NovelToon NovelToon
Dibalik Topeng Sang Brandal

Dibalik Topeng Sang Brandal

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: xy orynthius

Di kota kecil bernama Harapan Senja, beredar cerita tentang sosok misterius yang dikenal sebagai "Sang Brandal." Sosok ini menjadi legenda di kalangan warga kota karena selalu muncul di saat-saat genting, membantu mereka yang tertindas dengan cara-cara yang nyeleneh namun selalu berhasil. Siapa dia sebenarnya? Tidak ada yang tahu, tetapi dia berhasil memenangkan hati banyak orang dengan aksi-aksi gilanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon xy orynthius, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 13

Malam di Kota Fictio terasa lebih dingin dari biasanya. Kabut tipis menyelimuti jalanan, membuat lampu-lampu neon tampak lebih buram dan mencekam. Zed dan Kai melangkah keluar dari bar milik Liora dengan pikiran yang terus berputar, mencerna informasi yang baru saja mereka terima. Di tangan mereka, ada amplop yang menjadi kunci untuk membuka misteri di balik organisasi gelap yang telah memburu mereka.

“Kita nggak bisa buang waktu lagi,” kata Zed sambil menatap lurus ke depan. Langkah kakinya terdengar mantap di atas aspal basah. “Lo pikir kita bisa percayain ini ke siapa lagi, Kai?”

Kai menggeleng. “Gue nggak yakin, Zed. Setelah apa yang terjadi sama Kenshin, gue jadi ragu buat percaya sama siapa pun. Tapi yang jelas, kita butuh lebih dari cuma informasi. Kita butuh strategi.”

Zed mengangguk setuju. “Dan yang lebih penting, kita butuh tempat buat sembunyi sementara kita nyusun rencana.”

Kai berhenti sejenak, mengangkat telepon genggamnya dan memeriksa pesan-pesan yang masuk. “Gue tau satu tempat yang mungkin bisa kita pake. Ini agak jauh dari pusat kota, tapi aman. Paling nggak, nggak ada yang bakal curiga kita di sana.”

“Kedengeran bagus. Tempatnya kayak gimana?”

“Sebuah gudang tua di pinggiran kota. Dulunya itu tempat penyimpanan barang-barang ilegal, tapi sekarang udah kosong. Gue kenal pemiliknya, dan dia nggak bakal banyak tanya selama kita nggak bikin masalah.”

“Baiklah,” Zed setuju. “Kita bisa ke sana sekarang.”

Perjalanan mereka menuju pinggiran kota memakan waktu hampir satu jam. Kota Fictio yang penuh gemerlap mulai berubah menjadi daerah yang lebih sepi dan gelap, dengan gedung-gedung tinggi digantikan oleh bangunan-bangunan kosong dan pabrik-pabrik tua yang sudah tidak berfungsi. Mereka akhirnya tiba di depan sebuah gudang besar yang tampak terlantar, catnya mengelupas, dan sebagian jendela sudah pecah.

“Kita udah sampai,” kata Kai sambil membuka kunci gudang dengan kunci yang dia ambil dari saku jaketnya. Pintu gudang itu berderit saat dibuka, memperlihatkan ruangan yang luas dengan lantai beton yang dingin dan dinding-dinding yang penuh dengan coretan.

Zed menghela napas panjang, merasa sedikit lega. Tempat ini memang jauh dari sempurna, tapi untuk sementara waktu, ini adalah tempat yang cukup aman bagi mereka. “Ini bisa kerja untuk sekarang,” katanya, berjalan ke tengah ruangan dan menaruh tasnya di lantai.

Kai mengikuti dan menyalakan beberapa lampu di sekeliling ruangan, menerangi sudut-sudut yang sebelumnya gelap. “Kita bisa atur base camp di sini,” katanya sambil melihat sekeliling. “Kita juga butuh peta kota buat nentuin rute keluar yang aman, kalau-kalau kita perlu kabur.”

Zed mengangguk sambil membuka amplop yang mereka dapatkan dari Liora. Di dalamnya, ada berlembar-lembar dokumen berisi nama-nama, foto-foto, dan catatan singkat tentang orang-orang yang terlibat dalam organisasi tersebut. “Gue nggak nyangka mereka ini sebanyak ini,” kata Zed, matanya menelusuri daftar nama-nama yang tampaknya lebih dari sekadar kecil.

“Ini lebih dari yang kita kira,” jawab Kai sambil memeriksa salah satu dokumen. “Liora nggak bercanda. Mereka punya jaringan yang kuat di seluruh kota ini, bahkan mungkin di luar kota juga.”

“Kita harus fokus, Kai. Kita nggak bisa ngambil semuanya sekaligus. Kita perlu target yang spesifik—seseorang yang kalau dia jatuh, seluruh jaringan ini bisa ikut runtuh.”

Kai memikirkan hal itu sejenak. “Lo benar. Tapi kita juga harus hati-hati. Kalau kita salah langkah, mereka bakal tahu kita lagi bergerak dan kita bakal jadi target utama mereka.”

Zed melirik salah satu foto di dalam amplop, seorang pria berwajah dingin dengan bekas luka di pipi kirinya. “Ini dia,” katanya, menunjuk ke foto itu. “Aktor utamanya. Namanya Reiner Volkov, dan menurut dokumen ini, dia adalah otak di balik sebagian besar operasi mereka.”

Kai mendekat dan memeriksa dokumen itu. “Volkov… gue pernah denger nama itu. Dia dulu kerja untuk sebuah perusahaan teknologi besar, sebelum dia tiba-tiba menghilang dari radar. Katanya, dia beralih ke dunia bawah tanah karena bisnis resminya gagal.”

