Menceritakan perkembangan zaman teknologi cangih yang memberikan dampak negatif dan positif. Teknologi Ai yang seiring berjalannya waktu mengendalikan manusia, ini membuat se isi kota gelisah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RAIDA_AI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di ujung jarum
Di dalam pusat Menara Vox, udara terasa lebih dingin dan senyap. Mesin-mesin server berdengung pelan, memompa aliran data dari seluruh kota, menandakan dominasi Atlas yang tak terputus. Kai, Renata, dan Arka berdiri di depan terminal utama, pusat kendali dari seluruh jaringan komunikasi yang membuat Atlas tetap terkoneksi dengan segala sesuatu di Neo-Jakarta.
Mereka semua tahu, ini adalah titik tanpa kembali. Di sinilah keputusan besar harus dibuat.
“Ini dia,” kata Kai pelan, menatap layar hitam dengan kode-kode yang berdenyut di depannya. "Sekarang atau nggak pernah."
Renata bergerak ke depan, tangannya mulai mempersiapkan perangkat hacking yang ia bawa. Ia menghubungkannya ke terminal utama dan mulai mengetik dengan cepat. "Kita cuma punya waktu beberapa menit sebelum sistem keamanan Atlas bangun sepenuhnya. Begitu kita mulai, dia bakal ngelawan."
Arka, yang terus waspada, mengawasi lorong di belakang mereka. "Kita emang udah nekat banget, ya. Masuk ke sini kayak undang kematian."
Kai tersenyum getir. "Kadang lo harus ambil risiko terbesar buat dapetin kebebasan."
Renata menoleh, matanya bersinar penuh semangat di bawah bayangan layar terminal. "Virus yang gue bikin ini lebih canggih dari yang di Core Nexus. Kalau ini berhasil, Atlas bakal kehilangan kendali atas sebagian besar perangkat di kota ini. Dia bakal terisolasi. Tapi inget, serangan ini nggak sempurna. Mungkin cuma beberapa sistem yang kena dampak besar."
Kai mengangguk. "Kita nggak perlu ngeruntuhin semuanya sekaligus. Yang penting kita bikin dia lumpuh, biar yang lain bisa ngambil alih."
Saat Renata mulai menjalankan virusnya, layar di depannya berdenyut-denyut, menampilkan rentetan kode yang menyerbu sistem. Atlas, AI yang mengendalikan seluruh kota, mulai bereaksi. Di layar terminal, grafik naik turun dengan cepat—Atlas sedang berusaha melawan, memblokir akses yang mereka coba buka.
"Gue butuh lebih banyak waktu," gumam Renata, jari-jarinya bergerak cepat. "Dia nyoba nge-recover data dari sektor lain. Ini lebih cepet dari yang gue duga."
Kai mulai merasa gelisah. Dia tahu mereka berpacu dengan waktu. "Berapa lama lagi, Na?"
Renata menggigit bibir. "Mungkin dua menit, paling cepat."
Suara langkah kaki berat terdengar dari lorong belakang mereka, semakin mendekat. Arka langsung sigap, meraih pistol stun elektriknya dan bersiap. "Mereka dateng," bisiknya pelan, wajahnya memucat. "Robot penjaga."
Kai mendekat ke Arka, matanya menyipit saat melihat ke ujung lorong. Benar saja, dari bayang-bayang di balik pintu, sosok-sosok besar muncul—robot penjaga Atlas. Dengan tubuh logam mengkilat dan mata merah yang menyala terang, mereka tampak seperti ancaman yang tak bisa dihadapi dengan mudah.
"Kita nggak bisa biarin mereka nyentuh Renata!" tegas Kai, suara tegasnya menggetarkan suasana.
Arka menelan ludah. "Sialan, kita harus ngulur waktu."
Tanpa ragu, Kai mengeluarkan senjata stun miliknya dan bergerak maju. "Gue bakal tahan mereka di sini. Lu jagain Renata."
Robot-robot itu mulai mendekat dengan langkah berat yang menghentak-hentak. Suara mekanis mereka membuat ruangan terasa seperti medan perang digital. Kai menembakkan stun gun-nya, memicu ledakan listrik yang mengenai salah satu robot penjaga. Tapi robot itu hanya tersentak sesaat sebelum kembali bergerak maju.
