Sebuah permintaan mengejutkan dari Maria, mama Paramitha yang sedang sakit untuk menikahi Elang, kakak kandungnya yang tinggal di London membuat keduanya menjerit histeris. Bagaimana bisa seorang ibu menyuruh sesama saudara untuk menikah? padahal ini bukan jaman nabi Adam dan Hawa yang terpaksa menikahkan anak-anak kandung mereka karena tidak ada jodoh yang lain. Apa yang bisa kakak beradik itu dilakukan jika Abimanyu, sang papa juga mendukung penuh kemauan istrinya? Siapa juga yang harus dipercaya oleh Mitha tentang statusnya? kedua orang tuanya ataukah Elang yang selalu mengatakan jika dirinya adalah anak haram.
Mampukah Elang dan Mitha bertahan dalam pernikahan untuk mewujudkan bayangan dan angan-angan kedua orang tuanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sushanty areta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu
Mitha masih menundukkan wajahnya menghindari tatapan teduh Andra yang duduk tepat dihadapannya. Tangannya mengaduk minuman yang barusan dibawa seorang waitres ke meja mereka.
"Mith..."
"ya."
"Lihat aku." pelan, Mitha menengadahkan kepalanya, bersitatap dengan Andra yang lebih dulu tersenyum manis padanya. Tangan pemuda itu mengenggam jemarinya.
"Apa kau bahagia dengan pernikahanmu?" hati Mitha tersentil karena pertanyaan bernada rendah itu.
"Darimana kau tau Ndra?" tentu saja dia heran dari mana Andra tau soal pernikahannya yang digelar tiba-tiba dan hanya dihadiri tetangga dekatnya saja. Teman-teman kampus dan kerjanya juga tidak ada yang tau kecuali Zahra dan Gea, itupun tidak mungkin jika kedua sahabatnya itu memberi tau siapapun karena sangat mengerti posisi Mitha yang pelik.
"Tentu saja dari om Abi." jawab Andra seraya menarik nafas panjang.
"Papa? kau bertemu papa?"
"Ya. Kemarin aku kerumahmu dan bertemu papa dan kakakmu."
"Kakak?"
"Iya. Kak Elang."
"Apa dia mengatakan sesuatu?" selidik Mitha ingin tau. Namun Andra menggelengkan kepalanya.
"Dia hanya bilang jika kau tinggal dirumah kak Bian." Kembali sakit itu menikam jantungnya, membuat dadanya nyeri seketika. Ternyata Elang sama sekali tidak mau mengakuinya sebagai istrinya. Ironis.
"Aku kost di dekat Zahra." jawabnya jujur. Bukan untuk terlihat baik di depan Andra, tapi dia hanya ingin ada fitnah antara dirinya dan Bian, orang yang sudah dia anggap seperti kakaknya. Tugas dan kewajiban yang harusnya dilimpahkan pada Elang sebagai kakaknya yang sesungguhnya, malah sekarang jadi suaminya.
"o." Mitha menyedot minumannya. Dia sama sekali tidak heran dengan reaksi Andra yang hanya ber oh ria. Mereka tumbuh besar bersama hingga Mitha sudah hafal watak dan perilaku Andra. Bagaimana tidak hafal? Andra malah sudah berteman dengannya dari TK.
"Apa kau dan suamimu...maksutku kak Bian baik-baik saja?" Bian? suaminya? pasti Elang yang menyebarkan cerita tidak benar ini pada Andra untuk membuat mantan pacarnya ini tau jika Bianlah suami Mitha, bukan dirinya.
"Maaf Ndra, ini masalah rumah tanggaku."
"Mith, aku sangat tau dirimu. Melihat keadaanmu sekarang aku tau kau sedang tidak bahagia. Aku tau kau dan Bian hanya saling menghargai, bukan mencintai. Aku tau jika kau hanya ingin menghindariku."Andra kembali mengetuk denga simpatinya namun abai karena sikap tertutup Mitha. Mungkin memang lebih baik jika Andra atau siapapun tau jika Bianlah suaminya hingga dia tidak terlalu malu atau sakit hati karena perlakuan Elang padanya.
"Bukan itu alasaku menikah Ndra. Sungguh aku juga masih ingin menunggumu. Tapi...maafkan aku." Mitha sama sekali tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Air matanya sudah lebih dulu membasahi pipinya. Andra...dia cinta pertamanya. Bohong jika dia tidak kehilangan, apalagi pemuda itu menatapnya begitu dalam dengan rasa sakit yang sama.
