Cerita ini mengisahkan tentang seorang pangeran yang tidak diakui sebagai anak oleh ayahandanya. Karena ayahandanya menuduh bundanya berselingkuh. Maka lahirlah seorang pangeran tanpa disaksikan oleh ayahandanya.
Sang pangeran harus dibesarkan oleh Balakosa, musuh besarnya yang merebut kerajaan ayahnya.
Kemalangan belum usai membayangi hidupnya. Gagalnya pemberontakannya terhadap Balakosa, bahkan hampir dijadikan siluman sejati.
Untung saja seorang sakti berhasil menyelamatkannya yang kemudian menjadi gurunya, dan memberinya amanah besar, membasmi kejahatan di dua negeri; Negeri Mega Pancala dan Negeri Mega Buana.
Seperti apakah kisah pendekar yang membasmi kejahatan di dua negeri? Bagaimana kisah lika-liku percintaannya dengan para gadis yang mencintainya?
Jika pembaca berminat, ikutilah kisah perjalanan PENDEKAR DUA NEGERI!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ikri Sa'ati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 13 PERTEMUAN PARA ELIT KLAN RAJAWALI EMAS Part. 1
Kala itu di sebuah ruang tertutup yang luas....
Sepertinya ruangan itu adalah tempat pertemuan khusus. Terbukti di dalamnya cuma ada meja panjang yang diitari oleh beberapa kursi. Dan lemari cukup besar dan lebar yang terletak di sebuah pojok ruangan.
Ya, memang benar ruangan itu merupakan tempat rapat atau pertemuan khusus para pembesar perusahan ternama di Jakarta Raya yang bernama PT. Garuda Persada Company.
Malam ini mereka sudah berkumpul di ruangan itu. Sudah duduk di kursi masing-masing mengitari meja panjang bercat coklat kayu itu.
Duduk di kursi di ujung meja membelakangi lemari pemilik sekaligus Presdir PT. Garuda Persada Company, Pak Hermawan Wijaya, ayahnya Stella. Dia juga sekaligus ketua sebuah klan terkenal di kota itu yang bernama Klan Rajawali Emas.
Di samping kanan sang ketua duduk Pak Hendra Wijaya, Direktur Utama PT. Garuda Hotel. Dia salah seorang kepercayaan sang presdir yang ternyata juga ayah Shofie. Dan tempat yang dijadikan pertemuan khusus ini adalah rumahnya.
Di samping kiri duduk ayah Indah, Pak Bambang Wijaya, Direktur Utama PT. Garuda Drink-Food, juga orang kepercayaan sang ketua.
Di kursi setelah Pak Hendra duduk ayah Melly, Pak Candra Wijaya, Direktur Utama PT. Garuda Otomotif, juga orang kepercayaan sang ketua.
Di kursi setelah Pak Bambang duduk Pak Brata Wijaya, Direktur Utama PT. Garuda Real-Estate, di samping dia Kepala Pasukan Klan Rajawali Emas, dia juga adalah ayahnya Rindy.
Di samping orang-orang besar itu, juga hadir bos-bos muda sekaligus para ksatria Klan Rajawali Emas.
Perlu diketahui bahwa pertemuan khusus yang mereka adakan di kediaman Pak Hendra ini bukan membahas masalah perusahaan.
Pertemuan itu khusus membicarakan masalah-masalah yang mereka hadapi yang tidak berkaitan dengan perusahaan secara murni.
Setelah mengucapkan kata-kata pembuka, Pak Hermawan menatap 2 orang gadis cantik, yang satu duduk di ujung meja di seberangnya, sedangkan satunya duduk di depan sebelah kiri gadis tersebut.
Gadis yang duduk di ujung adalah putrinya yang pertama yang bernama Padma Arumi, Direktur Utama PT. Garuda Clothing. Sedangkan yang satunya adalah wakilnya. Dia bernama Anggraini, putri pertama Pak Bambang.
