Rifan adalah seorang remaja yang pendiam dan cenderung tertutup. Sejak kecil, ia selalu menjadi sasaran empuk bagi para pembully di sekolahnya. Hidup dalam bayang-bayang ketakutan dan rasa rendah diri, Rifan sering merasa putus asa dan tidak berharga. Namun, di balik kelemahannya, tersembunyi semangat dan potensi besar yang menunggu untuk ditemukan.
Suatu hari, Rifan bertemu dengan seorang guru bela diri yang melihat potensi tersembunyi dalam dirinya. Dengan bimbingan dan latihan keras, Rifan mulai mengasah keterampilan fisik dan mentalnya. Proses ini tidak hanya mengubah tubuhnya menjadi lebih kuat, tetapi juga membangkitkan keberanian dan kepercayaan dirinya.
Dalam perjalanannya, Rifan bertemu dengan tiga wanita yang mengubah hidupnya secara signifikan yaitu aiko, miyu, dan sakura.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifan Darmawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 13
Beberapa jam pun berlalu akhirnya Mereka berdua sampai. Ridan terkejut melihat tempat yang ia lihat sejauh memandang banyak pepohonan, ia baru sadar karena ia tertidur dalam perjalanan.
"Guru, di mana ini? Mengapa banyak sekali pepohonan?" tanya Rifan dengan kebingungan di wajahnya.
"Ini di hutan, Lagi pula apa kau tak sadar dalam perjalanan?" balas sang guru sambil mengangkat alisnya.
"Tidak hehe, Mengapa kita di hutan? Kau bilang kan kalau kita bukan berkemah?" tanya Rifan, semakin keheranan.
"Anak bodoh satu ini," sang guru menggelengkan kepala dengan senyum lebar. "Tentu saja kita takkan berkemah. Jika kau ingin kuat, kau harus lebih dekat dengan alam."
Rifan hanya bisa mengangguk pelan, mulai menyadari bahwa petualangan ini akan lebih dari sekadar perjalanan biasa.
Guru memberikan tas berisi barang-barang kepada Rifan. Rifan kebingungan mengapa guru memberikan tas itu padanya.
"Guru, mengapa kau memberikan tas ini padaku?" tanya Rifan dengan raut wajah bingung.
"Mengapa kau ini suka sekali bertanya dari tadi!" jawab guru dengan nada setengah kesal. "Tentu saja kau yang bawa! Mengapa hal kecil juga kau pertanyakan?"
Rifan hanya bisa mengangguk pelan, merasakan beban di pundaknya tidak hanya dari tas yang diberikan tetapi juga dari rasa penasaran dan antisipasi terhadap apa yang akan datang. Guru menghela napas, menepuk bahu Rifan dengan lembut, lalu tersenyum.
"Sudahlah, ikuti saja, Kau akan mengerti nanti," ujar guru, matanya berkilat penuh rahasia. Rifan pun akhirnya menurut, menyadari bahwa ini mungkin bagian dari pelajaran yang harus ia terima.
"Guru, apa masih jauh? Mengapa kita meninggalkan mobil? Bukankah lebih baik kita naik mobil?" tanya Rifan dengan nada sedikit lelah dan bingung.
"Sekali lagi kau bertanya, kupukul kau!" balas guru dengan nada yang lebih keras, membuat Rifan tersentak. "Sudah kubilang ikut saja! Kau ini bodoh apa pura-pura bodoh? Lihatlah, pepohonan semakin menyempit. Bagaimana bisa mobil masuk?" Guru mengacungkan tangan ke arah pepohonan yang lebat dan jalur yang sempit.
Rifan menelan ludah, merasa sedikit gugup. Tapi ia juga merasa sedikit heran melihat betapa seriusnya guru. Ia mengangguk cepat, mencoba menghilangkan kebingungannya.
"Baik guru, Aku ikut saja," jawabnya sambil memperbaiki tali tas di pundaknya, berusaha mengikuti langkah guru yang semakin cepat.
Guru tersenyum tipis, lalu melanjutkan perjalanan. "Begitu lebih baik, Rifan. Terkadang, untuk belajar hal besar, kita harus meninggalkan kenyamanan kecil," ujarnya, suaranya kini lebih lembut namun penuh arti.
