Kakek Ilham
"Karena kakek akan menjodohkanmu dengan cucu sahabat kakek dan salah satu maharnya adalah rumah sebelah"ucap Kakek Ilham.
Ustadz Alfi mendadak terhenyak dari duduknya dan memperlihatkan rasa terkejutnya begitu nyata. Umi shita dan Abi Ishaq bertukar pandangan. Mereka sebagai orang tua tentu saja mengetahui apa yang terbaik untuk anaknya tapi tidak dengan cara dijodohkan seperti ini. Apalagi sejak kemarin putranya jera dengan pembahasan menantu, menantu dan menantu sampai tertekan.
"Ya allah, apakah aku tidak berjodoh dengannya? Apakah ini jawaban dari semuanya"batin Ustadz Alfi yang terdiam saja tanpa membalas ucapan kakeknya. Entah bagaimana caranya ia bereaksi dengan mendengar akan kabar ini yang langsung dikeluarkan langsung dari mulut sang kakek.
"Alfi?"panggil Kakek Ilham yang menegur namun Ustadz Alfi terdiam dan tampak berpikir sesuatu secara lamat lamat.
Wajahnya seperti orang yang sedang galau. Abi Ishaq melayangkan tatapan tidak setuju kepada abinya. Kenapa harus anaknya dijodohkan tanpa memberitahunya sama sekali? Apalagi jika diingat ingat dirinya dulu hampir seperti dijodohkan dengan abinya. Umi Shita juga merasakan itu dan paham akan apa yang dipikirkan oleh anak sulungnya.
"Hamba minta yang terbaik ya Allah" bathin Umi Shita.
"Alfi, kau kenapa?"ucap Kakek Ilham yang menepuk bahu cucunya ini. Ustadz Alfi terkejut sejenak barulah ia berkata tentang apa yang baru saja ada dipikirannya.
"Kek, apakah harus Alfi dijodohkan? Bagaimana jika aku tidak menerimanya?"ucap Ustadz Alfi yang akhirnya mulai berbicara.
Walaupun ia selalu menurut dengan kakeknya namun masalah ini Ustadz Alfi merasa sangat keberatan. Apalagi belum tahu tentang perempuan yang akan dijodohkan dengannya. Dan satu lagi, dirinya sedang menyimpan perasaan untuk satu nama didalam hatinya.
Kakek Ilham tersenyum simpul dengan apa yang didengarnya lalu kembali membujuk dengan caranya sendiri. Dilihatnya, cucu laki lakinya sedang menahan sesuatu yang ada dihatinya. Ia harus tahu apa yang ada didalamnya bukan?
"Kenapa? Alfi tidak setuju dengan keputusan kakek? Padahal tentu saja kakek memilihnya juga dengan pertimbangan tertentu"ucap Kakek Ilham memberengut. Ustadz Alfi menjadi tak enak namun gimana ya, posisinya sangat sulit.
"Kakek sudah berjanji dengan sahabat kakek. Sebenarnya sudah lama sekali bahkan abimu itu masih seorang bujang dan belum menikah dengan umimu. Baru hari ini kakek menyampaikannya sebab sempat dihentikan dengan alasan tertentu. Jadi ketika masalah itu tertangani, sepertinya sudah waktu yang tepat sekarang karena kamu bahkan sudah berumur 21 tahun. Ya walaupun belum begitu diwajibkan tapi takut salah satu diantara kalian ada yang sudah punya keinginan memiliki seseorang"jelas Kakek Ilham.
"Benar, sudah ada satu nama yang mengisi hatiku saat ini kek"suara hati ustadz Alfi.
"Kek, kalau ini ditolak apakah itu berpengaruh dengan persahabatan kakek?"tanya ustadz Alfi yang sepertinya menandai jika ia menolak itu.
"Bukan berpengaruh. Namun kakek akan merasa berdosa jika melanggar janji yang telah kakek sendiri ucapkan. Apalagi beliau yang sudah menyelamatkan nyawa kakek saat kecelakaan beberapa tahun lalu."jawab Kakek Ilham.
Beliau nampak menerawang jauh dengan mata tuanya. Pernah mengalami kecelakaan di daerah dekat rumah sahabatnya dan saat itu istrinya meninggal ditempat. Sahabatnya yang dadakan kenalnya pun menolongnya namun tidak mau menerima hadiah dari pihak keluarga Al Fahri jadi Kakek Ilham membuat perjanjian itu dari mulutnya sendiri. Walaupun tanpa tinta diatas kertas, tetap saja dirinya dirundung rasa tidak enak.
"Alfi ayolah, sekarang yang paling penting kamu terima dulu. Kalian berdua ta'aruf dulu seperti Abi sama Umi mu ya?"bujuk Kakek Ilham.
"Hmm..baiklah Kek. Biar Alfi tahu siapa perempuan yang akan dijodohkan denganku kek"pasrah Ustadz Alfi yang nampak menerima semuanya dengan ikhlas.
