Alina Putri adalah Gadis muda yang baru berusia 17 tahun dan di umur yang masih muda itu dirinya dijodohkan dengan pria bernama Hafiz Alwi. Pria yang berumur 12 tahun di atas Alina Putri.
Keduanya dijodohkan oleh orang tua masing-masing karena janji di masa lalu yang mengharuskan Alina dan Hafiz menikah.
Pernikahan itu tentu saja tidak berjalan mulus, dikarenakan Hafiz meminta Alina untuk tetap merahasiakan hubungan mereka dari orang lain dan ada batasan-batasan yang membuat keduanya tidak seperti suami istri pada umumnya.
Bagaimanakah kisah mereka selanjutnya? Simak terus kisah mereka berdua di “Istri Sah Mas Hafiz”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon muliyana setia reza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perhatian Kecil Hafiz Untuk Alina
3 Hari Kemudian.
Alina bangun dari tidurnya dengan rasa nyeri di perutnya, ia pun menyadari bahwa dirinya sedang mengalami datang bulan alias menstruasi.
“Astaghfirullah,” ucap Alina yang mana membuat Hafiz terperanjat dari tidurnya.
“Kenapa, Alina?” tanya Hafiz cemas.
“Boleh minta tolong?” tanya Alina seraya menyentuh perutnya.
“Minta tolong apa, Alina?” Hafiz turun dari tempat tidur untuk segera membasuh wajahnya.
Alina tidak langsung menjawab, gadis itu terlihat tak berani untuk mengatakan permintaan tolong nya tersebut.
Karena Alina tak kunjung menjawab, Hafiz pun bergegas masuk ke dalam kamar mandi.
“Ada apa?” tanya Hafiz yang sudah selesai dari kamar mandi.
“Alina butuh pembalut, bisakah Mas Hafiz membelikannya untuk Alina?” tanya Alina sambil menahan malu.
Hafiz cukup kaget dengan permintaan Alina, karena sebelumnya ia tidak pernah membeli pembalut. Bahkan, Ibu kandungnya pun tidak pernah memintanya untuk pergi membeli pembalut ke warung maupun ke supermarket.
“Mas kenapa diam? Apa permintaan Alina begitu memberatkan?”
Belum Hafiz sempat menjawab, Alina sudah lebih dulu pergi. Alina sadar bahwa dirinya lebih baik pergi beli sendiri, daripada harus meminta bantuan kepada suami yang sana sekali tidak pernah menganggap dirinya layaknya seorang istri.
Hafiz mengejar Sang istri yang ternyata sudah tak terlihat lagi.
Cepat sekali perginya. (Batin Hafiz)
Tak berselang lama, Alina kembali dengan wajah yang cukup pucat. Membuat Hafiz merasa bersalah karena tidak langsung mengiyakan permintaan Alina.
“Alina sakit? Apa perlu pagi ini tidak masuk kelas?” tanya Hafiz pada Alina yang terus berjalan masuk ke dalam.
“Alina sedang tidak ingin bicara, terlebih dengan Mas,” jawab Alina ketus.
Alina pun masuk ke dalam kamar dan buru-buru mengambil pakaian.
***
Di Ruang Makan.
Alina telah selesai sarapan lebih dulu dan mohon pamit kepada kedua mertuanya yang kebetulan pagi itu belum berangkat bekerja. Kedua mertuanya meminta Alina dan Hafiz untuk berangkat bersama, akan tetapi Alina menolaknya. Dengan alasan bahwa dirinya hanya berangkat lebih cepat dan ada beberapa tugas yang belum sempat ia kerjakan bersama dengan temannya di kampus.
Ayah Ismail dan Ibu Nur percaya saja dengan ucapan Alina. Bagaimanapun, mereka tidak bisa terlalu memaksa Alina untuk selalu bersama dengan Hafiz.
Alina akhirnya berangkat ke kampus dengan menggunakan jasa ojek pengkolan.
Tibalah Alina di kampus dan rupanya Larasati sudah datang lebih.
“Alina!” Larasati berlari mendekati Alina yang baru saja turun dari motor.
Alina segera membayar tukang ojek tersebut, sebelum membalas sapaan Larasati.
“Sudah kuduga, kamu datang lebih awal daripada aku,” ucap Alina.
Larasati menyadari bahwa Alina saat itu sedang sakit. Tanpa pikir panjang, Larasati menggandeng erat tangan Alina dan menuntunnya menuju ruang kesehatan.
“Laras, kamu mau membawaku kemana?” tanya Alina.
“Kalau sakit kenapa harus masuk, Alina? Wajahmu sangat pucat, bagaimana jika kamu pingsan di jalan?”
Alina tak dapat mengelak, karena memang ia merasa tidak sehat pagi itu.
Ketika mereka berdua sedang berjalan menuju ruang kesehatan, beberapa remaja pria berlari menghampiri Alina.
