Sehari sebelum Dipta meninggal, ia meminta Liam untuk menikahi Vana, tunangannya.
Liam Mahendra adalah seorang dokter yang memutuskan hubungan bersama kekasih hampir empat tahun mengisi hatinya, ia memilih menepati janji yang ia buat di rumah sakit untuk menikahi Vana, calon istri sahabat baiknya Dipta.
Liam memang tak mencintai Vana, namun setelah menikah akankah bisa merubah perasaannya? Dan benarkah pilihan yang ia ambil memang ditentukan takdir?
Cinta, kecewa dan amarah mengisi penuh cerita ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Achakajayes, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Makan Siang Bersama
Seperti hari-hari yang lalu...
Alex mulai malas meladeni sikap uring-uringan Wilona yang selalu curhat perihal Liam begini, Liam begitu, dan selalu LIAM nya.
Mantan sahabat SMA nya selalu saja berhasil merebut sesuatu yang diinginkan Alex. Pria itu dulu amat menyukai Wilona namun gagal menjadi pria yang pertama menjadikannya kekasih. Tapi Alex tetap pada keinginannya, diam-diam merayu Wilona untuk bermain di belakang kekasihnya. Sesuatu yang tak di dapat Wilona ke Liam ada pada dirinya. Hasrat memang susah dipendam, percayalah.
"Come on... Mulai bosen gua kalau lo selalu bahas Liam"
"Nyerah aja udah, kata lo dia ada istri kan?", amat santuy seraya menghisap rokok.
Berada di hotel tanpa pakaian atas, kebiasaan Alex menenangkan diri dari banyaknya masalah keluarga. Terutama papa yang selalu menuntut tanpa jeda. Belum lagi pembahasan pernikahan, menjengkelkan!
Dan sekarang di hadapan gua lebih menjengkelkan, tau gini gua main sama pacar cadangan yang lain.
Pacar? Menyebut hubungannya dengan Wilona seperti apa saja bingung bukan main..
Tapi sejujurnya ada yang lebih memikat hati Alex, bayangan wajah menahan kesal gadis itu selalu mengiringi pikiran.
Dia keknya belum punya pacar deh, mana cantik banget. Jadi pengen milikin kan gua..
Wilo, posisi penting lo dalam hidup gua keknya harus gua geser. Toh, Liam udah gak sama lo. Mau manasin dia juga percuma.
PRANG!!
Lagi-lagi gelas kaca di pecahkan secara brutal oleh wanita pemarah ini, kalau gini yang bayar siapa? Yang keluar duit Alex lah... Belum lagi manager hotel nanyain ngapain mereka mecahin gelas.
Hobi kali. . .
"Terus sekarang mau lo apa?"
Wilona mengatur nafas yang tak beratur, "gue mau nyari tau siapa istri Liam"
Vana.... Vana.... Vana... Kok gue familiar sama nama itu?
Apapun itu Wilona akan membuat pernikahan Liam bersama istrinya retak tak tersisa.
"Mau gua bantu?"
...----------------...
Jam menunjukkan pukul dua belas siang.
Sepulang dari kerja, Vana sengaja memasak makanan untuk di bawa ke rumah sakit Pelita. Ia ingin mengantarnya langsung ke tempat suaminya.
Vana: Liam aku di depan pintu ruangan kamu
Usai mengirim pesan Vana bersiap mengetuk ruangan yang tertutup rapat.
Jeglek!
Ia kalah cepat, suaminya terlebih dulu membuka seraya menunjukkan reaksi terkejut. Bahkan mata Liam mengerjap sampai lima kali.
"Kamu ngapain kesini?"
Vana pun terkekeh lantas mengangkat renteng makanan di tangannya.
"Mau anter makan siang buat kamu", sungguh mendengar itu Liam bahagia bukan main.
" Mau temenin makan juga gak?"
Sekarang gantian Vana dibuat kaget, belum sempat menjawab lengannya sudah di tarik masuk.
Beberapa perawat yang berlalu lalang sempat melihat kedekatan sepasang suami-istri ini.
"Itu istrinya?"
"Cantik adem banget kalau di liat kan?"
"Kalau gitu sih emang cocok banget!"
...----------------...
Liam tampak menikmati makanan tanpa sungkan, syukurlah kamu suka.
"Ayo makan juga, akk!", entah sadar atau tidak Liam bersikap manis sekali ke sang istri.
Jantung Vana tak berhenti berdetak cepat saat menerima suapan sendok milik Liam, akh benar! tanpa sengaja mereka berciuman secara tak langsung.
Liam. . . Sebenarnya aku mau tanya ke kamu. Tapi itu gak akan mungkin kan? Apa mungkin perhatian kamu ke aku hanya sebatas untuk menjaga perasaan aku? Rasanya gak akan semudah itu kamu bisa nerima aku, maaf secepat ini aku terlalu pede. Tapi kalau boleh jujur aku nyaman sama kamu Liam, sebagai suami ku. Bukan karena kamu pengganti Mas Dipta..
"Eum... Liam... "
Liam merespon menggunakan deheman, kalau sedang makan dan diajak bicara dia tetap akan memilih fokus menghabiskan lebih dulu.
"Hm?"
"I-itu... Apa aku, boleh panggil kamu dengan sebutan mas?"
"UHUK!! UHUKK!! HUKK?!"
".... "
Eh aku salah ngomong ya?
"Minum dulu mas... Eh Liam", semua nya jadi serba salah bagi Vana.
Wajah Liam nampak merah akibat pernyataan dan aksi tersedak barusan, sungguh tak ada maksud melakukan itu ke hadapan sang istri. Spontan saja, malu kan kalau gini...
" Ekhm, b-boleh! Kamu boleh panggil aku pakek sebutan itu"
Deg.
Akh! Suasana canggung selalu mengiringi saat hal-hal yang tak pernah dipikirkan terjadi begitu saja.
Tok! Tok! Tok!
Di luar ruangan Dita mengetuk pintu sebelum membuka dan masuk. Hampir saja perawat satu itu membeku di tempat.
"Emm... Dokter masih ada tamu ya?", walau dalam hati Dita memuji kecantikan Vana. Ia hanya mengangguk sopan.
" Akh iya, dia–"
Keduanya saling menukar pandang, Liam meminta ijin memperkenalkan Vana kepada perawat nya.
"Dia istri saya, namanya Vana"
Jangan tanyakan kondisi jantung Vana, kenapa ruangan ini semakin panas saja?
"Wah! Cantik sekali istri dokter"
Bisa mati kutu kalau lama-lama gini terus..
Bersambung.
