Akibat memiliki masalah ekonomi, Gusti memutuskan bekerja sebagai gigolo. Mengingat kelebihan yang dimilikinya adalah berparas rupawan. Gusti yang tadinya pemuda kampung yang kolot, berubah menjadi cowok kota super keren.
Selama menjadi gigolo, Gusti mengenal banyak wanita silih berganti. Dia bahkan membuat beberapa wanita jatuh cinta padanya. Hingga semakin lama, Gusti jatuh ke dalam sisi gelap kehidupan ibukota. Ketakutan mulai muncul ketika teman masa kecil dari kampungnya datang.
"Hiruk pikuknya ibu kota, memang lebih kejam dibanding ibu tiri! Aku tak punya pilihan selain mengambil jalan ini." Gusti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desau, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 20 - Gusti Yang Semakin Mempesona
Ketika pagi tiba, Gusti pulang ke kostan. Penampilan barunya sontak menjadi sorotan para penghuni kost. Bahkan lelaki saja sampai dibuat kagum olehnya. Ya, terkadang kerupawanan dari sesama gender yang berlebihan, memang membuat menarik.
"Anjir, Gus! Ini kau?" Aman menarik lengan Gusti. Membalikkan tubuh Gusti menghadapnya.
Gusti terkekeh. "Menurutmu siapa? Setan?" balasnya.
"Kau beli baju ini dari mana? Setahuku ini mahal loh," tegur Aman seraya menilik baju yang dikenakan Gusti.
"Mau tahu aja kau," balas Gusti tak peduli.
"Oh iya. Kau juga transfer uang padaku kan untuk bayar hutang? Kau dapat uang dari mana, Gus? Bapakmu jual tanah lagi ya di kampung?" Aman terus mencecar Gusti dengan pertanyaan.
"Apa itu penting? Yang penting kan hutangku sudah lunas. Sudah! Aku mau siap-siap pergi ke kampus." Gusti masuk ke kamar. Dia tak lupa menutup pintu agar Aman tidak bisa masuk.
Aman hanya memiringkan kepala. Ia menggaruk kepalanya sambil beranjak dari depan pintu kamar Gusti.
Waktu hampir menunjukkan jam delapan pagi. Gusti bergegas pergi ke kampus karena takut terlambat. Mengingat kuliah akan dimulai jam setengah sembilan. Gusti takut akan terjebak kemacetan seperti biasa.
Gusti melangkah cepat keluar dari kamar. Saat itulah seorang gadis mengikutinya dari belakang.
"Hei! Mau berangkat kuliah juga?" gadis itu menyapa. Dia memiliki rambut panjang yang diberi sentuhan warna hijau.
"Iya." Gusti menjawab singkat sambil terus melangkah. Dia hanya menatap pada gadis itu selintas.
"Kenalkan aku Raisa. Tapi bukan penyanyi terkenal itu," ungkap Raisa dengan sedikit kelakar.
Gusti akhirnya menatap Raisa dan terkekeh. "Lucu sekali," komentarnya. Barulah Gusti sadar kalau gadis yang mendekatinya sangat cantik.
"Kau mau ikut aku? Kebetulan aku punya motor," ajak Raisa.
"Memangnya kita satu kampus?" tanya Gusti.
"Iya! Aku sangat mengingatmu sejak ospek kemarin. Tapi baru sekarang berani ngajak ngobrol," jelas Raisa. "Ayo! Mau ikut nggak? Pakai motor lebih cepat loh," bujuknya.
"Oke deh." Gusti setuju berangkat ke kampus bersama Raisa.
"Nih! Karena kau nebeng, kau yang bawa. Bisa bawa motor kan?" Raisa memberikan kunci motornya pada Gusti.
"Bisa dong!" Gusti dengan senang hati menerima. Dia segera membonceng Raisa dengan motor matic berwarna putih tersebut.
Dalam perjalanan, Raisa mengajak Gusti bicara. Katanya dia baru mengetahui Gusti satu kost dengannya kemarin.
"Maaf ya. Tapi aku baru mengetahui kau satu kost denganku hari ini," tanggap Gusti.
"Nggak apa-apa. Sekarang yang penting kita sudah saling kenal." Perlahan Raisa melingkarkan dua tangannya ke pinggang Gusti.
Gusti sedikit kaget. Meskipun begitu, dia sama sekali tidak masalah dengan sentuhan tersebut.
Sesampainya di kampus, Gusti dan Raisa saling berpisah. Raisa sendiri kuliah di jurusan yang berbeda dengan Gusti. Gadis itu tak lupa meminta nomor Gusti saat akan berpisah.
Ketika tiba di kelas, kedatangan Gusti langsung disambut oleh teman-temannya. Hari itu, bukan hanya Raisa yang mencoba mendekat dan meminta nomor Gusti, tetapi beberapa gadis lainnya. Tentu hanya gadis-gadis berani yang bisa bertindak begitu.
Bertepatan dengan itu, Elang dan Widy datang. Atensi mereka tentu langsung tertuju ke arah Gusti.
Widy terkesiap menyaksikan penampilan Gusti yang berbeda dari biasanya. Sebagai perempuan, dia tentu merasakan ketertarikan.
Sementara Elang, dia malah tersenyum miring. Melihat penampilan Gusti sekarang, membuat dugaannya semakin kuat.
Elang mendekati Gusti. Dia merangkul pundak Gusti. "Gus! Kemana kau kemarin? Habis libur sehari langsung tajir aja," sarkasnya. Perlahan Elang mendekatkan mulut ke telinga Gusti. Ia berbisik, "Wanita mana yang membayarmu?"
Mata Gusti terbelalak tak percaya. Bisikan Elang seakan menangkap basah dirinya.