Davina memergoki pacarnya bercinta dengan sahabatnya. Untuk membalas dendam, Davina sengaja berpakaian seksi dan pergi ke bar. Di sana dia bertemu dengan seorang Om tampan dan memintanya berpura-pura menjadi pacar barunya.
Awalnya Davina mengira tidak akan bertemu lagi dengan Om tersebut, tidak sangka dia malah menjadi pamannya!
Saat Davina menyadari hal ini, keduanya ternyata sudah saling jatuh cinta.Namun, Dave tidak pernah mau mengakui Davina sebagai pacarnya.
Hingga suatu hari Davina melihat seorang wanita cantik turun dari mobil Dave, dan fakta mengejutkan terkuak ternyata Dave sudah memiliki tunangan!
Jadi, selama ini Dave sengaja membohongi Davina atau ada hal lain yang disembunyikannya?
Davina dan Dave akhirnya membangun rumah tangga, tetapi beberapa hari setelah menikah, ayahnya menyuruh Davina untuk bercerai. Dia lebih memilih putrinya menjadi janda dari pada harus menjadi istri Dave?!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
"Om,, jangan bilang sama Papaku kalau aku ke club ya." Pinta Davina memohon. Dia menahan erat tangan Dave.
Jika sebelumnya Davina tak pernah ragu menceritakan apapun pada Papanya, kali ini dia sudah bisa memilah mana hal yang harus dan tak perlu di ceritakan kepada Papanya.
Davina bisa berfikir kalau ke dagangannya ke club hanya akan membuat sang Papa kecewa dan khawatir padanya. Itu sebabnya Davina ingin menyembunyikan semua itu.
"Hemm.!" Hanya deheman yang keluar dari mulut Dave. Dia lalu menarik tangannya dan berlalu dari sana. Sepertinya Dave juga tak tertarik untuk menceritakan pertemuannya dengan Davina pada orang lain. Dia terlalu cuek, rasanya tak mungkin membicarakan hal itu pada siapapun.
"Iihh,, tunggu dulu Om, aku kan belum selesai ngomongnya." Cegah Davina.
Dengan wajah yang cemberut, Davina menyusul Dave. Gadis itu berdiri di depan Dave untuk menghadang langkahnya.
"Apa lagi.?!" Dave menatap ketus.
"Minggu depan mantan pacarku mau ngadain party ulang tahunnya."
"Dia sama Bianca ngundang aku, Om,," Tutur Davina. Suaranya dibuat lembut dan hati-hati.
"Apa urusannya sama saya.?" Tanya Dave dingin.
Davina mencebik kesal, Dave masih saja dingin dan ketus padanya, padahal pertemuannya kali ini akan memperjelas statusnya dan Dave yang sebentar lagi menjadi saudara tiri.
"Ya ampun,, galak banget sih Om." Keluh Davina.
"Mereka ngundang aku, nantangin aku buat dateng sama Om ke party." Tuturnya.
Davina pikir permasalahannya dengan dua pengkhianat itu sudah selesai setelah mengenalkan Dave di depan mereka sebagai pacar barunya. Tapi ternyata Bianca masih belum puas sebelum melihat Davina kalah, dia menantang Davina untuk datang ke party dengan mengajak Dave. Sepertinya memang Bianca tak percaya begitu saja pada hubungan Davina dan Dave.
"Lagi.??" Seru Dave geram.
"Mau sampai kapan kamu nyusahin saya.?!" Keluhnya tak habis pikir.
"Pleaseee Om,,, bantuin aku lagi ya,," Davina merengek. Dia bergelayut di lengan Dave tanpa canggung. Mirip saat sedang merengek pada Papanya.
"Aku nggak mau di ketawain sama Bianca kalau ketahuan Om bukan pacar aku." Wajah Davina berubah sendu.
Dia tak punya niat untuk menyeret orang lain dalam masalah pribadinya. Sampai detik ini bahkan merasa bersalah karna sudah merepotkan Dave malam itu. Davina tak berfikir jauh kalau sandiwaranya di depan Bianca dan Arga akan berbuntut panjang seperti ini.
"Kamu cari saja cowok lain.!" Dave terus menolak untuk membantunya.
"Cari cowok lain gimana Om.? Kalau aku bawa cowok lain, yang ada malah makin di hina sama Bianca."
"Baru aja beberapa hari lalu ngaku jadi pacar Om, masa udah gandeng cowok lain lagi." Rengeknya.
"Kan nggak lucu kalau aku ngajak Farrel, Om," Bibir Davina cemberut.
Dia sudah menduga akan sesulit ini membujuk Dave. Terlebih malam itu Dave memperingatkan dirinya untuk tidak mengusahakannya lagi.
Dave diam beberapa saat. Mata tajamnya begitu menelisik. Dia terlihat memikirkan sesuatu.
"Ayo dong Om," Davina kembali merengek.
"Masa sama calon keponakannya sendiri nggak mau bantuin sih." Rayunya sembari memamerkan senyum manis yang menggoda.
"Nggak ada yang gratis anak kecil.!" Tegas Dave. Dia tersenyum penuh arti.
"Jadi Om mau di bayar.? Tapi kan udah kaya."
"Apa mau nyuruh aku beres-beres di apartemen lagi.?"
"Kalau itu aku nyerah Om." Ujarnya.
Davina takut kejadian malam itu terulang lagi. Cukup satu kali insiden terkena pecahan gelas sampai kakinya mengeluarkan darah dan membuatnya ketakutan karna trauma melihat darah.
