Muara Cinta

"Assalamualaikum!" kedatangan Andara menarik perhatian semua orang dengan ekspresi berbeda.

Gavin terpaku, Gia terkejut, ibu Andri terhenyak, sementara Andri tersenyum pedih. Andara datang karena permintaan seseorang, dan orang tersebut baru saja tiba di depan ruang rawat Gia dan tengah bertegur sapa dengan Dewa.

"Maaf merepotkan kalian!" sesal dokter Farazt.

"Tidak apa, dok. Andara datang dengan kemauannya sendiri." timpal Dewa yang membuat dokter Farazt tersenyum kecil.

"Aku masuk dulu!" pamit dokter Farazt, dan Dewa mempersilahkan.

Di dalam ruangan, Andara sama sekali tidak canggung dan langsung menghampiri Gia yang terbaring di ranjang rumah sakit.

"Kamu yakin akan membunuh anakmu sendiri, Gi?" tanya Andara tanpa basa-basi.

"Heh, kamu ini apa-apaan? Datang-datang malah menekan menantu saya, pergi kamu dari sini, dasar wanita mandul." ibu Andri langsung naik pitam.

"Ma, tolong jangan terus ikut campur!" sentak Andri tidak suka mamanya menyebut Andara perempuan mandul.

"Tolong kalian semua keluar! Biarkan aku bicara dengan Mba Andara."

"Tidak! Aku akan tetap ada disini!" Gavin bersikeras.

"Aku juga akan berada di sini!" suara Farazt menarik perhatian semua orang.

Gia menggeleng tidak setuju.

"Kalau begitu aku akan membawa Andara pulang, karena kedatangannya ke sini atas permintaanku."

Gavin sangat terkejut dengan pernyataan Farazt, begitu pula Andri, dan kini Gia dibuat bingung dengan sepupunya yang berprofesi sebagai dokter spesialis ini, bagaimana Farazt bisa mengenal Andara, dan kenapa Andara bisa datang karena memenuhi undangan pria itu?

"Aku perlu bicara berdua saja!" Gia tetap menolak.

"Ra, kita pulang, maaf sudah mengganggu waktumu.."

"OKE!! Kak Farazt bisa tetap disini!" potong Gia sebelum Farazt menyelesaikan ucapannya.

"Aku juga akan berada di sini!" ujar Gavin tak terbantahkan.

Andri ingin berucap demikian juga, sayang kalah cepat dengan tarikan mamanya yang gegas menyeretnya keluar.

Gia memutar bola matanya malas. Tidak ada pilihan lain dua pria keras kepala ini tidak akan ada yang mengalah.

Akhirnya kini ada dua laki-laki dan dua perempuan di satu ruangan.

"Jadi?" tanya Andara kembali bersuara.

"Aku nggak mau mempertahankan anak ini." ucap Gia ketus tanpa mau melihat ke arah Andara.

"Keputusanku sudah bulat, pernikahan sialan ini hanya merusak hidupku dan aku kalian jadikan boneka." ketus Gia.

"Kamu tahu siapa suamiku, semua ku ucapkan padamu, Mbak! Tapi, tapi kamu membodohi ku." suara Gia mulai meninggi.

"Kamu adalah teman curhatku, kamu tahu liku-liku keadaan rumah tanggaku, semua aku ceritakan padamu, tapi...kenapa kau tak jujur jika laki-laki yang aku cintai dan yang kuinginkan seutuhnya itu adalah suamimu! Bukan aku yang salah di sini Mbak, tapi kamu ..." Gia berujar dengan terengah-engah perempuan itu dengan marah malah menyalahkan Andara.

"Kamu malu padaku? Ini alasanmu kenapa kau ingin menggugurkan kandungan mu?"

Gavin mengeram di tempatnya, Gavin tidak suka adiknya pojokkan, tapi kelakuan Gia sudah sangat keterlaluan.

Sedangkan dokter Farazt sibuk memandangi calon janda kembang yang penuh pesona.

"Kamu tidak mengalah untuk membalas rasa sakit hatimu padaku kan Mba?" sejujurnya Gia sedang ketakutan saat tahu jika wanita yang ingin dilengserkan adalah Andara.

Kedudukan yang Gia miliki seketika terasa rendah saat berhadapan dengan sosok Andara, bukan kalah harta dan tahta, Gia kalah dengan nilai besarnya cinta Andri untuk mereka.

"Kisah ku sudah selesai Gia, aku dan kamu bukan lagi berstatus madu, kamu satu-satunya nyonya Andri sekarang, jadi jangan berbuat sesuatu yang nantinya kamu sesali pada akhirnya, aku mengenalmu secara baik-baik dan sampai akhir aku juga ingin mengenalmu dengan cara yang sama."

