Setelah mengukuhkan kekuasaannya atas Kota Canyu, Zhang Wei memulai perjalanan epik menuju puncak dunia demi membangkitkan kembali masternya, Lian Xuhuan. Namun, jalan menuju tujuan itu penuh bahaya: musuh kuat, intrik politik, hingga menjadi buronan kekaisaran Qin.
Dalam petualangannya, Zhang Wei harus menghadapi penguasa Tanah Barat, mengungkap rahasia dunia, dan membuktikan dirinya sebagai pendekar pedang kelabu yang tak terkalahkan.
Dengan tekad membara, Zhang Wei bersiap melawan dunia untuk mencapai puncak tertinggi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YanYan., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mencari Material
Kabut semakin pekat, hampir menelan Zhang Wei sepenuhnya dalam gelap yang mencekam. Suara jeritan dari roh-roh pembalasan itu semakin nyaring, memekakkan telinga seperti ribuan tangisan yang menggema di dimensi ini. Zhang Wei tetap berdiri teguh, tatapannya tajam menembus kegelapan.
Sosok-sosok roh itu semakin banyak bermunculan, seperti tak ada habisnya. Mereka bergerak dengan kecepatan luar biasa, menyerbu Zhang Wei dari berbagai arah. Beberapa mencoba menembus penghalang abu-abu yang diciptakan oleh pedangnya, tetapi energi pelindung itu memantulkan mereka kembali, menciptakan ledakan kecil yang mengguncang kabut di sekitar.
“Ini bukan hanya roh biasa,” gumam Zhang Wei. “Mereka sepertinya terhubung dengan sesuatu yang lebih besar.”
“Benar,” jawab Lian Xuhuan dari dalam kesadarannya. “Roh-roh ini hanyalah perpanjangan tangan. Jika tidak segera dihentikan, energi mereka akan terus bertambah hingga melemahkanmu.”
Zhang Wei mengangguk, lalu menancapkan pedangnya ke tanah. Sebuah lingkaran energi muncul di bawahnya, menyebar dengan cepat. Aura abu-abu dari pedangnya berubah menjadi aliran tajam yang menyerang roh-roh itu satu per satu. Beberapa hancur seketika, tetapi lebih banyak lagi yang bermunculan.
“Ini tidak akan selesai jika aku hanya bertahan,” pikir Zhang Wei. Dia menarik pedangnya kembali dan mulai bergerak maju dengan cepat, memotong roh-roh yang menghalangi jalannya. Setiap ayunan pedangnya seperti badai yang meluluhlantakkan apapun di sekitarnya. Namun, semakin dia menyerang, semakin banyak roh yang bermunculan, seperti energi kabut itu menciptakan mereka tanpa henti.
“Intinya pasti ada di sekitar sini,” ujar Lian Xuhuan. “Rasakan dengan auramu. Jangan hanya mengandalkan penglihatan.”
Zhang Wei menutup matanya sejenak, mengesampingkan semua kebisingan dan kegelapan. Dia merasakan energi yang mengalir di sekitarnya, mengikuti alirannya hingga menemukan sesuatu yang lebih pekat di tengah kabut. Saat dia membuka matanya, tatapannya tertuju pada sebuah titik yang jauh di dalam kegelapan.
“Di sana,” gumamnya.
Dengan kecepatan penuh, dia menerobos barisan roh yang mencoba menghentikannya. Pedangnya berkilau dengan energi abu-abu yang semakin kuat, menciptakan gelombang destruktif setiap kali dia menyerang. Ketika dia akhirnya mencapai titik itu, dia melihat sebuah bola cahaya hitam mengambang, dikelilingi oleh energi pekat yang menggeliat seperti ular.
“Inti mereka,” kata Lian Xuhuan. “Hancurkan itu, dan mereka semua akan lenyap.”
Zhang Wei tidak ragu. Dengan seluruh energinya, dia melompat ke udara, pedangnya bersinar terang. Dalam satu tebasan yang kuat, dia menghantam bola hitam itu. Sebuah ledakan besar terjadi, menghancurkan kabut di sekitarnya dan meluluhlantakkan roh-roh pembalasan yang tersisa.
Ketika kabut perlahan memudar, suasana menjadi sunyi. Zhang Wei berdiri di tengah area yang sekarang kosong, napasnya sedikit terengah. “Satu rintangan lagi berhasil dilewati,” katanya, menyimpan pedangnya kembali ke sarung.
Namun, sebelum dia sempat melangkah lebih jauh, suara gemuruh lain terdengar dari kejauhan. Wajahnya berubah serius. “Sepertinya ini belum berakhir.”
Setelah mengatasi roh-roh pembalasan, Zhang Wei melanjutkan perjalanannya dengan kewaspadaan yang lebih tinggi. Meski kabut telah memudar, energi gelap yang melingkupi alam rahasia ini tetap terasa menekan. Langkah-langkahnya menggema di atas tanah berbatu, sementara udara dingin semakin menusuk tulang.
“Tempat ini memang tidak biasa,” gumam Zhang Wei, tatapannya tajam memindai sekeliling.
“Memang tidak,” jawab Lian Xuhuan dari dalam kesadarannya. “Roh-roh pembalasan tadi hanya penjaga. ancaman yang sebenarnya dari tempat ini masih tersembunyi, dan aku yakin rintangan berikutnya akan lebih berbahaya.”