"Maaf ya Al, kakek bukan mengekang kebebasan kamu untuk memilih pasangan hidup. Tapi... calon istrimu harus baik dan pantas menjadi pendampingmu. Kakek jamin gak akan mengecewakan. Namanya ...."ucap Kakek Ilham yang terhenti sejenak mengingat ingat namun di ingatannya hanya nama belakangnya saja. Hadduh, Mendadak si kakek lupa nama depan cucu menantunya sendiri itu siapa yaa
"Umay, namanya siapa? kakek lupa"tanya Kakek Ilham. Semuanya seketika saling melempar pandangan. Sedangkan yang dipanggil langsung mengambil sebuah amplop cokelat dibalik jaketnya.
Amplop cokelat yang diberikan Umay ini seperti amplop untuk mencari pekerjaan. Ustadz Alfi menerimanya dengan hati yang gundah. Tangannya mengambil amplop tersebut dan isinya adalah data diri seseorang yang akan menjadi calon istrinya kelak.
Ia penasaran bagaimana perempuan itu menjadi kriteria calon cucu menantu kakeknya. Seberapa baik sikapnya sampai menarik perhatian kakeknya yang sangat dingin dan tegas ini. Umay yang sudah tahu siapa perempuan yang menjadi calon istri dari Ustadz Alfi hanya bisa tersenyum tipis menanggapinya.
"Nanti Ustadz juga tahu siapa dia dan akan menerimanya dengan lapang dada"pikir Umay menatap Ustadz Alfi yang perlahan membaca dari awal lembar pertama sampai akhir kertas tersebut.
Sementara Ustadz Alfi yang sedang membaca langsung mencerna dengan baik. Tapi, langsung terdiam dengan ekspresi campur aduk. Antara senang dan kaget dengan apa yang dilihatnya.
"Ini....."ucap Ustadz Alfi seraya menggeletakkan selembaran itu di meja. Aisyah, Umi Shita dan Abi Ishaq pun ikut melihatnya. Identitas dari seorang gadis yang ternyata sesuai dengan harapannya.
"Dila Kek"ucap Ustadz Alfi dengan wajah sumringah seperti menang undian. Kentara sekali Mas Ustadz pengen meminang Dila tapi belum ada jawaban dari pertanyaannya namun ternyata tidak terduga jawabannya seperti ini.
"Iya Alfi, apakah kau mengenalnya? Seharusnya mengenalnya bukan"singkat Kakek Ilham yang menikmati makanan di depannya. Tersenyum samar dan tidak habis pikir dengan cucunya ini. Tadi mati matian debat ingin menolak sekarang malah mau banget. Jangan jangan kalau besok nikah langsung mau pula.
"Dasar anak muda"bathin Kakek Ilham dengan meminum kopi hangatnya.
(Dybi : "Itu tetap cucumu loh kek hehe")
“Tuhkan Gus Alfi, menikahlah saja dengannya. Abi merestuimu”ucap Abi Ishaq.
"Kalo umi mah setuju saja. Memang baik, ramah dan pernah menolong"ucap Umi Shita.
"Kalau Ais, sangat setuju”senyum Aisyah.
“Keluarga besar kita menyetujuinya, kau tidak perlu khawatir apapun lagi kan. Keluarga Dahlan sudah diselidiki dengan baik dan bersih dari kejahatan apapun. Begitulah kakek merekrut Umay sebagai pengawal pribadi dan menjadi bagian kita. Karena Umay adalah cucu laki laki satu satunya dan tertua di keluarga calon istrimu kelak. Bagaimana, kamu menyetujuinya?”jelas Kakek Ilham yang membuat Ustadz Alfi tersenyum karena semuanya telah dipermudah untuknya. Tunggu apa lagi bukan?
"Iya kek. Kalo mau nikah secepatnya juga tidak apa apa"ucap Ustadz Alfi dengan tersenyum yang seperti anak abg sedang kasmaran.
(Sabar ya mas Ustadz semua pasti ada prosesnya)
Ustadz Alfi tersenyum dan puas dengan perjodohan kali ini. Dirinya seperti mendapatkan dorongan untuk terus meraih seorang gadis yang menjadi pemilik hatinya. Inilah jawaban yang diinginkannya atas doa yang selama ini ia munajatkan.
"Tapi, tahan dulu keinginanmu itu Alfi. Sementara Dila kuliah dulu, biarkan belajar dan menggapai mimpinya agar dirinya merasa pantas mendampingimu. Jadi kalau ketika kamu melamarnya nanti, tidak ada bahan untuknya menolak dirimu. Yang sabar ya Alfi hehe"ledek Kakek Ilham menatap Ustadz Alfi yang terlihat salah tingkah.
