Di sebuah keluarga kultivator hidup anak bernama Lei Nan, meskipun dirinya dulu di agung-agungkan sebagai seorang jenius, namun terjadi kecelakaan yang membuat lenganya lumpuh, karena hal itu dirinya menjadi bahan cemohan di keluarganya, tapi hal itu berubah ketika dirinya tidak sengaja tersambar petir yang langsung mengubah hidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jago, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertandingan 2
Seluruh arena tertelan dalam keheningan yang mencekam. Penonton yang tadinya riuh dengan sorakan dan teriakan kini terdiam, terpaku pada pemandangan yang baru saja mereka saksikan.
Han Fei, seorang jenius yang memegang peringkat kelima di Kota Bulan Perak, tergeletak tak berdaya di arena. Lei Nan, yang selama ini dikenal dengan kabar kelumpuhan pada tangannya, berdiri tegap di tempat yang sama.
Pertarungan itu berakhir dalam satu serangan singkat, yang membuat banyak orang mempertanyakan apa yang mereka ketahui tentang Lei Nan.
"Bagaimana mungkin? Bukankah Lei Nan seharusnya lumpuh?" tanya seorang penonton dengan nada penuh ketidakpercayaan.
"Ini tak mungkin terjadi. Lei Nan menyerang dengan tangan yang katanya lumpuh!" sahut penonton lainnya, matanya terbuka lebar karena kaget.
Di antara penonton, di barisan VIP, Shu Peng terdiam dalam kebingungan. Dia mengerutkan alis, berusaha memahami situasi yang baru saja terjadi. "Sebenarnya apa yang terjadi? Bukankah Wei sudah mengirim pembunuh untuk menghabisinya?" dia berbicara pada dirinya sendiri, suaranya nyaris tak terdengar.
Sementara itu, perwakilan dari Sekte Sembilan Guntur hanya tersenyum sinis, pandangannya dingin. "Anak seperti Lei Nan bukanlah sesuatu yang istimewa. Banyak di sekte kami yang jauh lebih kuat," pikirnya, meremehkan kejadian yang baru saja berlangsung.
Di sisi lain, Lei Wei yang juga berada di arena, tampak tercengang. Ia tahu betul mengenai kekuatan Han Fei karena mereka pernah bertarung sebelumnya. Bahkan dirinya sendiri tidak yakin bisa mengalahkan Han Fei dengan satu serangan seperti itu. Yang lebih mengejutkan baginya adalah kenyataan bahwa tangan Lei Nan, yang selama ini dikabarkan lumpuh, digunakan untuk menyerang Han Fei.
Pembawa acara, yang tersadar dari keterkejutannya, akhirnya mengumumkan hasil pertarungan. "Eh… Baiklah, pemenang pada pertandingan kali ini adalah Tuan Muda Lei Nan," teriaknya, mencoba memecah keheningan yang melanda arena.
"Woah…" sorak-sorai penonton mulai terdengar kembali, menggema di seluruh arena. Mereka menyaksikan Lei Nan yang perlahan turun dari arena. Pandangan seluruh peserta kini tertuju padanya. Mereka yang tadinya meremehkan Lei Nan mulai berpikir ulang tentang kekuatan sebenarnya dari pemuda itu.
Ayah Lei Nan, yang duduk di barisan VIP, hanya bisa tersenyum kecil. Senyuman itu adalah sesuatu yang langka dan jarang terlihat. Ia merasa yakin dengan informasi yang diberikan bawahannya tentang pertarungan antara Lei Nan dengan Feng Tian.
"Oke, baiklah sekarang kita langsung ke pertandingan berikutnya. Mari kita panggil nomor 9 dan 10," teriak pembawa acara, mencoba menjaga semangat penonton tetap tinggi.
Dari kerumunan peserta, maju dua orang yang segera membuat penonton kembali bersemangat. Mereka adalah pemegang peringkat kedua dan ketiga jenius Bulan Perak, Lei Kang dan Lei Wei.
"Woah… Lihat, bukankah itu Tuan Muda Lei Kang dan Tuan Muda Lei Wei," ucap salah satu penonton dengan penuh antusias.
"Benar… Aku tidak menyangka pertandingan kali ini akan menghadirkan mereka berdua," tambah penonton lainnya, semakin bersemangat.
Lei Kang, pemegang peringkat kedua, dan Lei Wei, peringkat ketiga, sudah dua tahun tidak bertarung. Sekarang, mereka akan membuktikan siapa yang terkuat di antara mereka.
"Hahaha, hei Lei Kang, lebih baik kau menyerah saja. Aku tidak ingin jika seranganku tidak sengaja membunuhmu," ucap Lei Wei dengan percaya diri, suaranya menggema di arena.
"Apa kau kira, dirimu bisa mengalahkanku?" balas Lei Kang dengan sinis, mempersiapkan dirinya untuk pertarungan.
