NovelToon NovelToon
The Worst Villain

The Worst Villain

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Balas Dendam / Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:20.9k
Nilai: 5
Nama Author: @hartati_tati

Fany, seorang wanita cantik dan anggota mafia ternama, tergeletak sekarat dengan pisau menancap di jantungnya, dipegang oleh tunangannya, Deric.

"Kenapa, Deric?" bisik Fany, menatap dingin pada tunangannya yang mengkhianatinya.

"Maaf, Fany. Ini hanya bisnis," jawab Deric datar.

Ini adalah kehidupan ketujuhnya, dan sekali lagi, Fany mati karena pengkhianatan. Ia selalu ingat setiap kehidupannya: sahabat di kehidupan pertama, keluarga di kedua, kekasih di ketiga, suami di keempat, rekan kerja di kelima, keluarga angkat di keenam, dan kini tunangannya.

Saat kesadarannya memudar, Fany merasakan takdir mempermainkannya. Namun, ia terbangun kembali di kehidupannya yang pertama, kali ini dengan tekad baru.

"Aku tidak akan membiarkan siapapun menyakitiku lagi," gumam Fany di depan cermin. "Kali ini, aku hanya percaya pada diriku sendiri."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @hartati_tati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 6

Saat proses pembelajaran sedang berlangsung, tiba-tiba pintu kelas Fany terbuka dan seorang guru wanita masuk. Semua mata murid segera tertuju pada guru wanita itu, penasaran apa yang terjadi.

Guru wanita itu mendekati guru yang sedang mengajar di depan kelas dan berbicara dengan suara pelan, "Maaf mengganggu, Bu. Kepala sekolah meminta Fany untuk segera ke ruangannya."

Guru yang mengajar menganggukkan kepala dan menoleh ke arah murid-muridnya. "Fany, kamu diminta untuk ke ruang kepala sekolah sekarang," kata guru itu dengan nada tegas.

Fany, yang sedang duduk di bangkunya, menganggukkan kepala. "Baik, Bu," jawabnya singkat.

Suasana kelas menjadi hening saat Fany bangkit dari tempat duduknya. Murid-murid lain saling bertukar pandang, bertanya-tanya apa yang sedang terjadi. Fany mengemasi bukunya dan dengan tenang berjalan keluar kelas, mengikuti guru wanita yang datang tadi.

Saat sampai di depan pintu ruang kepala sekolah, guru wanita itu mengetuk pintu beberapa kali sebelum membukanya. "Permisi, Pak, saya membawa Fany," ucap guru wanita itu dengan suara lembut namun tegas, dia mengucapkan,

Fany mengikuti guru wanita itu masuk ke dalam ruangan. Begitu pintu tertutup di belakangnya, mata Fany segera tertuju pada beberapa orang dewasa yang sudah duduk di dalam ruangan. Mereka menatapnya dengan tajam, ekspresi mereka kaku dan penuh ketegangan. Fany mengenali wajah-wajah itu, mereka adalah orang tua Clara, Maya, dan Lisa—tiga murid yang sering bermasalah dengannya.

Kepala sekolah, seorang pria paruh baya dengan rambut yang mulai memutih, duduk di belakang meja kerjanya, menatap Fany dengan serius. "Silakan duduk, Fany," katanya sambil menunjuk kursi kosong di depannya.

"Anak ini harus diberi pelajaran. Dia terlalu berani dengan anak-anak kita," kata seorang wanita paruh baya, ibu Clara, memulai percakapan dengan nada tajam.

"Kami tidak bisa membiarkan ini terus berlanjut. Anak kami pulang dengan luka dan trauma," kata Ayah Maya menambahkan.

"Kami hanya ingin keadilan dan perlindungan bagi anak-anak kami," ujar Ibu Lisa, dengan nada lebih tenang namun tak kalah serius.

Kepala sekolah mengangguk, mendengarkan dengan seksama setiap kata yang diucapkan oleh para orang tua itu. Dia kemudian menoleh ke Fany, menatapnya dengan tatapan yang mengharapkan penjelasan. "Fany, apa yang bisa kamu katakan tentang tuduhan ini?" tanyanya dengan suara tegas namun adil.