"Arumi, Anggraini! Bagaimana perkembangan Klan Tertai Ungu saat ini?" tanyanya kepada kedua gadis itu. "Sudah sejauh mana kalian memantau ketua klannya?"
"Persaingan bisnis antara kita dengan klan itu hingga saat ini masih aman-aman saja, sehat-sehat saja, Papa," kata Padma Arumi menuturkan. "Mereka belum melakukan kontak fisik dengan kita dalam merebut pasaran."
"Sedangkan kepada pesaing mereka yang lain, mereka cukup berani melakukan aksi kontak fisik. Namun sampai sejauh ini Klan Teratai Ungu cuma berurusan dengan klan-klan bawah tanah atau gembong-gembong mafia."
"Perlu diketahui bahwa Klan Teratai Ungu ini adalah pesaing terberat kita," lanjutnya. "Mereka juga memiliki kekuatan perusahaan yang tidak jauh beda dengan kita. Dengan kata lain,mereka adalah pesaing kita yang cukup berat."
"Adapun mengenai orang-orang yang ada di dalam klan tersebut, setelah sekian lama aku dan Aini memantau, ternyata di jajaran elit mereka tidak sedikit pendekar yang berasal dari Negeri Mega Pancala."
Nama Aini adalah nama panggil Anggraini. Itupun yang memanggil dengan nama itu cuma orang-orang terdekatnya saja.
"Cukup sulit untuk mengetahui siapa Ketua Klan Teratai Ungu, Bu sasmitha yang sebenarnya," kata Anggraini menyambung. "Karena dia jarang berada di luaran."
" Tapi kuat dugaan kami," lanjut Anggraini, "bahwa Ketua Klan Teratai Ungu juga berasal dari Negeri Mega Pancala. Terbukti bahwa Pengawal Utama-nya yang bernama Bu Nirmala kami ketahui juga berasal dari sana."
Pak Hermawan tampak tercenung memikirkan apa yang dikatakan kedua wanita tersebut. Memang sudah sejak lama mereka memantau keberadaan Klan Teratai Ungu. Dan sedikit demi sedikit klan besar itu terungkap tentang siapa orang-orang yang ada di dalamnya.
★☆★☆
Kemudian Pak Hermawan memandang 4 lelaki tua yang duduk tak jauh darinya. Lalu bertanya kepada 4 orang kepercayaannya itu.
"Bagaimana menurut kalian tentang ketua klan itu?"
"Sepertinya memang wanita itu berasal dari Negeri Mega Pancala," kata Pak Hendra berkomentar. "Melihat bahwa orang-orang yang berada di sekitarnya rata-rata berasal dari tempat kita berasal pula."
"Aku sependapat dengan apa yang dikatakan Hendra barusan, Kang Mas," kata Pak Bambang. "Maka kita harus lebih waspada lagi dengan kompetitor kita itu. Bisa jadi di kemudian hari, mereka bukan hanya pesaing kita dalam bisnis, tapi juga pesaing antar-klan."
"Benar, Kan Mas," sambung Pak Candra, "Mengingat bahwa orang-orang yang berada di kubu Klan Teratai Ungu ini adalah rata-rata orang-orang Mega Pancala, bisa jadi klan itu akan menggoyahkan kekuatan kita juga. Aku harap Kang Mas tidak meremehkan kekuatan mereka."
Pak Hermawan beralih menatap Pak Brata, karena ayahnya Rindy itu tidak lantas memberikan komentar.
"Bagaimana menurutmu tentang situasi ini, Brata?" tanya Pak Hermawan.
"Aku malah menduga bahwa Bu Sasmitha ini adalah terhitung orang besar di Negeri Mega Pancala," kata Pak Brata berkomentar. "Bisa jadi dia itu seorang bangsawan yang dihormati di sana. Dan orang-orang yang bersamanya saat ini merupakan prajurit dia di sana."
