Akan selalu ada cahaya selepas kegelapan menyapa. Duka memang sudah menjadi kawan akrab manusia. Tak usah terlalu berfokus pada gelapnya, cukup lihat secercah cahaya yang bersinar di depan netra.
Hidup tak selalu mudah, tidak juga selamanya susah. Keduanya hadir secara bergantian, berputar, dan akan berhenti saat takdir memerintahkan.
Percayalah, selepas gulita datang akan ada setitik harapan dan sumber penerangan. Allah sudah menjanjikan, bersama kesulitan ada kemudahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon idrianiiin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps. 35
...بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم...
..."Emosi tidak akan menyelesaikan masalah, malah akan semakin memperparah."...
...—🖤—...
ZAYYAN terduduk lesu di atas dinginnya lantai rumah sakit. Kakinya sengaja ditekuk, bahkan kepalanya pun dibenturkan berulang kali di antara lekukan kaki.
Harini yang baru saja datang karena mendapat kabar tidak mengenakan dari Syaki, segera bergegas menemui mereka di rumah sakit.
"Sudah tahu istri kamu itu lagi ngidam, dia morning sicknes. Hamil. Kamu malah ninggalin dia. Zayyan! Zayyan!" keluh Harini berhasil membuat kepala Zayyan mendongak.
"Zayyan nggak tahu, Bu. Nayya cuma bilang asam lambungnya naik," sangkal Zayyan.
Harini menghela napas jengah. "Sekarang kondisi Zalfa juga kritis. Kamu ini ceroboh banget ninggalin istri-istri kamu, hanya untuk perkara remeh yang seharusnya nggak perlu kamu cari tahu!"
Zayyan bangkit dengan penuh emosi yang sedari tadi berusaha mati-matian dia tahan. "Remeh kata Ibu? Zayyan lagi usut pelaku yang udah nabrak Zalfa. Ibu bilang remeh?!"
"Kamu terlalu fokus sama masa lalu, sampai kamu lupa ada masa depan yang jauh lebih penting. Untuk apa?!"
"Orang itu harus bertanggung jawab, karena dia, Zalfa koma dan lumpuh!" desis Zayyan sangat tajam.
Harini Terpaku, baru kali ini mata sang putra yang selalu meneduhkan, berkilat merah penuh amarah. Intonasi yang Zayyan gunakan memang rendah, tapi sangat amat menusuk.
Tangannya mengepal kuat, lantas menatap Syaki penuh permusuhan. Mobil yang selama ini dia cari ternyata milik Syaki. Terbukti, tadi mereka menumpangi mobil itu sampai ke rumah sakit.
"Lo kenapa natap gue penuh kebencian gitu, Yan? Ya, sorry gue nggak ada maksud buat ngadu ke Nyokap lo. Gue cuma khawatir, takut terjadi sesuatu sama Nayya dan juga Zalfa."
Zayyan mendekat ke arah Syaki, menghimpit tubuh lelaki itu di tembok. Bersiap untuk menghadiahi bogeman mentah. "Mas Syaki, kan yang nabrak Zalfa! Kenapa Mas nggak nolongin istri saya, kenapa Mas malah menyembunyikan Zalfa di rumah sakit. Kenapa, Mas?!"
Syaki melongo, tidak mengerti dengan perkataan penuh intimidasi yang Zayyan layangkan. "Bini lo gue temuin di kamar mandi, dia jatuh. Nabrak apaan sih, Yan?!"
Zayyan memukul dinding rumah sakit sekuat tenaga. Dia tak sampai hati untuk melambungkan tinjuan di wajah Syaki yang sudah dia anggap seperti saudaranya sendiri.
"Istighfar, Yan. Istighfar," pinta Harini lalu membawa sang putra untuk duduk.
Zayyan berteriak frustrasi. Pikirannya benar-benar kacau balau. Saat pulang dia mendapati dua istrinya sudah tidak sadarkan diri, dan hendak dibawa ke rumah sakit oleh Syaki. Lantas, ditambah lagi saat dia menyadari bahwa mobil yang mereka tumpangi, ialah mobil yang selama ini dicari. Dalang dari semua permasalahan dimulai.
Sekarang, ditambah pula dengan kondisi Zalfa yang kritis akibat kepalanya kembali mendapat benturan hebat. Nayya yang ternyata tengah hamil muda, satu fakta itu bisa sedikit mengobati kepiluan hati. Meskipun kini Nayya masih belum sadarkan diri akibat dehidrasi karena terlalu banyak muntah, tapi perut tidak mendapat asupan nutrisi
"Gue ada salah sama lo? Gue nggak ngerti maksud lo," ungkap Syaki yang kini sudah duduk di samping Zayyan.
Zayyan melirik sinis penuh peringatan. "Mas Syaki jangan pura-pura nggak tahu. Mas Syaki, kan yang sudah menabrak Zalfa!"
"Sumpah, Demi Tuhan gue nggak pernah nabrak orang, Zayyan!"
"Mobil?!"
Syaki menghela napas singkat. "Itu mobil Nayya, gue cuma minjem doang. Tapi, serius gue nggak tahu apa-apa soal tabrakan Zalfa."