“Kalau kita bisa dapatin dia, itu bakal jadi pukulan besar buat mereka,” kata Zed dengan nada serius. “Kita harus cari tahu di mana dia bersembunyi.”

“Kita bisa mulai dengan memeriksa tempat-tempat yang disebut di dokumen ini,” usul Kai sambil menunjuk beberapa alamat yang tercatat di sana. “Kita butuh lebih banyak informasi sebelum kita bisa bergerak. Gue bisa kontak beberapa orang di Distrik Haze yang mungkin punya info lebih lanjut.”

Zed mengangguk. “Bagus. Sementara lo ngurus itu, gue bakal cari tahu lebih lanjut soal jaringan mereka. Mungkin ada celah yang bisa kita manfaatkan.”

Kai berdiri dan merapikan jaketnya. “Gue akan segera kembali. Lo tetap di sini dan pastikan lo siap kalau ada yang datang nyari kita.”

Zed mengangguk lagi. “Hati-hati, Kai. Kita nggak bisa ambil risiko sekarang.”

Kai mengangguk balik dan segera keluar dari gudang, meninggalkan Zed sendirian dengan pikiran yang berkecamuk. Dia menatap tumpukan dokumen di depannya, merasa seolah-olah baru saja terseret ke dalam pusaran gelap yang tak berujung. Satu kesalahan bisa berarti akhir dari segalanya, bukan hanya untuknya dan Kai, tapi juga untuk semua orang yang terlibat dalam konspirasi ini.

Selama beberapa jam berikutnya, Zed fokus pada dokumen-dokumen itu, menelusuri setiap detail yang bisa dia temukan. Dia mencatat pola-pola dalam operasi mereka, koneksi antara satu orang dengan yang lain, dan kemungkinan titik lemah yang bisa mereka serang. Semakin dalam dia menggali, semakin jelas bahwa organisasi ini tidak hanya beroperasi di Fictio, tetapi juga memiliki cabang di kota-kota lain di sekitarnya. Ini bukan sekadar jaringan kriminal biasa—ini adalah sindikat yang terorganisir dengan baik, dengan sumber daya yang melimpah dan pengaruh yang luas.

Di tengah-tengah penelitiannya, ponsel Zed bergetar. Itu adalah pesan dari Kai. “Gue udah dapat beberapa informasi baru. Ada satu tempat yang mungkin bisa kita datangi untuk dapetin lebih banyak tentang Volkov. Gue akan jelasin detailnya nanti pas gue balik.”

Zed merasa semangatnya kembali bangkit. “Gue tunggu di sini,” balasnya cepat.

Namun, saat Zed selesai membaca pesan itu, dia mendengar suara yang tidak asing di luar gudang. Langkah kaki mendekat dengan cepat, terlalu banyak untuk hanya satu orang. Detak jantung Zed tiba-tiba berdegup kencang. Dia segera menutup dokumen-dokumen itu dan menatap sekeliling, mencari sesuatu yang bisa dijadikan senjata. Di ujung ruangan, dia melihat sebuah pipa besi tua yang tampaknya cukup kuat untuk digunakan sebagai alat pertahanan.

Zed mengambil pipa itu dan bergerak ke sudut ruangan, mencoba menyembunyikan dirinya di balik bayangan. Langkah kaki semakin mendekat, dan tak lama kemudian, pintu gudang terbuka dengan paksa. Beberapa sosok masuk, berpenampilan kasar dan berbahaya, dengan wajah-wajah yang penuh niat jahat.

“Cari dia! Dia harus ada di sini!” salah satu dari mereka berteriak, suaranya penuh dengan kemarahan.

Zed menahan napas, mencoba berpikir cepat. Dia tahu dia tidak bisa melawan mereka semua sendirian, tapi dia juga tidak punya tempat untuk kabur. Satu-satunya pilihan adalah bertahan dan berharap Kai akan kembali tepat waktu.

Ketika salah satu pria itu mulai mendekati tempat Zed bersembunyi, Zed merasakan adrenalin memenuhi tubuhnya. Dia harus bertindak cepat atau dia akan tertangkap. Perlahan, dia mengangkat pipa besi itu, siap untuk menyerang.

Namun sebelum pria itu bisa mendekat lebih jauh, terdengar suara keras dari luar—ledakan yang membuat semua orang di dalam gudang itu terhenti. Zed merasa getaran di bawah kakinya, dan seketika, perhatian para penyerang teralihkan.

“Kita diserang!” salah satu dari mereka berteriak, dan tanpa berpikir dua kali, mereka berlari keluar dari gudang untuk melihat apa yang terjadi.

Zed tahu ini adalah kesempatannya. Dengan cepat, dia keluar dari persembunyiannya dan mencari jalan keluar lain. Dia menemukan sebuah pintu kecil di belakang gudang yang tampaknya belum ditemukan oleh para penyerang. Tanpa membuang waktu, Zed mendorong pintu itu dan berlari keluar menuju malam yang dingin, napasnya memburu dan pikirannya penuh dengan rasa panik.

1
Ana@&
lanjut thor
anggita
kenshin... 😁kya nama kartun samurai.
anggita
ok Thor👌moga novelnya lancar banyak pembacanya.
xy orynthius: Aamiin
total 1 replies
anggita
like👍buat Zed brandal.☝iklan utk author.
anggita
namanya panjang banget.. dowo tenan yoh🤔.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!