NovelToon NovelToon
Nikah Sama Anak SMA

Nikah Sama Anak SMA

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Nikahmuda / CEO / Cinta setelah menikah / Diam-Diam Cinta / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:28.2k
Nilai: 5
Nama Author: Qumaira Muhamad

bagaimana jadinya jika Haga pria yang luruh selalu direcoki sama Zizi yang suka bawel.

Haga adalah pria yang lurus yang terpaksa menerima perjodohan dengan anak sahabat ayahnya yang namanya Zizi.

Gadis itu tidak sesuai dengan wajahnya yang cantik. sikapnya yang bar bar dan tingkahnya yang membuat orang sakit kepala membuat hidup Haga berubah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qumaira Muhamad, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dewasa sebelum waktunya

Haga mengecek satu persatu bahan yang berada di kebun. Semua ia lakukan demi mendapatkan produk yang lebih segar dari para pemasuk. Ia datang sendiri ke ladang petani di mana mereka menawarkan bahan utamanya lebih murah dari pada membeli bahan di pasar. Dan itu tidak ia dapatkan jika membeli di pasar. Kadang membeli di pasar bahan utamanya sudah layu. Dan pelanggan kecewa karena bahan utamanya tidak memiliki cita rasa yang bagus.

Terlihat Haga mengangguk puas. "Bagaimana mas?" tanya seorang petani yang sudah terlihat separuh baya berjalan menghampiri.

"Kita bisa bekerja sama mulai sekarang pak." sahut Haga tersenyum ramah.

"Terima kasih mas, kalau bukan mas yang mau membeli mungkin jika menjual ke pasar tidak akan mendapatkan harga yang bagus seperti ini." ucap si petani sangat senang.

Haga mengangguk. Pria itu mengulurkan tangan dan di sambut petani itu. Mereka bersalaman setelah mendapatkan kerja sama.

Setelah itu Haga menuju mobil pick up-nya dimana memerintah dua orang anak buahnya untuk mengangkut bahan ke atas mobil.

Hari mulai sore, Mungkin saat ini Zizi sudah pulang dari sekolah. Sambil menunggu bahan di angkut ke atas mobil, Haga menelepon Zizi.

"Haga!" pekik Zizi ketika panggilannya di angkat.

Haga tersenyum. "Udah pulang?" tanya Haga. Zizi mengangguk.

"Kamu kapan pulang?" tanya Zizi yang merubah panggilannya menjadi kamu membuat kening Haga mengerut.

Tampak pipi Zizi merona dan tersenyum malu malu. Ah rasanya ingin terbang ke awan bagaimana bocah itu langsung berubah setelah lama hidup bersama dirinya.

"Masih lama. Aku aja masih di sawah." balas Haga lalu menunjukkan ladang sawah dengan hamparan yang luas.

Bibir Zizi mengerucut panjang. Zizi merubah posisinya dari berbaring dengan duduk tegak. Rasanya ia ingin mengatakan 'aku rindu' tapi jiwanya menolak untuk mengakui.

Zizi mendecakkan lidah kecewa. "Masih ada ladang lain yang belum aku lihat. Jadi mungkin lusa baru bisa balik." ujar Haga.

"Beneran lusa?" tanya Zizi dengan mata berbinar cerah.

Haga mengangguk yakin. "Udah makan belum?" tanya Haga.

"Belum sih, rencananya ntar mau ke cafe. Ketemuan sama Dian."

"Hm, kalau gitu hati hati kalau lagi nyetir."

"Siap bos."

Telepon dimatikan, Bertepatan dengan anak buahnya yang sudah selesai mengangkat bahan ke atas mobil.

"Udah bos." ujar si anak buah pertama.

"Hm, ayo kita balik. Udah mau magrib."

Kedua anak buahnya langsung masuk salah satunya masuk ke dalam kursi kemudi. Sementara yang lainnya berada di bak belakang. Mobil melaju ke arah jalanan menuju restoran cabang milik Haga.

Sementara di ibu kota, Zizi melempar ponselnya ke samping. Berjalan ke arah walk in closet membuka salah satu lemari dan mencari pakaian ganti. Setelah mengganti pakaiannya, ia bergeser ke samping. Duduk di meja rias. Menyisir rambut panjangnya dan menyatukannya dengan mengikat ekor kuda. Tidak lupa memberikan jepit rambut sebagai pemanis.

