" Meskipun Anda adalah ayah biologis saya, tapi Anda bukanlah ayah dalam kehidupan saya!" ucap Haneul Ahmad Syafi.
Seorang anak laki-laki berusia 7 tahun berkata tajam kepada pria dewasa yang mengenakan jas putih. Dia tahu bahwa pria itu adalah orang yang membuatnya dirinya ada di dunia ini sekaligus membuat sang ibu menderita selama bertahun-tahun.
Bagiamana pria itu meluluhkan hati putra dan wanita yang pernah ia buat menderita karena perbuatan jahatnya di masa lampau?
Akankan Haneul dan ibunya bisa menerima pria itu di kehidupan mereka, mengingat trauma yang dibuat pria itu cukup membuat sang ibu merasa menderita?
Yuuk baca, yang tidak suka di skip tidak apa-apa.
Terima kasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
JSI 13: Ingin Putuskan Pertunangan
Bandara internasional Soeta, Abilla mengenakan hodie, topi, kaca mata hitam dan juga masker agar dirinya tidak dikenali. Meskipun dia bukanlah artis, tapi beberapa pengkutnya di media sosial banyak yang menjadi fans nya. Dan saat ini dia sedang tidak dalam mood yang baik untuk menanggapi para penggemarnya itu.
Sebenarnya sudah satu jam yang lalu dia sampai di tanah air, tapi Abilla baru keluar. Ia ingin sang tunangan menjemput tapi lagi-lagi Sai mengatakan bahwa ia sedang sibuk. Abilla pun menjadi kesal. Semenjak Sai pulang lebih dulu mereka sama sekali tidak berkomunikasi.
Abilla yang kesal memang sengaja Tidka mengirim pesan ataupun menelpon, ia berharap Sai lah yang menghubunginya duluan. Tapi ternyata itu hanyalah angan semu. Sai sama sekali tidak menghubunginya dan itu membuat Abilla uring-uringan.
Braaak!
" Ma, aku mau memutuskan pertunangan ku dengan Sai sialan itu!" Teriak Abilla ketika dia baru saja sampai di rumah. Wajahnya terlihat marah dan nafanya menggebu. Jika biasanya itu hanya sekedar pelampiasan rasa kesalnya, tapi sepertinya kali ini tidak.
Bukan hanya sekali ini Abilla mengatakan bahwa ia ingin mengakhiri hubungannya dengan Sai, tapi semuanya kembali baik-baik saja. Namun sepertinya saat ini Abilla serius. Dia serius dengan ucapannya dan bukan hanya sekedar peluapan emosi sesaat.
" Halah, kamu bicara begitu tapi ujung-ujungnya nanti nggak," celetuk Mirya. Ibu dari Abilla itu sepertinya tidak percaya dengan ucapan sang putri.
" Ma, aku serius kali ini. Aku sungguh lelah dengan hubunganku. Namanya hubungan itu dia arah, saling bergandengan untuk jalan bersama. Tapi aku, aku serasa jalan sendiri Ma. Aku lelah. Kami baru bertunangan saja sudah begini, apalagi menikah. Ma aku tahu pekerjaan adalah hal penting, tapi Sai sama sekali tidak pernah menganggapku. Dia benar-benar mengesampingkan keberadaanku."
Mirya yang awalnya masih tersenyum kini berubah serius. Ia lalu duduk di sebelah putrinya dan menatap wajah sang putri dengan lekat.
" Dulu yang minta bertunangan siapa, kamu kan?"
Abilla membuang nafasnya kasar. Ya dia akui dialah yang meminta Sai untuk bertunangan. Ia merasa sangat yakin bahwa Sai juga menginginkan itu. Tapi hingga setahun berlalu, belum ada keinginan Sai untuk membahas pernikahan. Dan itu cukup membuat Abilla resah. Apalagi semakin kesini semakin renggang saja komunikasi diantara mereka berdua.
" Ma, sepertinya aku benar-benar tidak bisa melanjutkan pertunangan ini. Jika Sai sama sekali tidak ingin memperjuangkan hubungan ini maka aku pun menyerah, aku lelah Ma. Aku lelah mengemis perhatian darinya. Bukannya aku tidak tahu bagaimana sibuknya dia, tapi hanya sekedar berkirim pesan pun dia tidak bisa melakukannya."
Sraak
Tap! Tap! Tap!
Brak
Abilla sedikit keras menutup pintu kamarnya, ia lalu melemparkan tubuhnya diatas ranjang. Tangisnya pecah, ia sungguh merasa tidak sanggup. Padahal bayangan pernikahan sudah di depan mata. Ya, dalam hati terdalamnya ia sungguh ingin menikah dengan Sai. Membina rumah tangga dengan pria yang dicintainya, sungguh sangat ia dambakan. Tapi apakah Sai juga merasakan hal yang sama dengannya.
