Bagaimana rasanya menikah dengan orang yang tidak kita kenal?
Baik Arsya maupun Afifah terpaksa harus menerima takdir yang telah di tetapkan.
Pada suatu hari, ayah Afifah di tabrak oleh seorang kakek bernama Atmajaya hingga meninggal.
Kakek tua itupun berjanji akan menjaga putri dari pria yang sudah di tabraknya dengan cara menikahkannya dengan sang cucu.
Hingga pada moment di mana Afi merasa nyawanya terancam, ia pun melakukan penyamaran dengan tujuan untuk berlindung di bawah kekuasaan Arsya (Sang suami) dari kejaran ibu mertua.
Dengan menjadi ART di rumah suaminya sendirilah dia akan aman.
Akankah Arsya mengetahui bahwa yang menjadi asisten rumah tangga serta mengurus semua kebutuhannya adalah Afi, istrinya sendiri yang mengaku bernama Rere?
"Aku berteriak memanggil nama istriku tapi kenapa kamu yang menyahut, Rere?" Salah satu alis Arsya terangkat.
"Karena aku_" Wanita itu hanya mampu berucap dalam hati. "Karena aku memang istri sahmu, pak Arsya"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 12
Begitu sang mama bersama Silvia meninggalkan rumah, Arsya bergegas menghubungi asistennya untuk mencari tahu kondisi Afifah. Arsya merasa kalau Afi sudah menjadi tanggung jawabnya, itu sebabnya dia sedikit khawatir.
Setelah tersambung dengan Beno, tanpa basa basi Arsya langsung memintanya untuk menghubungi nomor Afifah.
Dia yang tak sabar menunggu kabar dari Beno, memberanikan diri untuk menelfon Afi yang sudah sejak lama nomornya ia simpan di kontaknya.
Nihil, ponsel Afi sedang berada di luar jangkauan, membuat perasaan Arsya kian di rundung kecemasan.
Takut kalau apa yang Prilly katakan memang benar. Afifah, pergi entah kemana.
"Dimana dia, kenapa nomornya nggak aktif?" Arsya Berdecak seraya menyugar rambutnya. Feelingnya semakin di perkuat ketika satu pesan singkat dari Beno masuk ke ponselnya.
Beno : "Bos, rumah nona Afi kosong, kata tetangga sudah sekitar lima hari tidak di tempati. Salah satu tetangga juga sempat melihat Afi pergi dengan membawa koper"
"Ahh.. Sial!" Ia membanting ponselnya ke atas kasur, kemudian berkacak pinggang dengan perasaan kian putus asa.
"Pergi kemana dia?"
Mendadak ponsel yang ia lempar barusan berkedip. Ia langsung meraihnya lalu menempelkannya di salah satu telinganya.
"Iya, Ben?"
"Bos, nona Afi pergi dari rumah"
"Kemana dia?"
"Saya masih belum tahu karena semua tetangganya tidak ada yang tahu nona kemana"
"Cari dia sampai ketemu"
"Bagaimana kita mencarinya, tidak ada satupun yang tahu"
"Sebar fotonya di media sosial, bila perlu kasih imbalan buat mereka yang menemukannya"
"Tapi masalahnya tidak ada yang memiliki foto nona"
"Ya Tuhan, Beno!! Kenapa dari kemarin-kemarin kamu tidak memintanya?"
"Bos sendiri yang bilang tidak perlu, bos yang akan mendatangi rumahnya sendiri"
"Tanyakan ke Shema!" Pekik Arsya.
"Sudah saya lakukan, bos. Dia tidak tahu, dia juga sudah berada di Singapura"
"Oh, astaga...!"
"*Oh ya bos, Shema bilang ponselnya di sadap oleh bu Prilly, informasi apapun yang di kirim Shema, p*asti bu Prilly akan tahu"
"Untuk apa mamah melakukan itu?"
"Bu Prilly tidak mengizinkannya ikut campur urusan bos, apalagi urusan pribadi. Sepertinya beliau memang tidak suka dengan pernikahan bos Arsya dan juga nona"
"Iya, itu memang benar, tapi kenapa mamah sampai menyadap ponsel Shema?"
Beno hanya diam tak merespon. Ia sendiri belum menyelidikinya mengingat selama beberapa hari ini, ia di sibukkan oleh tugas Shema di perusahaan.
"Pokoknya cari Afi bagaimanapun caranya" Perintah Arsya.
"Baik bos, saya sudah menemukan satu nama yang bisa memberikan informasi mengenai nona"
"Siapa?"
"Ririn, bos. Dia satu-satunya teman nona yang sangat di percaya"
"Bagus, bawa dia ke hadapan saya besok pagi!"
"Tapi sekarang dia sedang berada di Bandung"
"Ada-ada saja!" Geram Arsya menyentakkan genggaman tangannya. "Kapan dia kembali?"
"Kurang lebih dua sampai tiga hari lagi"
"Selama itu? Cari jalan lain selagi kita menunggunya"
"Siap!! Tapi bos, apakah ini ada hubungannya dengan bu Prilly?"
"Apa maksudmu?"