"Halo, Di." Zizi mengangkat telepon dari Dian.

"Gue udah otw."

"Oke. Gue segera nyusul."

Setelah mematikan telepon. Zizi menyambar tas selempangnya dan keluar. Tidak lupa memasukkan dompet dan ponselnya. Kemudian mengambil kunci mobil yang terbiasa di gantung di samping pintu.

Malam itu banyak mobil yang berlalu lalang di jalanan raya sehingga terjadi banyak kemacetan di mana mana. Namanya juga ibu kota, apalagi dijam rawan seperti ini. Banyak pekerja yang baru pulang dari tempat kerja mereka. Baik dari pegawai biasa hingga para staf yang memenuhi jalanan. Para pengendara mobil atau motor merayap pelan pelan.

Seperti saat ini, Zizi menjalankan kendaraannya dengan pelan pelan. Seraya membuang rasa bosennya ia memilih menghidupkan radio agar tidak sepi. Lebih tepatnya memutar lagu pop luar negeri. Seraya menggoyangkan tubuh bagian atasnya pelan pelan tangan kanannya menepuk nepuk stir. Menikmati lagu yang diputar di radio.

Hingga satu jam berlalu, mobil Zizi baru bisa memasuki parkiran cafe. Zizi mematikan mesin mobilnya. Keluar dari dalam mobil dan tidak lupa menguncinya.

Suasana cafe kalau di hari biasa tampak tidak terlalu ramai. Zizi mengedarkan pandangan ke penjuru area cafe. Tampak di paling pojok sudah ada Dian di sana. Gadis itu melambaikan tangannya.

"Zii..." lirih Dian.

Zizi balas tersenyum dan menghampiri Dian yang sudah menunggunya. "Sorry lama, jalanan macet." balas Dian.

"Gue juga sebenernya baru nyampe kok." balas Dian setelah menyeruput minumannya.

Zizi mengangguk. "Udah pesen makanan?" tanya Zizi begitu isi meja tidak ada makanan apapun.

Dian menggeleng. "Ntar ajalah, belum lapar. Mending lo cepet ceritain gimana lo bisa nikah sama si Haga itu." Dian sangat antusias seraya menarik tangan Zizi dalam genggamannya.

"Bentar, gue aus." Zizi melambaikan tangan kepada pelayan. Tak lama pelayan pun datang sambil membawa buku menu. Zizi memesan minuman saja. Setelah itu pelayan pun pergi.

"Cepetan ceritain."

"Oke, sesuai perjanjian. Hapus fotonya."

Dian segera mengeluarkan ponselnya dan menghapus foto yang ia ambil tadi pagi. Setelah terhapus, Dian menghadapkan layar ponselnya sebagai bukti bahwa ia telah menghapusnya.

Pelayan pun datang mengantarkan minuman. Zizi meminum minumannya terlebih dahulu baru bercerita kejadian dua bulan yang lalu.

Waktu itu, Dirinya baru saja pulang sekolah. Tiba tiba sebuah gaun sudah dipersiapkan di atas ujung ranjang. Zizi menengok gaun itu bersamaan dengan Mamanya masuk ke dalam kamar.

"Itu gaun yang sudah mama siapkan untuk kamu." ujar Bella tersenyum.

Zizi menatap mamanya dengan datar. "Memangnya ada acara apa ma?" tanya Zizi terlihat tenang.

"Malam ini ada sahabat papamu datang." ujarnya. Wanita paruh baya itu langsung menunduk menatap putri semata wayangnya. Ada kesedihan yang terpancar dari kedua matanya. Tapi Zizi masih terdiam belum mampu menangkap rasa kesedihan itu.

Tapi Bella tetap memaksakan senyumannya. Tangan kanannya terulur mengusap pucuk kepalanya. "Cepat mandi, dan ganti pakaianmu dengan gaun itu." ujar Bella.

Zizi mengangguk, dan segera masuk ke dalam kamar mandi. Tanpa ia sadari, setetes air menetes di pipi kanan Bella. Namun ia segera menghapusnya. Wanita paruh baya itu pun keluar lalu menutup pintu.

"Gimana ma?" tanya pak Wisnu ketika mendapati sang istri berada di tangga terakhir paling bawah. Terlihat raut kesedihan dari sang istri.

"Pah, mama gak tega mengatakannya. Lagian putri kita masih terlalu kecil untuk menikah. Bisakah papa menolak ajakan sahabat papa itu untuk mengundur pertunangannya pa." ujar Bella memelas. Matanya tampak berkaca kaca dan tatapannya menunduk ke bawah.