Keduanya bersiap dengan kuda-kuda mereka, perlahan tubuh mereka dialiri listrik yang mengelilingi sekujur tubuh mereka. Keluarga Lei terkenal dengan teknik petirnya, sehingga mereka berdua memiliki teknik yang sama. Keheningan kembali menyelimuti arena saat kedua lawan bersiap.
Boom*
Mendadak, dalam sekejap mata, kedua sosok itu menghilang dari pandangan penonton. Yang terdengar hanyalah suara ledakan petir saat tinju mereka saling bertabrakan, menciptakan kilatan-kilatan cahaya yang memukau. Penonton terpana, sulit mengikuti gerakan mereka yang begitu cepat.
Boom*
"Woah… Ayo kalahkan dia!" sorak penonton, semakin bersemangat menyaksikan pertarungan sengit itu.
Namun, di tengah pertarungan yang berlangsung cepat, Lei Kang merasa ada yang aneh. Ia merasakan kekuatan Lei Wei jauh lebih besar daripada yang ia ingat. Lei Wei terus mendesaknya dengan serangan-serangan kuat, membuat Lei Kang berada dalam posisi sulit.
Boom*
"Baiklah, mari kita akhiri pertarungan yang membosankan ini," ucap Lei Wei dengan tenang, membuka tangannya. Tiba-tiba, muncul bola petir berwarna merah dari tangannya.
Keluarga Lei yang menonton terkejut melihat pemandangan itu. Mereka tahu betul tentang jurus tersebut, Bola Kematian, salah satu jurus tersulit dan paling mematikan di keluarga Lei. Jurus ini dinamai demikian karena dapat menyebabkan luka dalam yang serius, bahkan kematian.
Lei Kang, yang berada di arena, terkejut melihat Lei Wei berhasil mempelajari jurus itu. Meskipun bola petir itu tidak sepenuhnya sempurna seperti dalam contoh buku, Lei Kang yakin bahwa jurus itu sangat kuat.
"Terimalah seranganku," ucap Lei Wei, menerjang ke arah Lei Kang dengan bola petir merahnya.
Lei Kang mencoba memblok serangan tersebut dengan jurus andalannya, namun serangan Lei Wei mengenai Lei Kang dengan kekuatan penuh.
Boom!
"Akh…" teriak seseorang dari kumpulan debu di arena. Suaranya menyayat hati dan membuat seluruh penonton terkejut.
Perlahan, debu yang memenuhi arena mulai menghilang, memperlihatkan pemandangan yang mengerikan. Terlihat Lei Kang terkapar dengan kedua lengannya patah dan darah mengalir dari mulutnya, sementara Lei Wei berdiri dengan wajah sinis.
"Kurang ajar," geram salah satu perwakilan yang menemani Lei Hu, ayah Lei Kang. Sementara di sisi lain, ayah Lei Wei, yang merupakan tetua kedua keluarga Lei, hanya tersenyum puas.
Lei Wei perlahan turun dari arena, meninggalkan pandangan ngeri dari seluruh penonton. Berbeda dengan Lei Nan yang wajahnya sudah gelap karena marah. Ia tidak percaya salah satu orang yang berbuat baik padanya dibuat tidak berdaya di depannya.
Lei Wei menyadari pandangan Lei Nan dan hanya tersenyum sinis, berbicara kepadanya dengan nada mengejek. "Berikutnya dirimu yang akan aku buat seperti itu. Namun bukan hanya tanganmu, seluruh tubuhmu akan aku hancurkan," ucap Lei Wei kepada Lei Nan.
Lei Nan hanya terdiam, bukan karena marah, tetapi karena tidak percaya bahwa sesama anggota keluarga bisa saling menyakiti dengan kejam seperti itu.
Seluruh arena sekali lagi diselimuti keheningan. Ketegangan meningkat, dan penonton merasakan aura dingin yang mengalir di antara mereka. Mereka menanti pertandingan berikutnya dengan hati berdebar, tak sabar ingin melihat apa yang akan terjadi selanjutnya.
Lei Nan berjalan perlahan ke arah bangkunya, duduk dengan tenang sambil memandang arena. Pikirannya dipenuhi oleh berbagai macam emosi.
Di saat yang sama, Lei Wei berjalan dengan angkuh, menunjukkan keunggulannya kepada semua orang di sekitar. Senyumnya penuh kepuasan dan arogansi. Dia merasa tidak ada yang bisa menghalanginya, tidak ada yang bisa menandingi kekuatannya.
Namun, di dalam hati kecilnya, Lei Wei tahu bahwa Lei Nan adalah ancaman yang nyata. Ada sesuatu yang berbeda tentang Lei Nan, sesuatu yang membuatnya merasa tidak nyaman. Tetapi dia menepis perasaan itu, yakin bahwa kekuatannya cukup untuk mengatasi apapun yang datang.