Fany menatap langsung ke arah kepala sekolah, mengambil napas dalam-dalam sebelum berbicara, "Saya tidak bermaksud mencelakai

mereka, Pak. Saya hanya membela diri. Mereka yang memulai semuanya."

"Anak saya tidak mungkin memulai. Clara tidak seperti itu!" kata Ibu Clara menyela dengan suara tinggi.

Kepala sekolah mengangkat tangan untuk menenangkan suasana. "Mari kita dengarkan Fany terlebih dahulu," katanya tegas. Dia kemudian menoleh kembali ke Fany. "Lanjutkan."

Fany menghela napas, berusaha tetap tenang di tengah tatapan tajam para orang tua itu.

"Clara, Maya, dan Lisa sering mengganggu saya, baik secara fisik maupun verbal. Saya sudah mencoba menghindar dan mengabaikan mereka, tapi ada saat-saat di mana saya tidak punya pilihan lain selain membela diri."

"Itu tidak masuk akal. Anak kami bukanlah tipe yang suka mencari masalah," kata Ayah Maya menyandarkan tubuhnya ke kursi, wajahnya menunjukkan ketidakpercayaan.

"Saya tahu sulit untuk percaya, tapi itulah yang terjadi. Saya hanya ingin pergi ke sekolah dengan tenang tanpa harus selalu merasa terancam," sahut Fany tetap tenang, menatap mata kepala sekolah.

Kepala sekolah mengangguk pelan, memikirkan kata-kata Fany. "Ini situasi yang sulit dan kita perlu menyelidikinya lebih lanjut. Saya tidak akan membuat keputusan sekarang. Fany, kamu bisa kembali ke kelas. Kami akan memanggilmu lagi jika diperlukan."

Fany berdiri dari kursinya, menatap sejenak para orang tua yang masih terlihat tidak puas. Dia membungkukkan badan sedikit sebagai tanda hormat sebelum keluar dari ruangan.

Guru wanita yang membawanya ke ruang kepala sekolah mengantar Fany kembali ke kelas.

Fany kembali masuk ke dalam kelas dengan langkah tenang, mencoba mengabaikan tatapan penasaran dari teman-teman sekelasnya. Dia duduk di bangkunya dan melanjutkan pembelajaran.

Saat bel istirahat berbunyi, semua murid berhamburan keluar dari kelas, bersemangat untuk menikmati waktu istirahat mereka. Fany, seperti biasa, tetap duduk di bangkunya. Dia membuka tasnya dan mengambil sebungkus roti yang tadi ditemukan di bak sampah. Dengan perlahan, dia mulai memakannya, mencoba mengisi perutnya yang kosong.

Sambil mengunyah roti, Fany mengeluarkan handphonenya dan mulai mencari pekerjaan part-time yang cocok untuknya. Dia menggulir layar, membaca beberapa lowongan pekerjaan yang mungkin bisa dia coba. Pikirannya berputar pada kebutuhan untuk mendapatkan tambahan uang agar bisa bertahan hidup.

Beberapa lowongan kerja muncul di layar handphonenya, mulai dari pelayan kafe hingga kasir di minimarket. Fany mempertimbangkan setiap opsi dengan serius, mencatat nomor kontak dan alamat yang perlu dia kunjungi. Sesekali, dia mendengar tawa dan obrolan teman-teman sekelasnya dari luar, tetapi Fany tetap fokus pada pencariannya.

Saat Fany sedang fokus mencatat nomor handphone dari beberapa lowongan pekerjaan, tiba-tiba empat murid laki-laki dari kelas lain masuk ke dalam kelas Fany dan langsung menghampirinya. Fany merasakan kehadiran mereka, namun tetap berusaha untuk tidak terganggu dan melanjutkan pencatatannya.

Salah satu dari keempat murid laki-laki itu, yang merupakan kekasih Clara, mengambil roti yang sedang dimakan oleh Fany. Dengan wajah penuh kebencian, dia menjatuhkan roti itu ke lantai dan menginjaknya hingga hancur.