“Alina, kamu kenapa? Kamu sakit?” Begitulah pertanyaan yang mereka lontarkan pada Alina.
Bahkan beberapa dari mereka menawarkan diri untuk pergi menemani Alina menuju ruang kesehatan, namun dengan cepat Larasati mengusir mereka.
“Kalian pergi sana, Alina saat ini membutuhkan istirahat,” tegas Larasati.
Setibanya di ruang kesehatan, Alina langsung merebahkan diri dan meminum obat anti nyeri khusus untuk datang bulan.
“Laras, kamu harus segera kembali ke kelas. Kelas sebentar lagi dimulai,” ucap Alina meminta Larasati untuk segera masuk kelas mengikuti pelajaran.
“Kamu yakin tidak apa-apa sendirian di sini, Alina?” tanya Larasati cemas.
“Aku sudah besar, Laras. Lagipula, aku tidak sendirian di sini,” jawab Alina.
Akhirnya Laras pamit meninggalkan Alina yang masih terbaring.
Beberapa jam kemudian.
Hafiz tak melihat sosok istrinya yang entah kemana, padahal setahu Hafiz Sang istri pagi itu sudah pergi ke kampus lebih dulu.
Karena penasaran, Hafiz pun mendatangi Larasati dengan maksud menanyakan keberadaan Alina dan beralasan bahwa ada beberapa tugas Alina yang belum dikumpulkan.
Larasati tak sedikitpun curiga, ia pun menjelaskan bahwa Alina sedang sakit dan tengah beristirahat di ruang kesehatan.
Tanpa pikir panjang, Hafiz berlari menghampiri Alina.
“Mas ngapain ke sini?” tanya Alina lirih yang terkejut melihat Hafiz sudah berada di dalam satu ruangan dengan dirinya.
“Mas antar Alina pulang ya?” tanya Hafiz.
“Mas gila ya? Bagaimana jika yang lain tahu hubungan kita? Bukankah dari awal kita sudah ada perjanjian untuk tidak mempublikasikan hubungan kita,” ucap Alina lirih.
Hafiz seketika itu juga teringat dengan Fatimah dan pada akhirnya memilih pergi begitu saja.
Alina tersenyum kecut melihat Hafiz yang pergi begitu saja.
Sudah bisa ku tebak, pikirannya kini tertuju pada wanita bernama Fatimah itu. (Batin Alina)
Hafiz yang sudah berada di ruang dosen, tiba-tiba saja ia tak tega meninggalkan Alina dalam keadaan sakit. Tanpa pikir panjang, Hafiz kembali menghampiri Alina.
“Assalamu'alaikum,” ucap Hafiz yang ternyata datang membawa jus buah dan beberapa cemilan.
“Wa'alaikumsalam,” jawab Alina terkejut. “Mas ngapain ke sini lagi?” tanya Alina sambil membuang muka.
“Ini ada jus dan cemilan, makanlah dan jangan lupa dihabiskan. Mas harus kembali ke kelas,” ucap Hafiz sambil meletakkan jus serta cemilan tersebut ke atas meja.
Alina mengulum bibirnya sambil melirik ke arah jus dan cemilan yang dibawakan Hafiz.
Apakah boleh aku anggap ini sebagai perhatian kecil Mas Hafiz padaku? (Batin Alina)
Berhubung perutnya masih lapar, Alina perlahan meraih cemilan berupa roti isi strawberry.
“Enak,” ucap Alina seraya tersenyum ketika mengetahui rasa dari roti isi strawberry yang dibawakan oleh Alina.
Karena saking enaknya, Alina tanpa sadar menghampiri dua potong roti rasa strawberry. Kemudian, Alina lagi-lagi dikejutkan oleh kedatangan Hafiz yang sudah membawa jaket berwarna hitam.
“Kenapa Mas hari ini datang dan pergi seperti hantu?” tanya Alina.
“Hantu bagaimana? Ayo kita pulang, Mas akan mengantar kamu pulang,” ucap Hafiz sambil melemparkan jaket tersebut ke arah Alina.
Alina menangkap jaket tersebut dengan wajah kesal.
“Mas mau mengantar Alina pulang ke mana? Alina sudah melewatkan pelajaran dan tidak mau melewatkannya lagi,” terang Alina.
“Masalah itu biar Mas saja yang minta izin. Lebih baik Alina pulang, istirahat di rumah agar segera sembuh,” balas Hafiz sambil memakaikan Alina jaket.
Perhatian kecil Hafiz tersebut, membuat Alina merasa bahwa Hafiz bukan menganggapnya sebagai seorang istri. Melainkan, sebagai seorang anak kecil yang sedang di momong oleh Sang Ayah.
“Kenapa?” tanya Hafiz kesal.
“Tidak ada apa-apa,” jawab Alina ketus.
kan anak ibu
kalau hafiz yang cari sama aja numbalin rumah tangga mereka.