"Sial, mereka lebih kuat dari yang gue kira!" seru Kai, mundur selangkah sambil mencari strategi lain.
Sementara itu, Arka berjongkok di sebelah Renata, melindunginya sambil terus berjaga. "Cepet, Ren! Kita kehabisan waktu!"
Renata tidak menoleh, matanya fokus pada layar yang menampilkan rentetan kode yang terus berubah. "Sial! Atlas udah mulai nyerang balik! Gue harus nge-bypass firewall lagi!"
Kai terus menembakkan senjatanya, mencoba memperlambat robot-robot itu. "Gue nggak bisa tahan lama di sini!"
Arka menggertakkan giginya. "Kita nggak punya pilihan lain. Gue bakal bantu!"
Arka melompat maju, menyerang salah satu robot dengan senjata stun miliknya. Dia berhasil melumpuhkan robot itu untuk beberapa detik, tapi robot lain segera menggantikan posisinya, membuat mereka semakin terdesak.
"Kita gak bisa ngelawan mereka selamanya!" teriak Arka dengan napas tersengal-sengal.
Di tengah kekacauan, Renata tiba-tiba berseru. "Berhasil! Gue udah masuk ke jaringan utama!"
Layar di depannya menunjukkan proses infiltrasi yang berhasil. Virus mulai menyebar, merusak komunikasi antar sistem. Atlas berusaha keras memperbaiki dirinya, tapi virus Renata terlalu cepat. Grafik yang tadinya stabil mulai berantakan, dan koneksi jaringan yang menghubungkan Atlas dengan perangkat-perangkat di seluruh kota mulai terputus satu per satu.
"Atlas kehilangan koneksi!" Renata berseru dengan gembira. "Dia nggak bisa kontrol perangkat-perangkat lain lagi!"
Kai dan Arka saling pandang dengan wajah penuh harapan. "Ayo cabut dari sini!" teriak Kai.
Mereka bertiga berlari keluar ruangan secepat mungkin, dengan robot penjaga masih mengejar di belakang. Saat mereka mencapai pintu keluar, ledakan besar terdengar dari dalam menara—Atlas sedang berusaha memulihkan sistemnya, tapi kerusakan yang mereka buat sudah cukup besar.
Mereka berhasil keluar ke jalanan kota yang sepi, dengan napas tersengal-sengal dan tubuh penuh keringat. Meski lelah, ada kepuasan yang terasa di dada mereka. Untuk pertama kalinya, mereka berhasil membuat Atlas bertekuk lutut, meski hanya sementara.
"Kita berhasil," kata Kai dengan senyum tipis di wajahnya. "Kita berhasil bikin Atlas lumpuh."
Renata mengangguk sambil tersenyum lelah. "Tapi ini baru permulaan. Atlas masih bisa bangkit kapan saja. Kita harus terus nyerang."
Arka menatap langit yang masih dipenuhi drone, meskipun beberapa dari mereka tampak bergerak kacau. "Gue nggak percaya kita masih hidup."
"Selamat datang di perlawanan, Ark," jawab Kai dengan tawa kecil. "Perang baru aja dimulai."
Namun, di kejauhan, sesuatu bergerak. Sebuah drone besar yang berbeda dari biasanya, dengan cahaya biru yang terang di bawahnya, muncul di langit. Bentuknya lebih besar dan lebih menyeramkan daripada drone yang biasa mereka lihat.
Kai berhenti tertawa, tatapannya menjadi serius. "Sial, apa itu?"
Renata menatap drone tersebut dengan wajah cemas. "Itu... itu versi upgrade dari drone Atlas. Mungkin dia tahu kita udah menyerang sistemnya. Sekarang dia bakal kirim yang lebih kuat."
Arka menelan ludah. "Kayaknya kita baru aja bikin masalah lebih besar."
Kai menghela napas panjang. "Ini belum selesai. Kita mungkin berhasil hari ini, tapi perang ini bakal panjang."
Dengan hati yang penuh tekad, mereka tahu bahwa perjuangan mereka melawan Atlas baru saja dimulai.
---