Di kota kecil bernama Harapan Senja, beredar cerita tentang sosok misterius yang dikenal sebagai "Sang Brandal." Sosok ini menjadi legenda di kalangan warga kota karena selalu muncul di saat-saat genting, membantu mereka yang tertindas dengan cara-cara yang nyeleneh namun selalu berhasil. Siapa dia sebenarnya? Tidak ada yang tahu, tetapi dia berhasil memenangkan hati banyak orang dengan aksi-aksi gilanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon xy orynthius, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 11
Pria itu menatap sekeliling ruangan dengan tatapan tajam, seperti seekor elang yang sedang mencari mangsanya. Zed dan Kai menahan napas, berusaha tetap tak terlihat di balik meja. Suara detak jantung mereka terdengar begitu keras di telinga mereka sendiri, seolah-olah siap mengkhianati keberadaan mereka.
Setelah beberapa detik yang terasa seperti selamanya, pria itu akhirnya berbalik kembali ke meja dan mulai memeriksa dokumen-dokumen yang berserakan. “Mungkin cuma perasaanku,” gumamnya pelan, namun tetap saja membuat Zed dan Kai tetap waspada.
“Gue nggak suka tempat ini,” kata salah satu pria yang mengikutinya, suaranya berat dan sedikit gemetar. “Terlalu banyak hal yang nggak kita tahu.”
“Diam, Tony,” balas pria yang lebih tegap. “Kita nggak perlu tahu semua hal. Kita cuma perlu jalani perintah dan pastikan semuanya berjalan sesuai rencana.”
Sementara mereka berbicara, Zed dan Kai mulai merangkak perlahan ke arah belakang ruangan, mencari jalan keluar. Mereka menyadari bahwa mereka tidak bisa bertahan lebih lama di tempat itu tanpa ditemukan. Setiap detik yang mereka habiskan di sana meningkatkan risiko mereka tertangkap.
Tepat saat mereka mencapai dinding belakang, Kai melihat sesuatu yang aneh—sebuah panel kecil yang hampir tidak terlihat, tersembunyi di balik salah satu lemari besi. “Zed, liat ini,” bisik Kai, menunjuk ke arah panel tersebut.
Zed memfokuskan pandangannya ke panel itu dan segera menyadari bahwa itu bukan sekadar hiasan. “Ini kayaknya pintu rahasia,” bisiknya. “Kalau kita bisa buka ini, mungkin kita bisa keluar dari sini tanpa ketahuan.”
Mereka berdua mulai mencari cara untuk membuka panel itu. Tidak ada pegangan atau tuas yang terlihat, tetapi setelah beberapa saat mencari, Zed menemukan tombol kecil yang tersembunyi di bawah rak besi di dekatnya. Dia menekannya dengan hati-hati, berharap tidak menimbulkan suara.
Dengan pelan, panel itu terbuka, memperlihatkan sebuah lorong kecil yang cukup sempit, seolah-olah dirancang untuk pelarian darurat. Zed dan Kai segera masuk ke dalam lorong itu, berharap itu akan membawa mereka keluar dari gedung ini.
Namun, ketika mereka baru saja masuk dan menutup panel di belakang mereka, salah satu pria di ruangan itu berbalik dan mengendus udara. “Tunggu… apa kalian merasakan itu? Seperti ada bau asing di sini…”
Pria utama menghentikan kegiatannya dan menatap rekannya dengan tajam. “Apa yang lo maksud, Tony?”
“Gue nggak tahu,” jawab Tony, mengerutkan kening. “Cuma firasat. Kayak ada yang nggak beres.”
Zed dan Kai terus berjalan di lorong sempit itu, mencoba mengabaikan ketakutan yang terus mengintai mereka. Lorong itu tidak panjang, tetapi setiap langkah terasa seperti menyeberangi jurang ketidakpastian. Saat mereka berjalan, Kai tidak bisa menahan pikirannya dari melayang-layang kembali ke apa yang baru saja mereka dengar—Kenshin telah memberikan informasi kepada orang-orang ini, dan itu berarti mereka sedang diawasi sejak awal.