"Kamu bohong Mba, kamu kira aku nggak tahu? Demi menikah dengan mas Andri kamu rela ninggalin keluargamu, bahkan di keluarga mas Andri kamu juga nggak di terima, nggak mungkin kamu dengan mudah melepaskan mas Andri untukku." raungan Gia semakin ribut

Gia memang pantas menikmati ini semua karena ini sesuai dengan keinginannya, tapi setelah keinginannya hampir terwujud Gia menjadi gundah gulana. Tapi ia juga merasa keputusannya salah, semua ini terasa salah. Apalagi setelah tahu sosok siapakah yang sebenarnya ingin ia singkirkan. Gia saat ini benar-benar terlihat seperti wanita labil.

Ia menjadi begitu ingin Bertemu dengan Andara untuk bertanya alasan yang jelas. Hubungannya dengan Andri masih sama. Begitu dingin dan tidak ada kemajuan karena yang dipikirkan lelaki itu hanyalah Andara, tidak perduli meskipun kini Gia telah mengandung.

Terakhir kali melihat Andri tersenyum saat laki-laki itu berniat menjemput Andara di rumah keluarganya, setelah mereka berdua tidak saling menghubungi. Andri seperti kehilangan semangat untuk menjalani hubungan dengannya, terlebih setelah Andara meminta cerai. Hanya raga Andri yang bersamanya namun tidak dengan hati lelaki itu.

"Untuk apa aku berbohong? Sejak awal kenal denganku, apa kamu pernah menanyakan nama suamiku? Nggak kan." Andara bicara dengan nada biasa, sama sekali tidak keras seperti yang Gia lakukan.

"Aku tidak akan meninggalkan priaku dalam keadaan apapun. Kecuali dia mencintai wanita lain, berkeluh kesah ke wanita lain, mencari kenyamanan dengan wanita lain. Sekali saja priaku melakukannya berarti dia sudah siap kehilanganku." terdengar sangat masuk akal. Andara tipe wanita yang teguh pada prinsip. Demi Andri dia rela meninggalkan keluarganya, di saat demi tanggung jawab Andri rela berbohong meski dengan alasan untuk menjaga hatinya tentu itu sudah melanggar prinsip sang wanita.

"Tapi ternyata aku nggak bahagia meskipun kini mba bilang kalau aku jadi satu-satunya." tabiat Gia yang suka berkesah pada Andara tak bisa hilang, seakan wanita itu lupa siapa yang tengah ia ajak curhat.

Andara tersenyum tipis. "Jika saja permasalahan suamiku tidak melibatkan hati mungkin aku masih bisa memaafkannya, di saat aku hanya memiliki dia seorang yang bisa ku percaya, dia tempatku bersandar, tempat ku berkeluh kesah, dia temanku, keluargaku, cintaku, sahabatku, dia segalanya untukku, tapi dengan kemunafikannya dia sudah melupakan janjinya jika dia tidak akan pernah berbohong padaku. Nyatanya dia membagi tubuhnya dengan perempuan lain. Sungguh Gi, aku tidak menyalahkan mu, jujur kukatakan aku tidak membencimu. Sekarang semua seperti kembali pada tempatnya, Aku kehilangan mas Andri, tapi aku kembali mendapatkan cinta keluargaku, dukungan mereka dan orang-orang baru yang menguatkan ku dan menyadarkan ku bahwa yang paling berharga di dunia ini adalah keluarga, bukan pasangan yang sewaktu-waktu bisa jadi mantan."

Dua pria yang sama-sama jadi pendengar hanya bisa termenung di tempatnya masing-masing. Dokter Farazt meraba dadanya yang bergemuruh ketika ucapan panjang itu mengalun merdu, tidak keras sama sekali, tapi cukup memilukan untuk diresapi, cinta wanita itu teramat besar pada mantan suaminya, membuat rasa sakit yang di timbulkan akibat penghianatan sangat dalam, terlebih sejak awal Andara sudah banyak berkorban demi cinta mereka.

"Mba, kamu masih mau jadi temanku?"

"Boleh, tapi untuk beberapa waktu mungkin aku tidak bisa di hubungi atau kamu temui, aku akan pergi berlibur." ujar Andara.

"Mba mau kemana?" Gia yang sudah lupa akan kesedihannya bertanya penasaran.

"Ke suatu tempat yang bisa membuatku tenang."

Gavin penasaran dengan tempat yang Andara maksud. Sementara dokter Farazt terkejut dengan pengakuan Andara, bukankah dalam beberapa minggu ini Melati akan melakukan operasi besar, apakah Andara tidak akan hadir menemani sang bunda.