NovelToon NovelToon
Penyesalan

Penyesalan

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Cinta Paksa / Cinta Seiring Waktu / Mengubah Takdir
Popularitas:4.9k
Nilai: 5
Nama Author: Lianali

Semua itu karena rasa ego. Ego untuk mendapatkan orang yang dicintai, tanpa berfikir apakah orang yang dicintai memiliki perasaan yang sama.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lianali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 12

"sabar Zara, secuek cueknya Mas Adam tapi kamu tetap suka juga kan?" ujarku kepada diriku sendiri, seraya mengelus elus dadaku. Kemudian beranjak ke ruang peralatan untuk menyimpan semua peralatan yang baru saja kupakai untuk membersihkan rmah ini.

Kutatap jarum jam menunjukkan pukul 10.30, ini masih sempat untuk melaksanakan sholat duha. Aku pun dengan segera, membersihkan diri dan mengambil wudu. Sayang jika waktu luang tidak digunakan untuk beribadah atau hal baik lainnya.

Setelah selesai melaksanan sholat duha, aku membaca selembar dua lembar ayat suci Al-Qur'an. Tak lupa aku juga membca terjemahannya, aku bukan lulusan pesantren, jadi aku tidak tahu bahasa Arab. Jadi, jika aku ingin mengerti apa maksud dari yang kubaca, maka aku akan membaca arti dan tafsirnya.

Semakin kubaca, semakin aku yakin bahwa Allah itu memang ada. Ia ada untuk hamba-hamba-Nya yang beriman.

"Tok...tok..."

"Assalamu'alaikum..." Itu suara Mas Adam, aku dengan segera mengakhiri aktivitas ku membaca Al-Qur'an.

"Wa'alaikumussalam, iya tunggu Mas Adam" ujarku dari dalam kamar, kemudian melepas mukenahku, dan dengan cepat memakai jilbab instan ku, setelah itu aku langsung membuka pintu kamarku, aku tak mau Mas Adam menunggu lama.

"Iya kak... Ada apa..." ujarku, Mas Adam menatapku malas. Apa ada masalah?

"Ibu menyuruh kita untuk menghadiri acara khitanan anak sepupuku, besok di Palembang." ujar Mas Adam, melipatkan kedua tangannya di dada.

"Lalu bagaimana Mas. Apakah kita akan pergi bersama ke sana, atau hanya mas seorang?" Aku bertanya, ku kira mas Adam tak akan Sudi jika berangkat berbarengan denganku.

"Aku malas menghadiri undangan itu," ucapnya, aku mengangguk, aku paham Mas Adam pasti malas karena harus membawaku ikut serta dengannya. Tetapi, bukankah ia bisa pergi sendiri.

"Mas Adam bisa pergi sendiri, jika seandainya Mas Adam malas membawaku ikut serta," ucapku, aku tidak ingin hanya karena ku maka Mas Adam terhambat untuk bersilaturahmi dengan keluarganya.

mas Adam menatapku dalam dalam. Astaga tatapan itu lagi. Aku harus menunduk nih, meski sudah halal, tapi tetap saja aku tidak mampu beradu pandang degan kak Adam, suamiku sendiri.

"Kita itu sudah menikah Zara, apa kata keluarga ku nanti kalau aku pergi sendiri. Yang ada mereka mengira kita tidak baik baik saja,"

Tapi memang kenyataannya kita tidak baik baik saja kan kak? .

"Begini saja, mulai sekarang kamu harus latihan memanggilku dengan sebutan ' sayang, atau baby," ujar Mas Adam, yang membuatku tak kuasa menahan tawaku.

Aku tertawa terbahak bahak, astaghfirullah. Apa jadinya jika aku memanggil Mas Adam dengan sebutan itu, apalagi panggilan baby, itu sangat menggelikan.

"Ayolah Zara, kamu tidak bisa tertawa begitu. Ini serius,"

"Apa Mas serius?" tanyaku dengan wajah dan nada serius.

"Ya" ucapnya cuek.

"Baiklah, kita latihan kapan?" ucapku, ia mengerutkan kening. Lama kami terdiam, Mas Adam diam aku pun diam. Bukankah dia pemimpin, jadi biarlah dia yang memutuskan.

"Acaranya dua hari lagi, jadi kita latihan mulai nanti, setelah makan siang," ujarnya, aku mengangguk setuju.

"Ya sudah aku balik ke kamarku dulu," ujarnya, aku mengangguk.

*****

"Sa...yang...." Mas Adam mengeja, sesulit itukah memanggil sayang kepada istrinya sendiri.

"Sayang...." Ujarku malas, ini sudah percobaan ke berapa dan kami masih saja kaku. Padahal tinggal memanggil sayang, tetapi mengapa bagi mas Adam bisa terasa sesulit itu.

"Kamu kok gitu, kamu tidak mau latihan ya?" ucap Mas adam marah, mungkin karena melihatku yang sudah bersandar malas di sofa.

Bukannya malas, tapi aku hampir saja menyerah, sedari tadi Mas Adam tidak bisa memanggilku dengan sebutan 'sayang' dengan lancar layaknya orang orang.

"Bukan nggak mau latihan Mas, tapi kita sudah hampir 1 jam loh cuman latihan manggil sayang, " ujarku, Mas Adam yang tadinya berdiri kini duduk lemas di hadapan ku. Ia meneguk segelas jus jeruk yang ada di hadapannya.

"Sayangg..." Ucapnya lagi

"Apa?" sahutku.