Zhang Wei tidak merespons, tetapi genggamannya pada pedangnya semakin erat. Di kejauhan, ia melihat sebuah gerbang besar yang tampak seperti pintu masuk ke suatu area yang lebih dalam. Gerbang itu dihiasi dengan ukiran-ukiran kuno yang memancarkan aura menakutkan. Energi di sekitarnya berputar seperti pusaran, menciptakan tekanan yang membuat napasnya sedikit tertahan.
“Gerbang ini...” Zhang Wei berhenti di depan gerbang tersebut, merasakan energi yang terpancar darinya. “Ada segel kuat di sini.”
Lian Xuhuan tertawa kecil. “Tentu saja. Aku yang membuatnya. Ini adalah segel yang hanya bisa dibuka dengan kunci tertentu—atau dengan teknik yang cukup kuat untuk menghancurkannya.”
“Dan aku yakin kamu tidak memiliki kuncinya,” kata Zhang Wei dengan nada datar.
“Sudah hilang ribuan tahun lalu,” jawab Lian Xuhuan santai. “Tapi kau punya kekuatan yang cukup untuk membukanya. Gunakan aura pedangmu dan fokuskan pada inti segel itu.”
Zhang Wei menarik napas dalam, lalu menghunus pedangnya. Energi abu-abu mulai mengalir dari bilah pedang itu, menyelimuti tubuhnya dengan aura tajam yang memancarkan kekuatan luar biasa. Dengan langkah mantap, ia mendekati gerbang, mengarahkan pedangnya ke pusat ukiran yang bercahaya redup.
“Buka!” serunya, mengayunkan pedangnya dengan tegas.
Gelombang energi yang kuat menghantam segel itu, menciptakan getaran hebat di sekitarnya. Ukiran-ukiran kuno di gerbang mulai bersinar terang, sebelum akhirnya pecah menjadi serpihan-serpihan kecil. Gerbang besar itu terbuka perlahan, mengeluarkan suara gemuruh yang menggema di seluruh area.
Zhang Wei melangkah masuk dengan hati-hati. Di balik gerbang itu, ia menemukan sebuah lembah yang dipenuhi dengan tanaman roh bercahaya. Udara di sini terasa lebih murni, tetapi tetap ada jejak energi gelap yang menyelimuti tempat itu. Di tengah lembah, sebuah altar kuno berdiri megah, dikelilingi oleh simbol-simbol misterius yang memancarkan aura menekan.
“Di sana,” kata Lian Xuhuan. “Itu adalah tempat di mana aku menemukan salah satu material yang kita cari. Jika material itu masih ada, kemungkinan besar itu berada di altar itu.”
Zhang Wei mempercepat langkahnya menuju altar, tetapi langkahnya terhenti ketika tanah di depannya tiba-tiba retak. Dari dalam retakan itu, muncul sosok besar berbentuk humanoid dengan tubuh yang terbuat dari batu hitam. Matanya bersinar merah, dan setiap gerakannya membuat tanah di sekitarnya bergetar.
“Penjaga altar,” kata Lian Xuhuan dengan nada serius. “Ini adalah golem kuno yang diciptakan untuk melindungi tempat ini. Kekuatan fisiknya sangat besar, dan serangannya hampir mustahil dihindari.”
“Hebat,” Zhang Wei menggerutu sambil menghunus pedangnya kembali. “Seperti tidak cukup menghadapi roh-roh pembalasan tadi.”
Golem itu mengeluarkan suara geraman rendah sebelum melangkah maju dengan berat. Dengan satu ayunan lengannya, ia menciptakan gelombang kejut yang menghancurkan tanah di sekitarnya. Zhang Wei melompat mundur, menghindari serangan itu dengan gesit.
“Cepatlah, golem ini tidak akan berhenti sampai kamu menghancurkan intinya,” seru Lian Xuhuan.
Zhang Wei mengangguk, lalu berlari mengitari golem itu sambil mencari celah untuk menyerang. Pedangnya bersinar dengan energi abu-abu yang semakin intens, menciptakan bayangan tajam di sekitarnya. Dengan kecepatan luar biasa, ia melompat ke udara dan menebas punggung golem itu.
Serangan itu meninggalkan luka besar di tubuh batu golem, tetapi makhluk itu tidak menunjukkan tanda-tanda melemah. Sebaliknya, ia berbalik dengan cepat dan menyerang Zhang Wei dengan tinju besar yang hampir mengenainya. Zhang Wei memanfaatkan kecepatannya untuk menghindar, lalu melancarkan serangan beruntun ke titik-titik lemah golem itu.
Setelah beberapa serangan, ia akhirnya menemukan inti energi golem yang tersembunyi di dadanya. Dengan satu serangan penuh kekuatan, ia menusuk inti itu, menghancurkannya dalam sekali tebas.
Golem itu berhenti bergerak, tubuhnya mulai retak dan runtuh menjadi tumpukan batu. Zhang Wei menghela napas lega, lalu berjalan menuju altar dengan langkah mantap. “Semoga ini sepadan dengan usaha yang kuberikan,” gumamnya, tatapannya tertuju pada benda bercahaya di atas altar.
harusnya seperti dewa iblis
dewa bagi kawan
iblis bagi musuh
ditunggu up nya Thor