Tubuh Zayyan seketika melemas, kilatan emosi yang menghiasi mata kini beralih menjadi embun yang siap mengucur turun. "Nayya?"
Tangan Zayyan terkepal kuat. Napasnya memburu hebat, dia berjalan cepat menghampiri ruang perawatan Nayya. Harini panik bukan main, dia bergegas mengikuti langkah Zayyan. Sedangkan Syaki diminta untuk tetap di sana, menunggu Zalfa.
Nayya yang saat itu baru sadar, tersenyum kala melihat kedatangan Zayyan. Tapi tubuhnya mendadak kaku saat melihat cara Zayyan menutup pintu, dengan cukup kencang hingga menghasilkan dentuman kasar.
"Kamu kenapa, Yan?" cicitnya merasa takut. Baru kali ini Nayya melihat raut kemarahan yang tidak biasa di wajah sang suami.
Zayyan tertawa cukup mengerikan, membuat bulu kuduk Nayya meremang. "Kamu kalau mau melenyapkan Zalfa, bilang! Nggak usah sok baik, Nayya!"
"Maksud kamu apa sih, Yan? Aku nggak ngerti. Iya aku minta maaf karena nggak bisa jagain Zalfa. Iya aku salah karena nggak sempet bersihin lantai kamar mandi, aku salah karena teledor dan buat Zalfa celaka."
Zayyan mencekal kuat tangan Nayya. "Iya, kamu emang salah, Nayya. Lebih salah lagi karena bisa-bisanya aku menikahi kamu!"
Cairan bening tiba-tiba saja mengalir deras di kedua mata Nayya. Dia sangat amat sakit hati dan tersinggung dengan perlakuan serta ucapan kasar Zayyan.
"ZAYYAN LEPAS!" pekik Harini seraya menjauhkan tangan sang putra.
Dia berusaha untuk menenangkan Nayya yang terus menangis dalam dekapannya.
Harini menampar kuat wajah putranya. "Nggak seharusnya kamu berlaku kasar terhadap istri kamu, Zayyan!"
Zayyan memegang pipinya yang terasa nyeri. "Seharusnya Nayya yang Ibu tampar. Dia kriminal!"
Nayya menutup rapat-rapat kedua telinganya. Dia terisak pilu seraya memeluk kedua kakinya.
"Kamu belum puas, kan, Nay?! Belum cukup kamu membuat Zalfa koma sampai lumpuh nggak bisa apa-apa. Terus sekarang kamu juga sengaja buat lantai kamar mandi licin, supaya apa?! Supaya Zalfa mati maksud kamu!"
Nayya semakin ketakutan. Rasa pusing yang belum mereda, kian terasa menyiksa.
"ZAYYAN CUKUP!" teriak Harini tegas.
Dia sungguh tidak tega melihat menantunya yang masih lemah, tapi malah dihadiahi perkataan kasar penuh intimidasi dari sang putra. Terlebih Nayya sedang hamil muda, usia kandungannya yang bahkan masih tiga minggu. Tapi, Zayyan seolah lupa akan hal itu. Emosi sudah benar-benar menguasai.
"Nggak ada sedikit pun keinginan untuk mencelakai Zalfa, apalagi sampai hati menghilangkan nyawanya. Seharusnya kamu ada di rumah, Zayyan! Semua kekacauan ini pasti nggak akan pernah terjadi!" Napas Nayya naik turun. Dia tak terima disalahkan, apalagi difitnah sampai sebegitu kejinya.
"PEMBOHONG! KAMU ITU PEMBOHONG, NAYYA!"
"Kamu pikir jejak kamu nggak terlacak polisi, hah?! Kamu jangan senang dulu, aku akan laporkan kamu ke pihak berwajib!"
"Kamu gila, Zayyan!"
"Kamu yang gila, Nayya. Kamu dalang dari semua kekacauan. Kecelakaan yang Zalfa alami itu, karena ULAH KAMU!"
Nayya membatu. Angannya seakan terbang pada peristiwa beberapa bulan lalu. Kepalanya kembali berdenyut sakit.
Zayyan kembali mendekat ke arah Nayya. Memperlihatkan gawainya yang menampilkan foto mobil yang telah menabrak Zalfa, yang juga merupakan mobil milik Nayya.
"Aku ..., akuuu ..., bisa jelasin sama kamu," gagapnya dengan napas naik turun.
Zayyan tertawa sumbang. "Jelasin di hadapan polisi!"
"Bukan aku pelakunya, kamu harus percaya, Yan. Bukan aku," sahutnya seraya menggeleng pelan.
"Kamu pikir aku percaya sama bualan kamu?! ENGGAK AKAN PERNAH, NAYYA!"
Nayya menarik tangan Zayyan. "Aku mohon dengerin dulu penjelasan aku. Kamu salah paham, Yan."
Zayyan menghempaskan lengan Nayya kasar.
"Zalfa, Yan! Zalfa!" teriak Syaki panik saat baru saja membuka pintu ruang rawat Nayya.
...🖤SEE YOU NEXT CHAPTER🖤...
love sekebon🥰