"Besok datang ke club. Saya tunggu jam 9." Ucap Dave.
"Makasih Om,,," Seru Davina girang. Dia sampai reflek memeluk Dave sembari melompat kecil karna terlalu senang. Padahal dia belum tau apa yang akan di minta oleh Dave sebagai imbalan karna mau membantunya lagi, tapi Davina terlihat semangat dan tak peduli dengan permintaan Dave nanti. Asal tidak memintanya untuk mengerjakan pekerjaan rumah, apapun akan dia sanggupi.
"Anak ini.!" Geram Dave dengan kedua tangan yang mendorong bahu Davina hingga melepaskan pelukannya. Dave tentu tak habis pikir dengan kelakuan gadis yang seharusnya sudah remaja itu. Sifat dan kelakuannya benar-benar masih seperti anak kecil.
...****...
Sesuai perintah dari Dave, malam itu Davina sampai di club pukul 9 tepat. Dia yang kebingungan karena tidak melihat keberadaan Dave, memilih duduk di bar dan memesan wine.
Minuman beralkohol yang beberapa hari lalu sempat dia coba, kini ada keinginan untuk mencobanya lagi. Mulut dan tubuhnya mulai bisa menerima minuman beralkohol itu.
"Boleh duduk disini.?" Seorang laki-laki dewasa menghampiri Davina dan langsung menduduki kursi kosong di samping Davina.
Kening gadis itu berkerut.
"Ngapain minta ijin kalau sudah duduk." Sahut Davina. Dia lalu kembali meneguk wine dalam gelas kecil.
Laki-laki itu terkekeh santai. Dia kemudian memesan minuman pada bartender.
"Kenapa sendirian aja.?" Tanyanya.
Davina hanya menoleh dan tersenyum tipis, terlihat malas menanggapinya.
"Mau check in nggak.?" Laki-laki itu mendekatkan wajahnya, tangannya bahkan merangkul pundak Davina. Membuat gadis itu reflek menjauhkan wajahnya.
"Singkirin tangan lu.!!" Dave berdiri di belakang mereka, menatap tajam laki-laki yang tengah merangkul Davina.
Setelah menoleh ke belakang, laki-laki itu melepaskan Davina karna terlihat kaget melihat Dave.
"Dave,,,
"Dia punya gue.!" Tegas Dave memotong ucapan laki-laki itu.
Dia lalu menggandeng tangan Davina, memberikan isyarat untuk ikut dengannya.
"Ah sialan lu, udah curi start duluan.! Nggak bisa liat cewek bening dikit.!" Umpatnya.
"Berisik lu.!" Ketua Dave sembari mengajak Davina pergi dari sana.
"Om kenal sama dia.?" Davina mengikuti langkah Dave, dia sedikit mendongak untuk menatap Dave yang terus menggandengnya.
"Hemm.!" Jawab Dave dengan anggukan kepala.
Keduanya naik ke lantai 3, lantai yang hanya di penuhi dengan kamar.
Davina terlihat cuek saja walaupun sadar kalau Dave akan mengajaknya masuk ke salah satu kamar yang ada di sana.
Tentu Davina tak berfikir macam-macam karna malam itu Dave juga tak berbuat sesuatu padanya.
Dave membuka kamar dengan akses card di tangannya dan menyuruh Davina masuk lebih dulu.
"Kenapa harus di kamar, Om.? Emangnya kita mau ngapain.?" Dengan wajah polosnya, Davina menanyakan hal yang membuat Dave geleng-geleng kepala. Gadis yang akan menjadi keponakannya itu benar-benar lugu.
"Kamu nggak pernah pacaran di kamar.?" Tanya Dave sembari mengunci pintu.
"Pernah." Jawab Davina cepat.
"Lalu apa yang kalian lakukan disana.?" Tanya Dave lagi. Dia tau kalau Davina pasti akan mengatakan sejujurnya dengan kepolosan dan keluguannya.
"Cuma ciuman aja Om, terus main game bareng." Jawabnya tanpa malu.
"Cuma itu.?" Dave menatap heran dan tak percaya, namun Davina mengangguk cepat.
"Aku bisa di marahin Papa kalau lebih dari ciuman."
"Ciuman aja sudah bikin Papa syok." Tuturnya.
"Jadi kamu cerita sama Papa kamu.?" Tanya Dave tak habis pikir. Lagi-lagi Davina mengangguk cepat, membuat Dave syok.
"Oh God,, anak ini benar-benar." Gumamnya heran. Rupanya Davina jauh lebih polos dari dugaannya.
"Dengarkan saya.!" Dave memegang erat kedua bahu Davina dan menatapnya lekat.
"Berhenti menceritakan hal pribadi pada siapapun, termasuk Papa kamu."
"Pertemuan kita, dan apapun yang akan kita lakukan nanti, rahasiakan pada semua orang.!" Pinta Dave.
"Kau mengerti.?" Ujarnya tegas.
"Mengerti Om,,"
Davina langsung mengangguk patuh. Lagipula dia juga sudah mulai bisa menyaring apa yang perlu atau tidak perlu di ceritakan pada orang lain.
...***...
Up bertahap, yang mau banyak bisa di kumpulin dulu babnya atau baca pas udah end 🙏🏻.
Ini masih on going, ngetiknya juga dadakan kaya tahu bulat🙏🏻.
kalo diburu-buru nanti jadi asal ngetik, alurnya jdi gak karuan.