"Kamu pikir bisa lolos begitu saja setelah apa yang kamu lakukan pada Clara?" kata murid laki-laki itu dengan nada mengejek.

"Kamu benar-benar cari masalah dengan orang yang salah," kata Murid laki-laki lainnya menambahkan.

Fany tetap diam, menatap mereka dengan tatapan dingin tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Kekasih Clara mendekat lebih dekat, wajahnya penuh dengan kebencian.

"Kamu harus tahu tempatmu. Clara akan membuat hidupmu sengsara, dan kami di sini untuk memastikan itu terjadi."

Murid laki-laki yang merupakan kekasih Clara, tidak terima dengan kata-kata Fany, segera menjambak kuat rambut Fany. Dengan penuh kemarahan, dia mencoba menarik tubuh Fany dan menjatuhkannya ke lantai. Namun, Fany tidak bergeming. Tubuhnya tetap kokoh di posisinya, seolah-olah dia tidak merasakan tarikan tersebut sama sekali.

Fany menatap tajam ke arah kekasih Clara, ekspresinya dingin dan tanpa emosi. "Lepaskan," katanya dengan suara rendah namun tegas.

Kekasih Clara terkejut melihat Fany yang tidak menunjukkan tanda-tanda kesakitan atau ketakutan. Dia menambah kekuatan tarikan, namun tetap saja tubuh Fany tidak bergerak. Teman-teman laki-lakinya yang lain juga mulai merasa canggung melihat situasi ini.

"Hei, apa yang terjadi? Kenapa dia tidak bisa digerakkan?" salah satu dari mereka bertanya, kebingungan.

Kekasih Clara mulai merasa panik, tapi dia tidak mau mundur. "Apa kamu pakai ilmu hitam atau apa? Lepaskan, dasar penyihir!" teriaknya dengan frustasi.

Fany tetap tenang, dia perlahan-lahan mengangkat tangannya dan dengan cepat mencengkeram pergelangan tangan kekasih Clara yang menjambak rambutnya. Dengan satu gerakan cepat, dia memelintir pergelangan tangan itu, membuat kekasih Clara berteriak kesakitan dan melepaskan jambakannya.

Kekasih Clara terhuyung mundur, memegangi pergelangan tangannya yang terasa sakit. "Sialan! Apa yang kamu lakukan?!" teriaknya, mencoba menutupi rasa sakit dengan kemarahan.

Fany berdiri dari kursinya, menatap mereka satu per satu dengan pandangan tajam. "Aku tidak ingin membuat masalah, tapi jika kalian terus mengganggu, aku tidak akan tinggal diam. Ingat itu."

Melihat tatapan mata Fany yang penuh determinasi dan ketenangan, para murid laki-laki itu akhirnya mundur. Kekasih Clara, yang masih merasa sakit dan malu, menggeram kesal namun tidak berani melawan lagi. Mereka semua keluar dari kelas dengan langkah tergesa-gesa, meninggalkan Fany sendirian.

Fany menatap roti yang sudah hancur di lantai, perasaan kesal mulai menyelimutinya. Dengan wajah datar, dia menghela napas dalam-dalam, lalu membungkuk untuk mengambil remah-remah roti yang berserakan. Fany berjalan menuju bak sampah di sudut kelas dan membuang sisa-sisa roti yang tidak lagi layak dimakan.

Setelah itu, dia kembali ke bangkunya dan membuka tas, mencari bungkus roti lain yang dia simpan sebelumnya. Fany mengeluarkan sebungkus roti dari dalam tas, matanya meneliti tanggal kadaluwarsa yang tertera di bungkusnya. Tanggalnya sudah lewat beberapa hari yang lalu, namun perutnya yang kosong tidak memberikan banyak pilihan.

Fany membuka bungkus roti itu dan mulai memakannya, mencoba mengabaikan rasa yang mungkin sudah tidak enak lagi. Setiap gigitan terasa lebih berat karena rasa pahit dari situasi hidupnya, namun Fany tahu dia harus tetap kuat dan bertahan.

Fany memandangi teman-temannya yang bersenang-senang di luar, menikmati waktu istirahat tanpa beban. Fany menatap roti di tangannya, berpikir tentang betapa berbedanya hidupnya dibandingkan dengan mereka.