Pak Hermawan terdiam sejenak memikirkan ucapan Pak Brata barusan serta semua ucapan para pembesar Klan Rajawali.
Memang bisa jadi Ketua Klan Teratai Ungu itu bukan hanya orang Mega Pancala semata, melainkan sekaligus seorang bangsawan seperti yang diduga Pak Brata.
Atau bisa jadi Bu Sasmitha itu mempunyai kedudukan sewaktu di Mega Pancala. Terbukti dengan banyaknya pendekar dari Mega Pancala yang mengitarinya.
Memikirkan hal itu, Pak Hermawan mau tidak mau harus waspada terhadap sang ketua dan orang-orangnya. Karena tidak ada yang bisa menjamin kalau klannya tidak bersinggungan dengan klan tersebut.
Kemudian dia memandang 2 orang pemuda tampan yang duduk berderet di depan sebelah kanan Padma Arumi. Lalu dia berkata kepada keduanya.
"Argayuda, Krispati, apa hasil kunjungan kalian di Lembah Halimun Jenar? Apa berita terkini yang diberitahukan oleh Braja Sindura mengenai situasi Mega Pancala?"
Lembah Halimun Jenar merupakan tempat di mana Pak Hermawan dan orang-orangnya bermarkas sewaktu masih tinggal di Negeri Mega Pancala.
Ketika Pak Hermawan sudah pindah dan dapat tempat di Mega Buana (negeri modern) ini, markas Lembah Halimun Jenar dipercayakan Braja Sindura untuk menjaganya.
Sebagian orang-orang Pak Hermawan ikut bersamanya di Mega Buana, termasuk 4 orang kepercayaannya, hingga berhasil membangun markas. Sebagiannya tetap tinggal bersama Braja Sindura.
Tapi sewaktu-waktu para ksatria yang ada di Lembah Halimun Jenar dapat dipanggil ke Negeri Mega Buana ini untuk membantu kepentingan Klan Rajawali Emas.
★☆★☆
"Prabu Balakosa terus saja melancar aksinya demi untuk menguasai dunia, Paman," kata Argayuda. "Dia terus saja mengerahkan pasukannya untuk menaklukkan berbagai wilayah dan partai...."
"Termasuk terus mengerahkan pasukannya untuk mengejar Pangeran Andhika, putra Prabu Balakosa. Akan tetapi hingga saat ini mereka belum juga berhasil menemukan Pangeran Andhika."
Perlu diketahui bahwa semenjak raibnya Pangeran Andhika dari tangan Prabu Balakosa, dia terus mengejar anak tirinya itu untuk ditangkap hingga sekarang.
Termasuk mencari siapa 3 orang sakti yang telah menyelamatkan Pangeran Andhika bersama 2 ksatrianya yang telah membelot.
Namun hingga saat ini orang-orang Prabu Balakosa belum juga berhasil menemukan di mana Pangeran Andhika berada, apalagi menangkapnya.
Adapun 3 orang sakti itu juga belum berhasil diungkap oleh Prabu Balakosa dan orang-orangnya.
"Malah keberadaan Pangeran Andhika yang dikenal bergelar Pendekar Pedang Kristal," lanjut Argayuda, "bagai hilang dari Mega Pancala semenjak pertarungannya dengan Iblis Tengkorak Merah di Bukit Petarung...."
"Sepertinya orang-orang telah meyakini," sambung Krispati, "kalau Pendekar Pedang Kristal itu memang sudah mati bersama Iblis Tengkorak Merah...."
"Namun anehnya," lanjut Krispati, "orang-orang Balakosa masih saja terus mencarinya seolah masih ada."
"Taruhlah masih ada," kata Pak Hermawan mengungkap permasalahan, "kalau hilang dari Mega Pancala, terus berada di mana sekarang?"
"Apa pendapat Kang Mas Sindura?" tanya Pak Hendra seraya memandang pada Argayuda dan Krispati.