“Lo pikir ini semua bagian dari rencana Kenshin?” tanya Kai, suaranya hampir tidak terdengar.
Zed menggeleng, walaupun dia sendiri tidak yakin. “Gue nggak tahu, Kai. Tapi sekarang yang penting kita keluar dari sini dulu.”
Mereka akhirnya mencapai ujung lorong dan menemukan sebuah pintu yang lebih kecil. Pintu itu tidak terkunci, dan saat mereka membukanya, mereka disambut oleh cahaya yang menyilaukan mata—lorong itu ternyata langsung terhubung ke bagian luar gedung, tersembunyi di sisi belakang yang tidak terlihat dari jalan utama.
“Kita berhasil,” kata Zed lega, melihat jalan kecil yang membawa mereka keluar dari bahaya. Mereka segera berlari menjauh dari gedung itu, mencoba mengabaikan kenyataan bahwa mereka baru saja meninggalkan markas musuh tanpa jawaban yang mereka cari.
Setelah merasa cukup jauh dari gedung tersebut, Zed dan Kai berhenti untuk bernapas dan menenangkan diri. Mereka berdua terdiam, masing-masing tenggelam dalam pikiran mereka sendiri.
“Kita nggak bisa lari terus, Zed,” kata Kai akhirnya, memecah keheningan. “Kita perlu rencana.”
Zed mengangguk. “Gue tahu. Tapi kita harus hati-hati. Orang-orang ini jelas berbahaya, dan sekarang mereka tahu kita ada di sini.”
“Kita harus cari tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan Kenshin,” lanjut Kai, matanya tampak penuh tekad. “Mungkin dia nggak mengkhianati kita, mungkin dia cuma terjebak seperti kita.”
“Bisa jadi,” jawab Zed, meskipun dia sendiri tidak yakin. “Tapi untuk sekarang, kita harus tetap low profile dan cari tahu lebih banyak. Kita butuh bantuan.”
Kai memikirkan hal itu sejenak. “Gue tahu satu orang yang mungkin bisa bantu kita. Dia punya koneksi di kota ini, dan dia nggak terlalu banyak nanya.”
“Siapa?” tanya Zed, penasaran.
“Namanya Liora Amethyst LeBlanc,” jawab Kai. “Dia orang yang berbahaya, tapi dia juga orang yang bisa lo andelin kalau lo punya masalah besar.”
“Liora Amethyst LeBlanc?” Zed mengulang nama itu, mengingat sosok wanita dengan reputasi yang tak diragukan. “Lo yakin dia bisa bantu kita?”
Kai mengangguk tegas. “Kalau ada yang bisa bantu kita ngungkap ini semua, itu dia. Kita harus ketemu dia secepatnya.”
Zed dan Kai segera beranjak, bertekad untuk mencari Liora sebelum orang-orang dari The Vault menemukan mereka. Kota Fictio yang luas dan penuh bayangan kini terasa semakin asing bagi mereka, seolah-olah setiap sudutnya menyimpan rahasia yang siap menerkam kapan saja.
Namun, satu hal yang pasti—permainan ini belum selesai, dan mereka berdua belum kalah. Mereka mungkin telah terperangkap, tapi Zed dan Kai tidak akan menyerah begitu saja. Dalam dunia yang penuh misteri ini, mereka tahu bahwa mereka harus menjadi lebih cerdas, lebih cepat, dan lebih berhati-hati jika ingin selamat dan menguak kebenaran di balik topeng sang Brandal.
Dengan tekad yang membara dan langkah kaki yang mantap, Zed dan Kai menuju ke lokasi di mana Liora biasa ditemukan, berharap bahwa pertemuan ini akan membawa mereka lebih dekat kepada jawaban yang mereka cari. Apa yang akan terjadi selanjutnya, hanya waktu yang akan menjawab. Namun, satu hal yang pasti—kisah mereka masih jauh dari selesai.