Pak Wisnu bisa merasakan kesedihan istrinya itu. Tapi bagaimana dia bisa mengundur pernikahan putrinya sementara dia sendiri sudah menyetujuinya. Pak Permana saat itu juga memohon dengan sangat agar mau menerima putranya dan segera menikahkannya. Pak Wisnu merasa bersalah. Pria paruh baya itu hanya bisa memeluk istrinya dalam dekapannya. Mengelus kepalanya dengan sayang.

"Maaf, Ma. Papa sudah terlanjur menyetujuinya." ungkapnya pelan dan itu membuat sang istri menangis sesenggukan.

Malam pun tiba, keluarga pak Permana datang bersama istri dan kedua anaknya. Hanya saja saat itu Haga datang sedikit terlambat karna harus mengurus beberapa pekerjaannya setelah pulang dari kampus.

Di ruang tengah itu terlihat pak Permana dan pak Wisnu mengobrol.

"Zizi, ini sahabat papa. Pak Permana dan istrinya Bu Rania. Itu adiknya Sofia." ucap Pak Wisnu begitu Zizi ikut bergabung di ruangan tengah yang sangat luas itu.

Zizi menyalaminya bergantian. "Zizi, kamu cantik sekali." puji Bu Rania begitu gadis itu menyalami tangan Bu Rania.

Zizi tersenyum.

Tak berapa lama Haga datang. "Maaf terlambat, ada sedikit kerjaan yang harus saya lakukan." ucap Haga begitu memasuki ruangan itu.

Semua orang langsung memandangnya. "Nah itu anaknya sudah datang." ucap Pak Permana berseru memecah keheningan.

Pak Wisnu tertawa. "Iya, kita makan malam dulu sebelum membahas hal penting." potong pak Wisnu.

Semua beralih ke ruang meja makan. Di sana banyak hidangan disajikan. Satu persatu duduk dikursi, mengambil piring yang diisi makanan.

Haga tampak datar sementara Zizi tetap tenang. Tidak tau apa rencana keluarganya. Hanya saja ia memiliki firasat buruk. Dan benar saja setelah usai makan. Keluarganya langsung membahas hal penting. Mereka malam itu melangsungkan pertunangannya.

Tidak ada satupun yang menolak ataupun menerima satu sama lain karna memang tidak tau harus bersikap bagaimana. Setelah malam itu Zizi dan Haga tidak pernah saling bertemu. Tapi raut wajah Haga jelas terlihat sangat dingin.

"Haga!" Lirih Mami Raina memasuki kamar pribadinya. Tampak pria itu berdiri di teras balkon menatap ke kejauhan malam yang dingin.

Haga menoleh ketika Raina memanggilnya. "Kenapa mi?" tanya Haga.

Raina menghela nafas panjang. "Maafin mami dan papi, karna tidak memberitaumu tentang pertunanganmu tadi." ujar Raina penuh rasa bersalah.

"Gak apa apa mi." jawab Haga datar.

"Mami hanya gak ingin melihat kamu terus bersedih karna putus sama Dewi." ujar Raina.

Memang benar jika selama ini Haga tidak bisa melupakan mantan pacarnya itu. Pria itu bahkan selalu bekerja siang dan malam demi melupakan Dewi itu. Tapi tetap saja nama Dewi tidak bisa hilang dari relung hatinya yang paling dalam.

"Oke!" balas Haga singkat. Tampak mami Rania tersenyum.

"Kamu gak menyalahkan mami soal ini kan?" tanya Rania berubah menjadi senang. Tampak Haga menggeleng. Rania mengelus bahu Haga. "Cepatlah tidur. Kamu terlalu lelah akhir akhir ini." kemudian wanita paruh baya itu keluar dari kamar Haga.

Saat pagi harinya, Haga hendak berangkat ke kampus. Tanpa sengaja ia melihat sebuah mobil berwarna putih yang berparkir di pinggir jalan. Sekilas ia dapat melihat siluet sosok yang familiar. Dia adalah Dewi. Seorang gadis yang pernah ia cintai dulu. Sejenak pria itu menghentikan motor kesayangannya di balik pohon yang rindang. Dari kejauhan ia dapat melihat sosok itu. Gadis itu tengah menggandeng seorang wanita paruh baya di sampingnya tersenyum ramah. Banyak bercerita dengan riang.