"Ayah berpendapat, kemungkinan Pendekar Pedang Kristal berada di tempat persembunyiannya hingga saat ini," Krispati yang menjawab.
Setelah mendengar keterangan Argayuda dan Krispati, Pak Hermawan kembali bertanya kepada 4 lelaki tua kepercayaannya.
Adapun di antara mereka, ada yang sependapat dengan Braja Sindura, ada yang berpendapat kalau Pendekar Pedang Kristal sudah mati bersama Iblis Tengkorak Merah.
Namun ada yang berpendapat kalau Pendekar Pedang Kristal malah masuk ke Mega Buana ini dan bersembunyi di sini.
Dari pendapat-pendapat 4 orang kepercayaannya itu, Pak Hermawan menyimpulkan bahwa kemungkinan besar Pangeran Andhika alias Pendekar Pedang Kristal belum mati alias masih hidup.
Kalau masih hidup, lantas berada di mana?
Maka Pak Hermawan menyimpulkan bahwa bisa jadi Pendekar Pedang Kristal masih ada di Negeri Mega Pancala, namun sedang bersembunyi di suatu tempat yang tidak bisa sembarang orang mengetahuinya.
Atau bisa jadi pendekar itu malah berada di Negeri Modern atau Negeri Mega Buana ini dan bersembunyi di sini.
Kedua kemungkinan itu bisa saja terjadi menurut Pak Hermawan. Dan sepertinya semua para hadirin di rapat rahasia itu menyetujui analisa junjungan mereka itu.
Lalu Pak Hermawan kembali bertanya kepada Argayuda dan Krispati, apakah masih ada informasi dari Lembah Halimun Jenar?
Maka Argayuda dan Krispati memberitahukan tentang perkembangan dan situasi yang terjadi di Mega Pancala dengan berita yang lain yang biasa mereka laporkan.
Termasuk tentang perlawanan sengit yang dilakukan oleh Partai Naga Hitam yang bermarkas di Lembah Naga terhadap orang-orangnya Prabu Balakosa.
Perlu diketahui bahwa Partai Naga Hitam merupakan salah satu partai yang masih eksis membendung keangkaramurkaan Prabu Balakosa di Mega Pancala.
Setelah itu Krispati memberitahukan kalau ayahnya, Braja Sindura dan beberapa ksatria Halimun Jenar akan berkunjung ke Mega Buana ini.
"Kapan itu, Krispati?" tanya Pak Hermawan.
"Menunggu keputusan dari Paman kapan bagusnya ayah dan rombongannya ke sini," sahut Krispati penuh sopan santun dan tata krama.
Pak Hermawan segera beralih memandang Pak Brata, terus bertanya.
"Kapan Perumahan Delapan Menara selesai, Brata?"
"Kalau bangunan huni, markas, bangsal, dan tempat pelatihan Klan Rajawali Emas serta bangunan lainnya, sebenarnya semuanya sudah selesai," kata Pak Brata melaporkan.
"Hanya saja Delapan Menara belum rampung 100%," lanjut Pak Brata. "Kurang satu menara lagi. Senopati Bayanaka memperkirakan 5-6 hari lagi baru rampung 100%."
"Kalau kita pindah besok, apa sudah bisa?"
"Sudah bisa, Kang Mas."
"Kalau begitu mulai besok kamu umumkan orang-orang kita untuk pindah ke Perumahan 8 Menara!" titah Pak Hermawan memutuskan.
"Baik, Kang Mas," sahut Pak Brata penuh ketundukan. "Akan aku laksanakan."
"Setelah kita semua sudah pindah ke sana," kata Pak Hermawan selanjutnya sambil memandang Argayuda dan Krispati, "baru kalian ke Lembah Halimun Jenar untuk memberi tahu Braja Sindura agar ke sini."
"Baik, Paman," sahut Argayuda dan Krispati nyaris berbarengan.
★☆★☆★
Mohon pengertiannya...