"Siapa yang manggil kamu, orang aku mau bilang sayang jus jeruknya udah nggak dingin lagi," protes Mas Adam. Ya udah deh, terserah dia saja.

"Selanjutnya kita akan latihan berjalan dan pegangan tangan layaknya suami istri" ujar Mas Adam, aku mengangguk saja sambil memainkan ponselku. Aku membalas chat teman satu kerjaku dulu, mereka bilang mereka rindu padaku.

"Oh jadi begini adab seorang istri, ketika berbicara dengan suaminya..." Sindir Mas Adam, seraya meneguk jus jeruk terakhirnya, tak lupa dia menatapku tajam seperti biasanya.

"Iya maaf Mas, aku lagi bales chat temen" ujarku, kemudian meletakkan ponselku di atas meja. Aku dan temenku masih chatingan, tapi demi mas Adam aku pun segera mematikan hpku.

"Ya sudah kita latihan mulai sekarang," ujar mas Adam, seraya berdiri aku pun ikut berdiri.

Mas Adam mengulurkan tangannya padaku, aku ragu ragu untuk menyambut tangannya. Sebelumnya aku tak pernah bersentuhan dengan mas Adam. Ini untuk pertama kalinya.

"Mas Adam yakinnn?" tanyaku, aku tahu bagaimana Mas Adam tak menyukaiku, aku ragu.

"Ini hanya latihan untuk menghadiri pesta khitanan keponakanku, setelah itu tak ada lagi," ujarnya, dengan tangan masih melayang di udara, menunggu ku sambut dengan tanganku. Aku ragu ragu mengangkat tanganku.

"Sudahlah jangan lama" ujarnya seraya meraih paksa tanganku, yang membuatku serasa kesetrum listrik. Aku bisa merasakan tangannya yang hangat menggenggam erat tanganku. Ini adalah untuk pertama kalinya dalam hidupku, bersentuhan dengan kak Adam. Rasanya aku mau pingsan saja.

Gelap

Aku tak sadarkan diri.

*****

"Di mana aku?" tanyaku seraya mengerjai erjapkan mataku, terasa cahaya terang menusuk pandanganku.

"Di ruang tamu, kamu barusan pingsan, dan baru sadar," aku menoleh ke arah sumber suara, itu suara milik Mas Adam. Mas Adam tengah duduk di sofa dengan punggung bersandar. Dan kaki sedikit mengangkang. Tidak ramah sekali.

Aku pun berusaha bangkit sendiri dari sofa, ya aku bangkit sendiri. Mas Adam sedikitpun tak membantuku. Ia sama sekali tidak prihatin kepadaku.

"Kamu kok bisa pingsan sih? Belum makan, atau ada hal lain?" tanya mas Adam, aku menatapnya malas. Dia tidak ada lembut lembutnya sama sekali, padahal bicara pada istri sendiri. Dia tidak tahu apa, aku pingsan juga karena dia. Karena tubuhku kesetrum saat tangannya menggenggam tanganku.

"Entahlah aku seperti sedikit kurang enak badan saja," ujarku

"Ohhh, padahal kita harus latihan, takutnya malah di acara khitanan besok lusa kita malah bongkar kartu lagi. Kalau kita sedang tak baik baik saja," ujar mas Adam, aku menunduk.

"Ya sudahlah kamu istirahat saja di kamarmu, aku mau pergi sebentar ke luar cari angin. Kalau kamu sudah merasa baikan, dan sudah bisa untuk latihan lagi, kamu segera hubungi aku. Kita tak bisa mengulur waktu lama, sebab besok pagi kita sudah berangkat ke rumah ibu. " Ujar mas Adam, aku mengangguk. Mas Adam benar kami tak punya banyak waktu untuk latihan, sebab jarak tempuh antara rumah mas Adam dengan rumah ibunya menghabiskan waktu 2 jam perjalanan, dan dari rumah ibunya ke rumah sepupunya menghabiskan waktu 1 jam. Jadi memang kami harus berangkat lebih awal agar tidak kelelahan saat acara.

Setelah berucap demikian, mas Adam pun pergi meninggalkan begitu saja. Ia bahkan tak memapahku masuk ke damar kamarku untuk istirahat. Untung aku masih bisa jalan sendiri, kalau tidak tak Taulah bagaimana jadinya.

"Dert...dert...." Suara ponselku berbunyi, aku pun meraih ponselku. Itu chat dari Mas Adam.

[Mau aku belikan obat apa?] - Mas Adam

Aku tersenyum kecil. Ternyata Mas Adam diam-diam perhatian juga terhadapku.

[Beli Paracetamol saja] - balasku, padahal aku mendadak merasa baikan ketika membaca chatnya. Tapi mumpung dia perhatian, tidak ada salahnya juga untuk menerima maksud baik dari suami sendiri.

[Ya elahhh, kalau cuman Paracetamol doang mah ada tuh di lemari dekat dapur. Kamu lihat saja di situ, ada tulisannya kotak P3k] - Mas Adam.

Aku meremas hpku, ingin rasanya ku gigit saja Mas Adam. Jika tidak cuek, ya galak, enggak ada manis manisnya sama istri sendiri.

Astaghfirullah, sabar Zara, Sabar...

[Iya mas, makasih] balasku, dan centangku hanya centang dua berwarna abu abu yang tak kunjung membiru.

1
Tiawa Mohamad
kenapa ceritanya gantung lanjut thor
shanum
sampai sini dlu, mampir di "cinta dibalik heroin"
Ariani Indah Utami
?
Ariani Indah Utami
...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!