Bagaimanapun takdirnya nanti, tiga raga akan tetap satu jiwa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wayan adi suastama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPS 7
kerinduan Dandi pada ibu tidak akan pernah habis. Hari ini Ayah kembali datang ke rumah hanya untuk marah-marah dan menyakitinya seperti hari-hari kemarin. Dulu, kalau sedang dihadapkan dengan situasi seperti ini, Ibu sudah ancang-ancang untuk melindungi Dandi, Ayu dan Ani. Dan ibu selalu menempati garis paling depan karena tidak mau tangan kotor milik Ayah menyentuh anak-anaknya.
" Mau jadi apa kamu, Dan!. kemarin ada narkoba di kamarmu, sekarang berantem sama sekolah lain, mau mempermalukan Ayah dengan kelakuan bodohmu itu, hah?!".
Kepalan tangan Ayah mendarat di bahu Dandi cukup kuat, sampai-sampai Dandi hampir jatuh kalau saja ia tidak menyeimbangkan tubuhnya.
" Merasa jagoan kamu sampai berani nyerang-nyerang begitu?! , memang punya nyawa berapa banyak? hah?. Tangan Ayah masih mendorong-dorong bahu Dandi.
Dandi tidak melawan, karena bagaimanapun memang dia yang salah. Dandi dan kawan-kawan nya meyerang sekolah lain hingga menyebabkan kerusuhan.
Ayu dan Ani yang melihat Ayah memarahi Dandi dengan penuh membara pun sangat takut, mereka hanya bisa berdiam diri dipojokan rumah, tanpa berani menghentikan Ayah.
Ayah tampak semakin kesal, Nafasnya memburu setelah sadar kalau Dandi terlihat tidak perduli dengan ucapannya.
" Berani kamu mengacuhkan Ayah?!".
" Dandi tidak mengacuhkan Ayah, Dandi sedang merenungi kesalahan Dandi , Pak. Dandi minta maaf". segera tangan Dandi bergerak untuk meraih tangan Ayah yang masih menggenggam botol minuman untuk ia cium.
Bahkan Ayu dan Ani pun sudah sangat hapal, setiap Ayah pulang kerumah pasti dengan keadaan mabuk berat. Seperti sekarang contohnya, padahal disitu Dandi sudah berusaha meraih Tangan Ayah, tetapi begitu kerasnya Ayah malah menampar pipi Dandi, sehingga anak itu sampai-sampai linglung menabrak meja.
" minta maaf dan diulangi lagi, begitu saja seterusnya! malu Ayah, apa kata-kata orang nanti!".
Dengan gerakan kasar, Ayah cengkeram kerah baju Dandi dengan sangat kuat. Bahkan saking kuatnya tenaga Ayah, leher Dandi sampai tercekik.
" Sakit, Yah... " Dandi berusah melepaskan cengkraman itu dari kerah bajunya. " Dandi minta maaf, Dandi janji tidak akan melakukan kesalahan yang sama lagi. Dandi janji."
Namun Ayah sama sekali tidak menggubris rengekan itu, tanganya malah lebih sengaja mencengkram kerah baju Dandi sampai rasanya Dandi kesulitan bernafas. Bagaimana tidak? tangan Ayah yang besar dan dipenuhi urat menonjol itu, dengan sengaja menekan leher Dandi sampai dimana Dandi terbatuk cukup lama setelah cengkraman itu dilepas.
Ayu yang semula memilih untuk diam, kini sudah tidak mampu lagi ketika ia melihat Ayah dengan beringas menyiksa Dandi, yang jelas-jelas sudah meminta maaf.
" Ayah seharusnya bisa menjadi contoh kalau Ayah mau menuntut, Setidaknya beri kami contoh yang baik, beri kami contoh seperti apa yang ayah mau. Jangan bisanya hanya menyakiti perasaan kami!".
Sedetik kemudian selepas Ayu mengucapkan itu, Ani langsung menarik tangannya setelah sadar akan emosi Ayah yang terlihat semakin meluap-luap.
Sedangkan Ayah yang baru saja mendapatkan serangan lisan dari Ayu, Ayah langsung melangkah mendekat pada dimana putri keduanya itu berdiri. Tetapi sebelum mendaratkan tangan di tubuh putrinya itu, dengan cepat Dandi menarik tangan Ayah sampai rasanya Dandi bisa merasakan otot-otot Ayah yang mengeras.
" Sudah yah, jangan pukuli siapa-siapa lagi, aku minta maaf, aku yang salah".
Tidak ada jawaban, Ayah malah melenggang keluar sambil merogoh saku celananya untuk meraih satu batang rokok. Laki-laki itu mendudukan dirinya diatas teras rumah sambil menghisap rokok. Ketika ada masalah Ayah tidak bisa mengendalikan emosinya. Dan satu-satunya benda yang membuat ia tenang adalah rokok, seperti sekarang contohnya.
Sudah terhitung dari dua jam yang lalu, Ayah kembali meninggalkan rumah. Entah kemana perginya ia tidak pamitan kepada anak-anak. Dandi yang kini sudah merasa baikan, mengucapkan terimakasih kepada Ayu dan Ani yang sudah membantunnya membawa ke kamar untuk istirahat.
" Kalian jangan terlalu memikirkan Ayah ya, lakukan saja apa yang kalian suka, Ayah sudah terlanjur marah sama Aku ". Ucap Dandi sambil mengusap kepala Ayu dan Ani yang menemaninya di kamar.
" Malam ini kalau kalian mau keluar, keluarlah, Aku mungkin mau istirahat saja di rumah ". Lanjut Dandi.
Ayu dan Ani yang kasian melihat kondisi Dandi tidak enak hati untuk meninggalkan Dandi sendirian dirumah.
" ah enggak kak, Aku dan Ani akan menemani kakak malam ini". Ucap Ayu sembari menyodorkan teh hangat ke kakanya itu.
Dandi lantas menyuruh Ani si bungsu untuk keluar kamar dan mengambil beberapa buah barang haram yang di taruh Ayah di meja tadi. Ketika dalam keadaan di bawah tekanan seperti ini, hanya narkoba lah yang membuat Dandi merasa nyaman.
" Ni, tolong ambilin kakak barang haram yang Ayah taruh di meja ruang tamu itu ya, kakak mau memakainya ". Suruh Dandi sambil tersenyum ke arah Ani.
Ani lantas bangun dan mengambil narkoba yang Dandi suruh untuk dibawa ke kamar.
" Ni kak, tapi aku dan kak Ayu boleh minta sedikit gak?". Tanya Ani sambil menyodorkan narkoba tersebut ke Dandi.
" Ah, kalian gausah memakai barang ini, kalian cukup lihat saja, ini terlalu bahaya buat kalian ".
Meskipun barang tersebut sangatlah berbahaya, tetapi hanya itu yang bisa membuat pikiran Dandi menjadi nyaman kembali. Tak lama kemudian setelah memakai barang haram tersebut, Dandi langsung tertidur pulas , seakan tidak pernah ada masalah yang terjadi.
Ayu dan Ani pun ikut tertidur di samping kakaknya, lantaran sudah sangat mengantuk .
Oiya, ekhem... Jangan lupa mampir juga ya ke ceritaku "Racun Kesesatan" ceritanya sedih juga, siapa tau berkenan mampir dan suka ...