Estsaffa ahiara, gadis yatim piatu yang diadopsi oleh kedua orangtua angkatnya. Terpaksa menikah untuk membayar hutang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riendiany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13 Modus atau Tulus?
"Kamu, pulang bareng saja" ajak Adrian mencairkan suasana. Ara yang sedari tadi mengheningkan cipta mengikuti langkah jenjang kaki Adrian berhenti sejenak.
"Tidak usah mas, aku naik ojek online saja" sahutnya, ia takut ada maksud terselubung. Adrian selalu dapat memenuhi keinginannya dengan caranya. Seperti hari ini, ia gagal kabur karena alasan lembur yang tidak kira-kira banyaknya. Bahkan hingga sampai jam 11 malam mereka baru keluar kantor.
Cacing diperutnya saja sudah berdemo sejak satu jam yang lalu. Bagaimana tidak dari siang hingga hampir tengah malam hanya satu cup jus yang masuk ke lambungnya itupun sisa tigaperempat karena telah diminum Adrian lebih dulu.
Mengelus perutnya menahan nyeri hingga tak disadarinya kalau lelaki yang secara tidak langsung ia ikuti tengah berbalik tiba-tiba.
Brugh..
"Awww.." Ara yang kaget langsung oleng karena heels sepatunya yang tinggi menjadi tidak seimbang. Jatuh di atas dada Adrian dengan kening yang terantuk dagu persegi lelaki tampan itu. Reflek tangan Adrian merengkuh pinggang ramping gadis itu, dengan dekapan yang erat.
Satu detik..dua detik...sepuluh detik kemudian ketika Ara sadar posisinya ia mencoba berdiri, namun belum juga benar posisi kakinya kembali ia terhuyung menabrak tubuh Adrian yang masih mematung.
"Aw...ssshhhh...maaf mas, saya.." alih-alih menyingkir dari tubuh Adrian, gadis itu malah sedikit membungkuk memijit kakinya dengan sebelah tangannya, dengan satu tangan lainnya mendekap tubuh Adrian. Erat.
"Ehem.." Adrian menetralisir hatinya yang berdebar. Ada rasa yang tidak terdefinisi bentuknya ketika tubuh itu dua kali menempel pada tubuhnya lagi setelah sekian lama. Tidak tahu harus melakukan apa, ia hanya menunggu apa yang akan gadis itu lakukan selanjutnya.
"Heeuh, mas...maaf, aku tidak hati-hati" Ara menjepit bibirnya menatap Adrian yang masih saja datar ekspresi dengan sedikit tampang sangar yang ia selipkan diwajah tampannya.
"Sudah kumaafkan, tapi sepertinya kau betah berlama-lama seperti ini" lelaki itu mengedikkan dagunya didepan Ara. "Ini pelecehan, main pegang sembarangan" bisiknya kemudian.
"Siapa yang pegang sembarangan? Lagian mas kenapa tiba-tiba berhenti, aku kan jadi_"
"Alasan, kamu yang mengikutiku, kenapa menyalahkan aku? Kaki-kakiku sendiri mau berhenti ya terserah aku"
Ara membuang muka, kembali memijit pelan tungkai kakinya, sepertinya keseleo dan bengkak. Kelihatannya kalau ia menanggapi lelaki ini, pasti terjadi perdebatan yang tidak akan segera selesai.
"Iya aku..aku yang salah, aku yang mengikuti mas. Baiklah...aku minta maaf, tapi...bolehkah aku menerima tawaran mas yang tadi" memasang wajah memelas, Ara berharap Adrian masih mau memberinya tumpangan sekalipun gadis itu menolaknya tadi. Nyeri dikakinya sangat sakit, hanya untuk menapak saja ia tidak kuat.
"Kau bilang tadi mau naik ojek online, ya sudah aku berbaik hati menungguimu sampai ojeknya datang" ternyata Ara ditolak dan lelaki ini malah mengejek dengan menyilangkan kedua tangannya didada.
"Ya ampun..kejam sekali" gumam Ara yang masih terdengar ditelinga Adrian, namun lelaki itu cuek seakan tidak mendengar apapun.
Dari kejauhan nampak satpam menuju ke arah mereka berdua, mungkin sedang patroli keliling ruangan.