Abilla tiba-tiba bangun dan duduk. Ian mencoba mengingat kembali, selama ini yang selalu mengatakan cinta adalah dirinya. Dan ia belum pernah sekalipun mendengar ucapan itu keluar dari bibir Sai.
" Kita sudah bukan ABG lagi, jadi kata-kata seperti itu tidak kita perlukan."
Abilla ingat, itu adalah kata-kata Sai saat ia bertanya apakah pria itu mencintainya atau tidak. Abilla mengacak rambutnya kasar. Ia sungguh melupakan hal itu.
" Apa mungkin aku hanya cinta sendirian. Ha ha ha sungguh menyedihkan bukan. Dasar Sai bajingan brengsek!"
Uhuk uhuk uhuk
Sai yang sednga makan dikantin rumah sakit tiba-tiba terbatuk. Ia tersedak oleh makanan yang baru saja masuk ke mulutnya. Hendar yang merupakan asistennya membantu menepuk punggung Sai dan juga memberikan air putih.
" Dok, pelan-pelan saja makannya, asli deh saya tidak akan minta makanan Dokter."
Tatapan tajam langsung dilayangkan Sai kepada Hendar. Dokter residen itu langsung menutup mulutnya rapat dan terus menepuk punggung Sai. Rupanya saat ini Sai sesenang tidka bisa diajak bercanda. Tapi pada dasarnya memang Sai adalah pria kaku yang tidak bisa bercanda. Bicara seperlunya dan memilih diam jika memang tidak ada yang penting untuk dikatakan.
" Sepertinya ada yang sedang mengumpatku. Bukan mengumpat, tapi menyumpahi ku," gumam Sai lirih.
Pada akhirnya dia tidak menyelesaikan makannya, perutnya seperti sanggup lagi untuk dimasuki sesuatu dan mulutnya sudah tidak berselera. Tiba-tiba bayangan tentang wanita yang ia impikan menangis dan meronta itu kembali muncul. Sai langsung pergi keruangannya. Dia membaringkan tubuhnya ke sofa dan mencoba untuk mengusir suara tangisan wanita dari kepalanya tapi tak juga pergi.
" Ya Allah, bagaimana ini. Mengapa sekarang setiap aku memejamkan mata wanita itu terus muncul?"
Sai sama sekali tidak mengerti, hal tersebut membuatnya semakin bingung. Hingga sebuah ide muncul di kepalanya. " Apakah aku pergi ke sana lagi untuk mencari wanita itu? mungkinkah dia adalah warga asli sana karena malam itu meskipun gelap tapi wajah wanita itu seperti wajah orang sana. Tapi, bagaimana jika setelah kejadian itu dia ... tidak, jangan berpikir yang aneh-aneh. Lebih baik mencari tahu dulu."
Sai seperti dikejar sesuatu, bayangan wanita yang menangis dan meronta di depannya itu membuatnya terus dikejar rasa bersalah. Ya, dia akui dirinya memang salah dimana itu terus menghantuinya selama bertahun-tahun. Dan yang sangat ia takutkan adalah bagaimana jika wanita itu memilih mengakhiri hidupnya. Itu benar-benar membuat Sai frustasi.
Drtzzzz
Ponsel sai berbunyi, di layar ponselnya tertentu nama orang yang sudah lama ia hindari. Setiap orang itu menghubungi oleh Sai langsung dimatikan. Bahkan ia sudah kerap memblokir nomornya, tapi dia selalu muncul dengan menggunakan nomor baru. Dan Sai selalu yakin bahwa orang itu adalah orang yang sama.
" Sailendra, aku mohon angkat panggilanku." Itu adalah isi pesan yang dikrimkan oleh orang itu ke ponsel Sai.
" Haah, mau apa lagi kau Linggar! Karena ulahmu, semua karena ulahmu aku seperti dikejar-kejar selama bertahun-tahun ini. Apa kau tidak punya otak hah, kau membuatku dan mungkin wanita itu menderita seumur hidup! Kau temanku tapi kau tega melakukan itu padaku! Aah lupa, kau bukan teman, kau adalah orang jahat yang tega melakukan segala hal demi uang. Kau itu orang kaya Linggar, kekayaanmu tidak bisa dibandingkan dengan denganku. Dan hanya untuk beberapa won saja saat itu kau tega menjadikanku taruhan dengan teman-teman Borjuis mu itu! Dasar bangsat, jangan pernah lagi menghubungi ku. Disaat kau menggunakan ku sebagai taruhan, maka saat itu juga kita adalah orang asing."
TBC
sukses slalu k
di tunggu karya terbaru nya thor 🥰🥰🥰🥰🥰
makasih kak udah buat karya2 yang sangat menghibur raeders,, sukses selalu kak💖💖💖