"Sebelumnya maaf kalau saya lancang" Ujar Beno sedikit ragu sebenarnya. "Mungkinkah nona mendapat tekanan dari bu Prilly, sehingga dia memilih pergi dari rumah? Atau mungkin memang bu Prilly yang memintanya meninggalkan kota ini karena tidak ingin bos bersamanya"
"Tidak mungkin, Ben. Seharian ini mamah juga diam-diam mendatangi rumah Afi, dan mamah sama sekali tidak mendapatkan informasi apapun"
"Itu dia, bos. Bisa jadi ini drama bu Prilly supaya seakan-akan bukan beliau pelakunya"
"Kamu mencurigai mamah, Ben?"
"Maaf bos, hanya spekulasi saya saja, maaf"
Pria itu mendesah lirih. Berusaha keras menyangkal prasangka sang asisten.
"Kamu kembali saja ke apartemen, ini sudah malam, istirahatlah! Besok kita fikirkan sama-sama"
"Baik, bos"
"Oh, ya!" Ucap Arsya sebelum memutus panggilannya. "Datang kesini pagi-pagi sekalian sarapan di sini. Nanti akan ku suruh Rere memasak"
"Siap!"
"Hati-hati!" Meski nadanya terdengar datar, namun itu salah satu kebaikan Arsya kepada bawahannya.
Pria itu, benar-benar tak mewarisi sifat buruk mamahnya.
Tentu saja, sebab pria itu tak seratus persen berada di bawah pengasuhan Prillya. Saat kecil, Arsya justru lebih sering mengahabiskan waktu bersama Birawa, Meta, Adam serta Dinda.
***
Jam sudah menunjuk di angka sebelas malam, Arsya yang masih belum bisa memejamkan mata, beranjak dari kamar dan menuju hendak ke luar mencari udara segar.
Ia berharap angin malam yang terasa begitu sejuk, mampu mendinginkan fikirannya yang terlampau kalut.
"Afifah!!!" Teriaknya, mencoba melepas beban yang merongrong di hatinya.
Rere yang sudah tertidur pulas, seketika terbangun mendengar teriakan Arsya.
Dengan kondisinya yang baru bangun tidur karena kaget, membuat otaknya tak dapat berkonsentrasi.
Ia pun berlari dengan gugup mencari keberadaan Arsya.
"Pak Arsya memanggil saya?" Tanya Afi saat dia sudah berada tepat di belakang Arsya.
Detik itu juga Arsya pun membalikkan badannya.
"Rere! Kamu kebangun?"
"Bapak memangil saya, tadi"
Tak mengerti dengan ucapan sang Asisten, pria itu mengerutkan kening.
"Aku nggak panggil kamu"
"Tadi saya dengar pak Arsya memanggil nama saya"
"Saya manggil nama istri saya, kenapa kamu yang menyahut?"
Persekian detik, fokus Afi kembali normal.
"Maaf, pak. Mungkin saya mengigau"
Arsya yang mendengarnya langsung tersenyum tipis. Bukan soal Rere yang mengigau, dia tersenyum karena melihat Rere yang penampilannya acak-acakkan, tapi justru terlihat sangat menggemaskan.
"Kenapa pak Arsya ketawa? Apa ada yang aneh dengan saya"
"Rambut kamu, tuh. Acak-acakkan" Kata Arsya, melirik ke atas kepala Afi.
Dengan cepat Afi pun melepas gulungan rambutnya, dan berniat menggulung ulang supaya lebih rapi.
"Nggak usah di gulung-gulung gitu, nanti malah rusak. Dengan rambut tergerai, kamu tampak lebih baik kok"
Ahh.. Mungkin pipi Afi sudah memerah mendapat pujian dari Arsya. Sayangnya pria itu tak tahu kalau perempuan yang ia puji adalah istrinya.
"Pak Arsya bisa, saja" Ujar Afi malu-malu.
"Saya serius. Saya akan bilang baik kalau itu memang tampak baik di mata saya, begitu pula sebaliknya. Saya akan katakan buruk kalau memang itu buruk, jadi tenang ini bukan modus"
Afi tersenyum..
Lalu hening sesaat.
"Ngomong-ngomong sedang apa pak Arsya di sini? Ini sudah malam, setahu saya udara malam nggak begitu baik buat kesehatan"
Sebelum menjawab, pria itu mendengkus lirih, ia memasukkan tangannya ke dalam saku celana, lalu melempar pandangannya ke atas langit.
"Ku pikir aku akan bertemu istriku besok, tapi tidak"
"Kenapa?" Tanya Afi ingin tahu.
"Dia pergi entah kemana, dan kepergiannya benar-benar tak ada seorang pun yang tahu"
Jadi pak Arsya benar-benar sudah tahu kalau aku meninggalkan rumahku?
Sorot mata Afi tak lepas dari wajah pria yang terlihat sangat tampan.
Aku yakin pak Arsya langsung menghubungi pak Beno setelah bu Prilly memberitahunya kalau aku nggak ada di rumahnya.
Apa yang akan pak Arsya lakukan setelah tahu aku kabur? Semoga saja Shema melakukan tugasnya dengan benar.
Aku belum siap kalau pak Arsya tahu aku ada di sini. Tepatnya bukan belum siap dengan reaksi pak Arsya, tapi lebih ke reaksi bu Prilly. Dan aku sama sekali belum siap pak Arsya tahu akulah orang yang sedang dia cari, akulah istrinya.
Bersambung
semoga end nya nanti sudah baikan semua 😊