"Selamat malam pak, ada yang bisa saya bantu?" tanya satpam sopan melihati bos besar dan asistennya yang tampak kesakitan berdiri di ujung lorong lantai satu.
"Iya pak, bantu saya kedepan ya, sebentar saya mau pesan ojek online dulu" Ara gegas mengambil ponsel dari saku blazernya.
"Eh...mbak, mending jangan naik ojek, soalnya kemarin ada yang dibegal di depan atm sebelah, ngeri dipukul sampai pingsan apalagi sekarang hampir tengah malam" Ara terhenyak, dia bingung mau minta tolong pada siapa sedangkan sang bos dengan senyum smirknya hanya melirik tanpa berkomentar apapun.
Membuka daftar kontak di ponselnya mencari nama Mela, sahabat kuliahnya yang mungkin sudah lama tidak dihubunginya sejak menjadi tawanan Adrian. Seingatnya hanya Mela yang tidak hijrah keluar kota dari sekian banyak temannya yang lain.
Akan tetapi, bolak-balik Ara men-scroll daftar kontaknya dan yang muncul hanya nama Ardi-Akio-Mr. Add-Mbak Vina. Hah...bisa-bisanya ponselnya ikut eror disaat yang tidak tepat seperti ini.
Dari keempat nama kontak itu, hanya Akio lah yang bisa dipastikan dapat mengendalikan keadaan, karena hanya lelaki itu yang tidak sungkan kepada Adrian. Langsung dipencetlah kontak Akio.Srett...ponsel Ara direbut oleh Adrian.
"Siapa yang kamu telpon malam-malam begini!" tiba-tiba Adrian yang merebut ponsel Ara langsung menonaktifkannya ketika sekilas mendapati nama Akio lah yang telah dihubungi.
"Eh..mas ponselku"
Tanpa banyak bicara, Adrian menggendong Ara ala bridal style sehingga mau tidak mau, gadis itu menautkan kedua tangannya dileher Adrian.
"Aku bisa jalan sendiri pelan-pelan mas"
"Kelamaan, pak tolong bawa tas nona Ara ke dalam mobil saya"
"Siapp pak" pak satpam setengah berlari mengejar sang bos yang berjalan cepat meskipun sedang menggendong Ara. Kemudian Adrian membuka kunci otomatis mobilnya. Pak satpam membantu membuka pintu, serta meletakkan tas Ara kedalamnya.
Setelah meletakkan Ara dikursi samping kemudi, Adrian beralih menuju kursi sebelahnya.
"Seat belt mu jangan lupa" gadis itu langsung meraih talinya dan memasangkan pada tubuhnya. Dan mobilpun segera melaju membelah jalanan yang lengang di hampir tengah malam.
"Ck..ck..ck.. pak Adrian ternyata posesif meskipun terlihat cuek, baru kali ini ada karyawan pakai di gendong segala, padahal biasanya...hufffttt" satpam itu memukul jidatnya sendiri, terkesima dengan tingkah sang bos yang diluar kebiasaannya selama ini.
\=\=\=\=\=\=\=\=
Tiba di basement apartemen, Adrian yang bergegas membuka pintu mobil hendak menggendong Ara keluar, malah ditolak oleh si empunya.
"Aku jalan saja, mas duluan" segera diraihnya handle pintu mobil untuk berpegangan. Jalannya berjingkat dan pelan menahan sakit serta kakinya yang tanpa alas.
Adrian yang ternyata baru sekejap saja sudah berjarak hampir seratus meter malah berbalik dan kembali menghampiri gadis itu.
"Ayo" tanpa izin digendongnya kembali tubuh kecil yang menurutnya ringan itu.
"Ehhh...tidak usah mas" Ara bergerak-gerak hendak menurunkan tubuhnya.
"Jalanmu seperti siput, bisa-bisa besok pagi kita baru sampai di atas. Dan hentikan gerakan tubuhmu itu, kamu membangunkan juniorku" Adrian mengejek dengan senyum menyeringai.
Ara membatu, itu seperti sebuah peringatan atau bisa saja sebuah ancaman. Sepanjang perjalanan maupun di dalam lift ia hanya diam menatapi wajah tampan Adrian. Padahal mereka bekerja seharian, tak terlihat sama sekali wajah kusut ataupun rambut yang tak seklimis tadi pagi. Aneh, lelaki yang menggendongnya ini seperti tengah di formalin, awet sekali kesegaran dan ketampanannya.
