Lavina tidak pernah menyangka akan dijodohkan dengan seorang duda oleh orang tuanya. Dalam pikiran Lavina, menjadi duda berarti laki-laki tersebut memiliki sikap yang buruk, sebab tidak bisa mempertahankan pernikahannya.
Karena hal itu dia menjadi sanksi setiap saat berinteraksi dengan si duda—Abyan. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu Lavina mulai luluh oleh sikap Abyan yang sama sekali tidak seperti bayangannya. Kelembutan, Kedewasaan Abyan mampu membuat Lavina jatuh hati.
Di saat hubungannya mulai membaik dengan menanti kehadiran sosok buah hati. Satu masalah muncul yang membuat Lavina memutuskan untuk pergi dari Abyan. Masalah yang membuat Lavina kecewa telah percaya akan sosok Abyan—duda pilihan orang tuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my_el, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Duda 8
Pagi ini terasa berbeda di kediaman pasangan suami istri baru itu. Jika biasanya Lavina akan bangun siang, dan itu pun dibangunkan oleh sang suami. Maka tidak untuk sekarang.
Wanita itu kini tampak sibuk bereksperimen di dapur. Berusaha untuk tidak menimbulkan suara bising, mengingat ini masih jam setengah enam pagi. Didukung oleh Abyan yang sepertinya kelelahan sehabis lembur semalam, menambah niat bereksperimen Lavina meningkat.
Meskipun berusaha untuk berhati-hati, mulutnya tiada hentinya berdecak, menggerutu saat kegiatannya tidak sesuai dengan ajaran sang ibu semalam.
“Perasaan kemarin gak gini jadinya.” Lavina menatap frustrasi telur ceplok buatannya. Kuning telur meluber ke mana-mana, pinggiran telur yang gosong dan bentuknya tak lagi bulat. Dia pun menghela napas panjang. “Apa ada yang salah dengan telurnya, ya? Kayaknya, telurnya beda dari punya mama kemaren,” gerutunya lagi.
Tak ingin membuang lebih banyak bahan makanan yang ada. Lavina pun memutuskan untuk menerima hasil telur ceplok itu. Dibandingkan telur ceplok yang sebelumnya, rasanya yang terakhir ini adalah yang paling normal.
Setelahnya, dia kembali melanjutkan menyiapkan sarapan untuk dia dan suaminya dengan ala kadarnya. Hingga suara benturan keras berhasil menyentak Lavina serta mengalihkan atensinya dari tatanan piring di meja makan.
Brak!
“L—lav,” kaget Abyan di sela-sela ringisannya.
“Kenapa sampek nabrak lemari segala, sih? Masih pagi juga,” omel Lavina melihat kecerobohan sang suami.
Namun, hal itu tak dihiraukan oleh Abyan. Pria itu mendekat sembari menatap meja makan yang sudah terisi sandwich dua piring dan mengedar ke penjuru dapur. Tentu saja Lavina memperhatikan gerak-gerik Abyan, membuat dia merutuki diri dalam diam.
Pasti sebentar lagi, dirinya akan dimarahi oleh suaminya. Sebab dia sudah mengacaukan dapurnya. Membuang banyak telur dan roti demi membuat sandwich yang layak.
“Maaf, saya bangun kesiangan. Kamu jadi harus buat sarapan sendiri. Tidak ada yang luka, kan?”
Sontak saja Lavina tertegun dengan perkataan Abyan. Alih-alih mengomelinya, pria itu justru mengkhawatirkannya. Kalau seperti ini, bagaimana mungkin dia bisa tahan untuk terus menghindari suaminya itu.
“Lav, ada yang luka, ya? Parah, gak? Coba sini say—“
“Gak ada. Aku gak luka, tapi dapur kamu berantakan. Oh sama itu lagi, telur kamu habis terbuang. Maaf,” sela Lavina mendadak merasa bersalah.
Helaan napas lega terdengar. Senyuman Abyan pun terbit, setelah diserang rasa panik saat tak menemukan sang istri di sebelahnya tadi. Lalu, rasa panik itu bertambah saat melihat Lavina berada di dapur, khawatir istri manjanya itu sampai kenapa-kenapa.
“Terima kasih, ya. Sekarang kamu siap-siap dulu, gih. Biar gak telat ke kantornya,” ucap Abyan lembut, kembali mengejutkan Lavina.
“Kok kamu gak marah?” tanya Lavina spontan.
Abyan yang hendak mengambil air minum, seketika terhenti. Menoleh kembali ke arah istrinya yang masih bergeming di tempatnya.