Seketika rasa rindu itu pun datang menelusup ke dalam kalbu Haga. Haga tersenyum melihat gadis itu masih seceria saat dulu bersamanya.

Tak berapa lama seorang pria keluar dan langsung mencium kening Dewi. Seketika tatapan Haga langsung menggelap. Haga pun teringat ketika Dewi memutuskannya secara sepihak. Haga merasa hatinya hancur kala itu apalagi saat Dewi mengatakan jika dirinya bosan terhadapnya.

Seolah separuh jiwanya hilang dari raganya. Haga menutup kaca helem fullfacenya, menyalakan mesin motornya dan melajukannya dengan kencang. Sesampainya di kampus. Pikiran Haga masih berkecamuk. Tiba tiba saja, pria itu mengeluarkan telepon dari dalam saku celananya dan menelepon Pak Permana.

"Haga!" Seru pria paruh baya dari balik telepon.

"Papi, nikahkan saja kami. Aku tidak akan menundanya lagi." Ujar Haga yang membuat pak Permana tercengang sesaat.

"Apa yang kamu katakan?" tanya Pak Permana bingung.

"Papi, carikan tanggal pernikahan aku akan segera menikahi gadis yang papi pilihkan untuk aku." ujar Haga serius.

Pak Permana pun langsung bersorak girang. "Beneran Haga?" tanya Permana ingin melambung tinggi ke atas awan. Tapi ia tetap tenang takut ia salah pendengaran.

"Ya." balas Haga yakin.

Permana langsung mengayunkan tangan kanannya bersemangat. Setelah mendapat telepon dari Haga, pria paruh baya itu mengabari pak Wisnu. Betapa kagetnya pak Wisnu ketika Permana mengajukan hari pernikahannya yang seharusnya masih tiga atau empat tahun lagi.

Sesampainya di rumah pak Wisnu segera memberi tau keluarganya. Betapa bu Bella juga merasakan hal yang sama. Wanita paruh baya itu sama kagetnya dengan pak Wisnu.

"Pa, kenapa malah di ajukan?" tanya Bu bella tampak resah.

"Aku juga tidak tau ma. Tapi jika tidak menyetujuinya takutnya, perusahaan papa yang terancam tidak mendapatkan masukan dana. Papa bisa terancam bangkrut." ujar Pak Wisnu cemas.

Bu Bella menoleh ke samping melihat anak gadisnya yang sedang belajar di ruang tengah.

Bu Bella menundukkan kepalanya resah. "Tapi anak kita masih terlalu dini untuk melakukan pernikahan ini pa." ujar Bu Bella.

"Dan kita tidak bisa melakukan apapun selain mengikuti alurnya, ma." Ujar Pak Wisnu. Bu Bella mendesah berat.

Keesokan harinya, semua persiapan pernikahan telah disiapkan. Di sebuah hotel berbintang lima, yang hanya dihadiri oleh para kerabat dekat juga para rekan bisnis, Pernikahan Zizi dan Haga diselenggarakan seadanya. Tidak ada pernikahan mewah seperti layaknya para pengusaha sukses. Mereka menikah yang penting sah secara agama dan negara.

Tampak Zizi wajahnya sembab setelah menangis seharian. Gadis itu masih belum menerima pernikahannya yang mendadak. Bahkan gadis itu merengek ingin pulang. Dia tidak ingin hidup bersama seseorang yang tidak ia kenal. Sementara Haga tidak perduli dengan gadis itu meski telah menangis begitu lama.

Pria itu tampak acuh tak acuh. Ia sendiri bingung bagaimana menanggapinya. Ia sudah terlanjur menikahinya, ia tidak mungin memulangkannya karna itu permintaannya sendiri.

Para tamu sudah pulang ketika jam sudah menunjukkan jam 2 siang. Semua keluarga juga sudah pulang. Hanya tinggal dirinya dan Zizi di dalam kamar nan luas itu. Terlihat Zizi masih menangis hebat.

"Diamlah Zi." Pria itu menggeram keras sehingga membuat Zizi ketakutan. Zizi terdiam, mata bulatnya menatap Haga yang matanya sudah memerah karna marah. Tiba tiba urat di tangannya menggigil. Zizi menundukkan kepala ketakutan.