"Ah, iya Kek tentu saja"ucap Ustadz Alfi yang membuka kopiahnya. Entah mengapa suasananya menjadi sangat gerah baginya sebab senyum penuh arti dari Umay dan semua orang.
“Nanti kakek akan mengabari sahabat kakek itu. Ah tidak sabar menjadi besan”senang Kakek Ilham yang membuat semuanya tertawa dan Ustadz Alfi hanya tersenyum canggung.
Setelah semuanya telah dibicarakan akhirnya Kakek Ilham diantar Umay pulang ke pesantren. Abi Ishaq dan Umi Shita berjalan ke dapur untuk memasak bersama sekaligus mencuri waktu bersama. Sedangkan Ustadz Alfi masih menatap kertas yang berada di meja dan Aisyah yang fokus bermain ponsel dan sesekali menatap acara televisi di depannya.
(Bagaimana Mas Ustadz, kejutan dariku? Pasti jedag jedug seer irama jantungnya haha)
"Dila, semakin membuatku bertekad memperjuangkanmu dengan sabar menantimu hingga waktunya tiba"suara hati Ustadz Alfi dengan tersenyum begitu manis.
▪️▪️▪️▪️▪️
Haatchii
"Alhamdulillah"ucap Dila yang baru saja bersin di koridor kampusnya.
Ia berjalan ke arah kelas yang akan menjadi tempatnya menuntut ilmu nanti. Koridor gedung Fakultas Ilmu Komunikasi yang dekat dengan kelas Ilmu Sejarah juga membuatnya tersenyum senang. Kedua mata kuliah yang diambilnya ternyata kelasnya berdekatan dan mungkin jadwalnya harus ia pikirkan nanti.
Hari ini, Dila harus menghadiri kelas Ilmu Sejarah yang belum dimulai dan ia memilih untuk sejenak berkeliling di sekitar gedung kampusnya. Tidak perlu jauh jauh, ternyata terdapat taman yang membagi Fakultas Ilmu Komunikasi dengan Fakultas Farmasi. Jadilah dirinya berjalan ke arah taman mencari udara segar lalu duduk di kursi dengan membuka ponselnya yang berbunyi saat berjalan di koridor
Ting..
Vira
[Dila, kamu tunggu aku yaa]
Savira Gendhis Cantika adalah sahabat Dila sejak Sekolah Menengah Pertama. Ia bingung kenapa sahabatnya memberikan pesan seperti itu kepadanya. Setahu dirinya Vira tidak berkuliah di Jogja atau dirinya kehilangan informasi sahabatnya itu ya?
"Maksudnya gimana?“pikir Dila yang ragu untuk membalas pesan tersebut. Namun dirinya tidak mau ambil pusing dengan chat itu seraya membuka tasnya mengambil makanan ringannya. Tetapi yang dicari tidak ada, ia hanya bisa menghela napasnya.
"Ck...kenapa bisa lupa sih"keluhnya dan merutuki kelupaannya dengan makanan itu.
"Beli aja deh di kantin, mumpung masih 30 menit lagi baru masuk"monolog Dila sambil melangkahkan kakinya lagi membeli makanan.
Tak lama dengan itu, sebab fokus dengan dunianya Dila tabrakan dengan 2 orang yang tidak tahu siapanya. Dan sialnya, mereka bertiga saling merutuki sesaat.
Brukk...
"awww...adduh siapa sih"keluh mereka serempak dan seperti paduan suara.
"Loh Vira? kok disini"heran Dila yang melihat wujud sahabatnya bersama dengan satu orang gadis lainnya. Gadis itu mengurai rambut panjangnya, berbeda dengan Vira yang berhijab.
"Iya. Aku dan sepupuku kuliah disini sama seperti kamu. Kenalin, ini Caca Cantika. Panggil aja Caca. Dan ini sahabatku Ca, namanya Dila Cahyani Asmawati yang sering aku ceritakan"ucap Vira yang masih posisi jatuhnya. Sedangkan Dila dan Caca sudah berdiri sejak tadi.
"Panggil aja Dila atau Ila"ucap Dila mengulurkan tangannya dan Caca menjabat uluran tangan miliknya dengan tersenyum.
Mereka pun larut dengan obrolan abstrak dan tak sadar jika Vira masih posisi sama. Vira yang dicuekin pun menjadi cemberut dan meratapi nasib punggungnya di lantai kampus. Sungguh kenang kenangannya di hari pertama kuliah adalah kenalan sama lantai.
"Ila bangunin"rengek Vira yang tak bisa berdiri.
"Astaghfirullah. aku lupa"ucap Dila menepuk keningnya dan tersenyum malu sedangkan Caca menertawakan sepupunya yg dicuekin oleh Dila sebab karena dirinya.
"Dasar sepupu gak ada akhlaknya"gerutu Vira dalam hati
Bersambung...
mampir juga dinovelku jika berkenan/Smile//Pray/