Rifan pun hanya bisa mengikuti, kini sedikit lebih mengerti bahwa perjalanan ini lebih dari sekadar fisik, tapi juga mental dan spiritual.
Beberapa jam perjalanan yang melelahkan akhirnya mereka sampai. Rifan terkejut melihat sebuah rumah di tengah hutan, matanya membelalak tak percaya.
"Guru, ini... ini rumah di tengah hutan?" tanya Rifan, suaranya bergetar antara kagum dan heran.
Guru hanya mengangguk sambil tersenyum puas melihat ekspresi muridnya. "Ya, Rifan. Ini tempat kita akan tinggal sementara waktu. Alam di sekeliling kita akan menjadi teman dan guru yang berharga."
Rifan masih berdiri terpaku, mencoba mencerna semuanya. Ia merasa letih, tapi juga tak sabar untuk mengetahui apa yang akan ia pelajari di tempat ini. "Kenapa harus di sini, guru? Apa yang akan kita lakukan?"
Guru menepuk bahu Rifan, lalu menatapnya dengan penuh arti. "Di sini, kau akan belajar banyak hal yang tak bisa diajarkan di kelas. Kekuatan, ketenangan, dan kebijaksanaan. Semua itu akan datang dari alam dan kerja kerasmu."
Rifan mengangguk, perasaan antisipasi mulai mengalahkan kelelahan. Ia siap menerima tantangan yang ada di depan mata, menyadari bahwa ini adalah kesempatan langka yang tak boleh ia sia-siakan.
"Tapi itu rumah siapa, Guru? Mengapa ada di tengah hutan?" tanya Rifan dengan kagum, matanya tak lepas dari rumah yang terlihat nyaman itu.
"Itu rumahku," jawab guru dengan senyum bangga. "Yang kusiapkan untuk saat aku tua nanti, agar tak diganggu oleh kebisingan kota."
"Tapi kau sudah tua, apa ini buat sekarang?" tanya Rifan polos.
Guru mendadak memelototinya, wajahnya berubah merah karena emosi. "Apa kau mengejekku, hah?"
"T-ti-tidak, Guru! Aku hanya bertanya saja," jawab Rifan terbata-bata, mundur sedikit, kaget dengan reaksi gurunya.
Guru menghela napas, berusaha meredakan amarahnya. "Baiklah, kalau begitu. Ingat, Rifan, kadang kata-kata bisa menyakiti lebih dari yang kau kira. Mari kita masuk dan lihat apa yang bisa kita pelajari di sini," ujarnya sambil berjalan menuju rumah, meninggalkan Rifan yang masih mencoba memahami suasana hati gurunya.
Rifan mengikuti dari belakang, kini lebih berhati-hati dengan pertanyaan-pertanyaannya, namun tetap tak bisa menyembunyikan rasa penasarannya akan petualangan yang menantinya.
"Beristirahatlah dulu untuk hari ini. Kita akan memulai latihan esok," jawab guru dengan nada lembut namun tegas.
Rifan mengangguk, merasakan kelelahan dari perjalanan panjang. "Terima kasih, Guru. Aku benar-benar perlu istirahat," katanya sambil mengusap keringat di dahinya.
Guru tersenyum tipis, matanya menunjukkan kebijaksanaan dan pengertian. "Istirahat yang cukup, Rifan. Esok hari akan menjadi awal dari perjalanan yang akan menguji batas dirimu."
Rifan memasuki rumah, matanya berkeliling mengagumi setiap sudutnya. Rumah itu terlihat sederhana namun nyaman, dengan aroma kayu dan udara segar yang menenangkan.
"Ini luar biasa, Guru. Aku tak pernah membayangkan rumah seperti ini di tengah hutan," ujarnya, tak bisa menyembunyikan kekagumannya.
Guru hanya mengangguk sambil tersenyum, merasa puas dengan reaksi muridnya. "Nikmati malam ini, Rifan. Esok kita akan menghadapi tantangan yang sesungguhnya," katanya sebelum berbalik menuju kamarnya sendiri.
Rifan merebahkan diri di tempat tidur yang disediakan, matanya perlahan menutup sambil membayangkan petualangan yang akan dihadapinya. Di balik rasa lelah, ada semangat dan antisipasi yang menggelora di dadanya.