"Hari ini lo udah sah menjadi istri gue. Tapi kita tidak akan melakukan hubungan suami istri seperti layaknya hubungan kita, terlebih kita sama sama pelajar. Gue gak akan melakukannya sebelum kita sama sama dewasa. Dan lo jangan nangis terus. Gue gak akan apa apakan elo. Sampai lo siap dan menerima gue. Kita akan tinggal serumah dan kita akan hidup bersama. Semua fasilitas gue yang tanggung termasuk uang jajan dan uang belanja." Ujar Haga kala itu panjang lebar.

Zizi mengedipkan matanya kemudian mendongak menatap Haga yang berdiri di depan jendela besar.

"Beneran?" tanya Zizi dengan mengedipkan matanya.

Haga mengangguk yakin. "Gue gak bakalan campuri urusan lo. Dan lo gak boleh campuri urusan gue. Kita hidup simbiosis mutualisme saja. Jangan perdulikan gue. Dan gue gak akan perdulikan elo." jawab Haga kala itu.

Hingga saat ini mereka hidup dengan kepentingannya sendiri tidak pernah saling mencampuri urusan masing-masing.

"Jadi, seperti itu lo menjalani kehidupan lo selama ini." Tanya Dian setelah menyimak cerita dari Zizi.

Zizi mengangguk. "Hm, banyak drama yang kita mainin. Sampe sampe gue harus jadi istri yang baik jika berhadapan dengan keluarga kita sampai saat ini. Seringnya dia berada di luar kota dan gue ditinggal sendirian seperti tiga hari ini. Membuat gue bisa hidup mandiri dan berpikir secara dewasa."

"Dan lo gak pernah dateng ke rumah orang tua lo meski lo sendirian?" tanya Dian.

"Yups. Dan sesuai dengan pepatah yang pernah nyokap gue katakan. Meskipun Haga pergi ke luar kota, sebagai istri gue tetap harus menjaga marwahnya. Gue gak pernah dateng ke tempat orang tua gue meski gue kesepian."" jawab Zizi dan itu membuat Dian merasa terharu.

Dian mengusap pipinya yang nampak basah. "Ternyata lo selama ini begitu hebat Zi, gue terharu sama lo."

Zizi tertawa seraya memberikan tisu ke hadapan Dian. "Gue dewasa sebelum waktunya, ya gak sih." kata Zizi bijak.

"Hm." Dian mengangguk dan tersenyum.

"Yok makan, udah sedari tadi makanannya dianggurin. Laper gak sih?" kata Zizi yang ternyata sudah memesan banyak hidangan.

Dian menunduk dan melihat semua hidangan diatas meja yang penuh. Matanya seketika berubah berbinar terang. "Gue jadi laper setelah gue mendengar cerita lo." ujar Dian. Zizi pun tertawa.

Selama Dian menghabiskan makanannya, Zizi menundukkan kepalanya. Bibirnya tersenyum lebar seraya matanya menatap cincin yang berada di jari manisnya.

"Haga!" gumamnya pelan.

1
Reyhan Gaming
kok dak apdek lagi
Anonymous
Tq ceritanya
Rini
baik2 ya
Anonymous
Zizi cantik
Rini
lanjutkan , alon2 Bae
Rini
lbh percaya Nisa ternyata, duitmu buat apa Haga buat nyilidi istri aja nga bisa, mlh percaya Ama iblis
Rini
Haga pinter bisnis tp
Mudrikah Ikah
lanjut tan 27
Nana Rosdiana
lagi seru malah bersabung
mama De
aneh nemenin mantan peluk pelukan boleh eh istrindi anterin temen pulang sekolah Kalo GA mati jadibes Baru sebab keinginan.ih aneh. I I lah komunikasi ITU penting
Rini
kasar juga ya, punya duit kok nga bisa cari tau dulu haga
Try Dewi
bgus alur cerita ny.
Try Dewi
kpn lgi up ny thor... seruuu cerita ny
Rini
trus salah paham maneh 🤦
Tuti Hayuningtyas: lanjuuuuuut teruuuuus thooooooooor keren
total 1 replies
Rini
lanjutkan ☺️ yang manis gitu Lo
Rini
terimakasih Haga, tunggu Zizi pergi dulu baru sadar ya😁
Yuli Pujiastuti SPdSD
Sangat menarik
Rini
egois
✪⃟𝔄ʀ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶ☕☕☕
masih nyimak KK thor
✪⃟𝔄ʀ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶ☕☕☕
masih nyimak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!