"Aku tau itu Mith. Kembalilah padaku jika kau tidak bahagia. Aku akan selalu berada diujung sana untuk menunggumu, apapun status kamu nantinya."
Tiba-tiba ponselnya berdering. Ada nama Abi disana. Andra memberi kode padanya agar mengangkat teleponnya.
"Hallo papa..."
"Kamu dimana Mith? papa ada di depan kost kamu."
"Mitha masih dikafe pa. Kenapa papa nggak ngabarin dulu kalau mau datang? beginikan jadinya? Mitha pulang dulu pa, tungguin ya...."
"Nggak usah. Shrelock aja, biar papa kesitu." putus abi kemudian. Sebenarnya dia memang tidak ada rencana mengunjungi putrinya malam itu karena dia tau Mitha pasti masih dalam perjalanan pulang dijam segitu. Tapi saat lewat kios martabak telur tadi, dia langsung ingat Mitha. Putri bungsunya itu memang penggemar martabak telur. Abi memutuskan mampir dan membelikannya untuk Mitha.
"Baik pa, kami di dekat kost kok. Nggak jauh." timpal Mitha sambil membagikan lokasinya kini melalui aplikasi warna hijau.
"Kami?"
"Iya. Aku lagi sama Andra pa." jelas Mitha lagi. Papanya hanya mengiyakan dan bergegas kesana.
Andra bukanlah orang lain pada keluarga Abimanyu. Mereka mengenal dekat pemuda itu juga seluruh keluarganya karena pernah bertetangga dekat. Beberapa tahun saat keluarga mereka memutuskan pindah ke rumah orang tuanya yang sudah lansia, keluarga mereka tetap menjalin silaturhmi. Tak terkecuali Andra dan Mitha. Abi juga tau jika putri kecilnya itu menjalin hubungan dengan Andra. Hubungan yang dekat sebelum Maria mengetahuinya dan mencoba memisahkan mereka berdua secara halus untuk menikahkan putra mereka, Elang dengan Paramitha.
"Om Abi mau kesini Mith?" Andra yang ada disana tentu saja tau apa yang mereka bicarakan tanpa maksud menguping.
"iya. sudah ku sharelock kok Ndra. Ntar lagi pasti sampai." dan Andra hanya ber ooo ria.
"Itu dia papa!" pekik kecil Mitha sambil berdiri dari duduknya. Gadis itu segera berlari dan memeluk papanya. Cukup lama mereka berpelukan hingga Abi mengajak Mitha ke mobilnya.
"Ndra, aku ke papa dulu ya." pamit Mitha pada Andra yang ikut nimbrung dan menyalami Abi. Pemuda itu tersenyum ramah lalu mengiyakan. Dia tau ayah anak itu perlu ruang untuk saling bicara.
Mitha segera menyusul papanya ke mobil yang diparkir disisi kiri kafe.
"Bagaimana kabar mama pa?"
"Mama selalu menanyakan kamu." hati Mitha begitu teriris karenanya. Betapa dia juga sangat merindukan mamanya. Dia sungguh tak tega mendengar wanita yang sudah sangat baik padanya itu merindukannya.
"Mitha juga sangat rindu mama pa." kali ini Mitha benar-benar terisak. Bayangan sang mama muncul dipelupuk matanya. Harusnya saat ini dirinyalah yang merawat dan mendampingi mamanya pasca operasi,saat kondisinya masih rentan dan butuh perhatian.
"Minggu depan papa dan mama akan ke Singapura untuk terapi. Sebelum itu papa akan berusaha membawamu kerumah."
"Tidak pa, nanti kak Elang marah."
"Elang? marahpun tidak ada yang bisa dia lakukan. Papa hanya diam karena memikirkan keadaan mamamu. Nanti papa pasti akan memberinya pelajaran nak."
"Itu tidak perlu pa, lagian Mitha udah terbiasa mandiri kok." Mitha berusaha tersenyum untuk meyakinkan papanya. Kembali ke rumah itu bukannya sama saja makin membuat Elang membenci dirinya juga papanya. Apalagi Elang pernah bilang jika dirinya adalah anak haram papanya. Bukannya lebih baik jika dia diluar saja? toh papanya masih selalu mentransfer uang bulanan untuknya.
"Kalian suami istri Mith. Tak baik jika terus-terusan pisah rumah. Suka tidak suka Elang harus belajar menerima status barunya."
"Tapi jangan khawatir Mith, secepatnya papa akan membuatmu kembali kerumah dan menyadarkan Elang." lanjut Abi lagi sambil membelai kepalanya lembut.