“Kenapa saya harus marah, Lav? Dibanding harus marah-marah di pagi hari dan merusak hal baik untuk ke depannya di hari ini. Bukankah lebih baik, saya apresiasi hal yang kamu lakukan tanpa paksaan. Kamu sudah melakukan yang terbaik untuk pagi ini, Lav. Dan saya harus berterima kasih untuk itu,” tutur Abyan diakhiri senyuman tulusnya. “So, sekarang kamu cepetan siap-siapnya,” imbuhnya lagi.
Tak bisa lagi Lavina menahan senyumannya. Untuk pertama kalinya dia tersenyum dengan tulus ke arah Abyan. “Terima kasih, ya, Mas.”
Setelahnya Lavina melesat pergi, menyembunyikan rona merah di pipinya. Tanpa tahu kalau saat ini wajah Abyan tak kalah memerah begitu ditinggalkan olehnya.
“Lucu,” gumam Abyan terkekeh ringan.
***
Tak terasa waktu bergulir dengan cepatnya. Setelah mendapat les tambahan dari sang ibu tentang masak-memasak tanpa diketahui Abyan. Lavina kini sudah berada di jalan pulang bersama sang suami.
Jika biasanya suasana akan terasa hening nan dingin. Kali ini terasa lebih hangat, terlebih saat ini dengan tiba-tiba Abyan memberikan sebuah bingkisan ke atas pangkuan Lavina.
“Untuk aku? Tiba-tiba banget.” Lavina menatap bingung ke arah Abyan yang sedang fokus menyetir di sampingnya.
Abyan mengangguk pelan. “Reward untuk kamu yang sudah berinisiatif menjadi istri yang lebih baik,” ucapnya.
Tentu saja Lavina dibuat terkejut atas pernyataan sang suami. Menimbulkan kekehan geli keluar dari bilah bibir Abyan, yang sempat mencuri pandang ke wajah sang istri.
“Buka, Lav. Tapi, maaf kalau tidak sesuai selera kamu, ya. Soalnya saya tidak tahu pasti seperti ap—“
“Cerewet!” sanggah Lavina berhasil membungkam mulut Abyan. “Seharusnya biarin aku liat dulu hadiahnya. Belum juga aku liat udah minta maaf aja. Lagian, namanya hadiah itu ya harus diterima dengan senang. Tanpa mikirin sesuai selera apa bukan,” sambungnya bersungut-sungut.
“Ternyata kamu lebih cerewet,” celetuk Abyan yang langsung mendapat delikan kesal dari istri kecilnya.
Tak ingin menambah kekesalan Lavina, Abyan kembali diam, membiarkan sang istri membuka hadiah pemberiannya. Dengan sabar pria itu menunggu reaksi Lavina. Namun, setelah menit-menit berlalu, pria itu tak kunjung melihat ekspresi atau tanggapan apa pun dari sang istri.
Padahal jelas-jelas bingkisannya sudah terbuka sejak tadi. Membuat perasaan Abyan mendadak tidak nyaman.
“Lav, kamu ... gak suka, ya?” Pertanyaan yang tersimpan di tenggorokannya sedari tadi, akhirnya berhasil keluar dari mulut Abyan.
Lavina masih bergeming, makin menambah rasa berkecamuk di hati Abyan. Terlebih, sang istri kini mulai menatapnya tanpa menampilkan wajah cerianya seperti tadi. Apakah dia melakukan kesalahan?
“Mas,” panggil Lavina, sukses membuat napas Abyan mencekat.
“I—iya. Kenapa, Lav?” tanya Abyan mencoba tetap tenang.
"Kalau aku nanti tambah pinter masak dan lebih baik lagi. Apakah aku akan dapat saham di perusahaan kamu?”
“Hah?”
Reaksi Abyan yang tampak cengo itu sangat sukses membuat Lavina tergelak, bahkan dia sudah terpingkal. Ternyata mengerjai suami sabarnya itu lucu juga.
“Lav, kamu ngerjain saya?” Abyan berdecak pelan, tetapi tak urung juga dia tersenyum. Perasaannya kembali menghangat, tanpa bisa ditahan. Melihat raut senang Lavina nyatanya membuat perasaannya kembali hidup.
“Aku harap kamulah jawabannya, Lav,” lirih Abyan, masih betah menatap betapa indahnya wajah Lavina yang tertawa lepas untuk pertama kalinya, sejak pernikahan mereka terjadi. Sampai suara pekikan sang istri berhasil menghantam kesadaran Abyan.
“Mas Aby awas!!”
*
*
Selamat siang semuaaa
Jangan lupa like dan vote ya biar author semangat up nya
See you 😉