Fany menghela napas kasar, kenangan masa lalu menghantam pikirannya seperti ombak yang tak henti. Di kehidupan pertamanya, dia adalah seorang anak yang dibuang di panti asuhan sejak bayi. Pengurus panti sering menceritakan kepadanya tentang bagaimana mereka menemukannya—seorang bayi mungil yang hanyut di sungai, terkurung dalam kardus tua yang sudah mulai hancur.

Fany masih bisa membayangkan cerita itu dengan jelas. Pengurus panti mengatakan bahwa mereka menemukan Fany ketika mendengar tangisan keras dari arah sungai. Tangisan itu begitu nyaring dan putus asa sehingga membuat mereka terhenti dari pekerjaan mereka dan segera mencari sumber suara tersebut.

"Jika bukan karena tangisanmu yang keras, mungkin kami tidak akan pernah tahu bahwa kotak yang hanyut itu berisi bayi," begitu kata pengurus panti setiap kali menceritakan kisah itu. "Kamu hanya berumur empat bulan saat itu."

Kehidupan di panti asuhan tidak pernah mudah bagi Fany. Dia tumbuh tanpa mengetahui siapa orang tuanya atau mengapa mereka meninggalkannya. Rasa ingin tahu dan luka emosional itu terus menghantui setiap langkah hidupnya.

Setiap hari di panti asuhan adalah perjuangan untuk bertahan. Fany belajar untuk tidak mengandalkan orang lain, membangun tembok tebal di sekeliling hatinya. Dia menjadi gadis yang cerdas dan tangguh, namun juga penuh dengan kepedihan dan kebencian yang tersembunyi di balik senyumnya yang jarang terlihat.

Fany menghela napas lagi, mencoba menyingkirkan kenangan itu dari pikirannya. Dia tahu bahwa dia telah berjalan jauh dari masa lalunya yang kelam. Sekarang, dia adalah seseorang yang kembali ke masa remaja yang berjuang untuk bertahan hidup di dunia yang kejam. Meski hidupnya penuh dengan tantangan, Fany bertekad untuk tidak menyerah, apa pun yang terjadi.

1
Uswatun hasanah
apakah ada yang bundir.. ngeri.(moga nggak /baperan).. 🤨
Sofi Sofiah
cerita nya keren...aku maraton baca dari awal tpi rasanya masi kurang
Zeendy Londok
lanjut thor
Uswatun hasanah
masih jadi teka teki ni..
Uswatun hasanah
iri dengki akan menghancurkan dirinya sendiri.. 😌
Uswatun hasanah
wow.. hebat .. suka mengintimidasi ternyata Fany.. gak bakal dibully... 😅
Uswatun hasanah
kehidupan Fany yang sesungguhnya dimulai... nunggu part selanjutnya...
Leha
keren
Leha
Buruk
Uswatun hasanah
ok.. ditunggu partai selanjutnya.. pertemuan... 😉
Uswatun hasanah
kayaknya Fany mati rasa..
queen bee
up terus 👍👍👍👍👍👍🤩🤩🤩🤩🤩
De Ryanti
orang ma dah nemuin anaknya langsung jemput lah ngapain nunda lama2 kurang apa terpaan hidup fany dr bayi ampe gede gitu...kakek ma bapak nya fany aneh
Uswatun hasanah
setelah kejadian ini Terima mereka Fany.. kamu berhak bahagia..
Alfatih Cell
suka sangat thor.. crazy up 💪💪💪
Rina Yuli
tapi percuma juga Fany dibawa pulang orang dianya gak percaya siapapun bahkan keluarga kandungnya
Uswatun hasanah
yeeyyy akhirnya.. didatangi juga Fany karna takut ama Ratunya 😂
Cahaya yani
knp kluarga ny tdak mnjemput nya.. ap scara tdak sngja di latih biar tangguh, tpi kl gtu knp tnpa ad bntuan scr tk di sngja
Uswatun hasanah
apakah Fany korban penculikan.. aish... penasaran...
Cahaya yani
thooorr please up yg byk donk 😭😭😭😭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!