Glukk..
Demi apa, Ara malah tak sadar menelan salivanya mengagumi keindahan ciptaan Tuhan yang terpampang nyata ini. Rahang tegas yang dihiasi rambut-rambut tipis, bibirnya yang sedikit tebal, hidung mancung, mata setajam elang dan dahi yang sedikit terdapat kerutan membuat Adrian menjelma sebagai lelaki dewasa yang menawan.
"Hei, apa kau tak ingin turun. Lenganku hampir putus rasanya" suara Adrian membuyarkan lamunan Ara. Bagaimana mungkin gadis itu tak menyadari perjalanan panjang dari basement ke lift kemudian masih harus berjalan lagi hingga sampai di apartemen.
'Ya ampun ternyata sudah sampai di dalam apartemen' Ara yang menahan malu langsung merosot turun.
"Langsung mandi ya" perintah Adrian. Ara masih terpana, meski nada suaranya terdengar dingin, namun maknanya teramat dalam. Sanggup membuat jantung Ara sedikit berlari dalam berdetak. Dibalas anggukan kepala Ara, yang tertatih menuju kamar.
Limabelas menit kemudian, Ara yang sudah selesai dengan ritual membersihkan dirinya keluar kamar. Mencari Adrian yang ternyata ia temukan di dapur.
Dipandanginya bahu kekar yang memunggunginya itu. Hari ini terjadi banyak hal mulai dari yang menyebalkan, menyenangkan hingga yang menggemaskan diantara mereka. Sejenak Ara merasa bukan seperti seorang tawanan. Adrian begitu manis saat menggendongnya, meskipun sedikit egois, galak dan juga seenaknya sendiri.
"Apa punggungku seindah itu, kulihat kau begitu terkagum memandanginya" Ara mengerjap, bagaimana lelaki itu tahu kalau ia sedang memperhatikannya sejak tadi. Oh Tuhan betapa bodohnya dia, hampir semua part dari dapur ini mengkilap seperti kaca, sehingga tanpa membalik tubuhnya pun Adrian tahu kalau gadis itu sudah berada disana sejak lama.
"Heeuhh..apa aku akan didenda untuk ini?" gadis itu mendekati Adrian demi melihat apa yang dilakukan Adrian berlama-lama di sana.
"Mas masak apa?"
"Untung tidak sampai lima menit, kalau lebih bisa kutambahkan ke hutangmu" memalingkan wajah ke Ara yang ada disebelahnya dengan senyum menyeringai. "Duduk" mengarahkan dagunya ke meja makan.
Ara menjatuhkan pantatnya di atas kursi. Adrian dengan lihai menuangkan semangkuk sup hangat yang terlihat begitu menggoda.
"Sepertinya enak"
"Ini sup mahal, tentu saja enak"
"Heeuh, sup seperti ini mahal?aku bisa membuatnya"
"Tentu saja, karena dimasak oleh lelaki tampan sepertiku, dan ini pertama kali aku memasaknya untuk seorang gadis pula" ucap Adrian percaya diri.
Ara hanya menatap kesal tanpa menjawab lagi. Segera dimakanlah supnya, dan memang enak. Tidak menyangka lelaki pelit ekspresi ini pandai juga memasak.
Setelah mereka menyelesaikan makan malamnya, mereka menuju kamar. Dengan sedikit memaksa Adrian membantu mengobati kaki Ara, padahal gadis itu menolaknya mati-matian.
"Tidur disini saja" ucap Adrian melihat Ara hendak mengambil bantal dan selimut dari dalam lemari.
"Tapi.."
"Aku tak mengkhawatirkanmu, tapi kakimu. Jika terjadi apa-apa, bagaimana kalau aku tidak mendengar teriakanmu," sebenarnya lelaki itu perhatian tapi nada suaranya sama sekali tak mengisyaratkan itu.
'Benar juga' pikir ara. Otaknya masih saja traveling kemana-mana. Membayangkan suatu kejadian yang tidak diinginkan.
Gadis itu duduk di pinggir ranjang, segera ditumpuknya dua guling untuk menyekat batas diantara mereka. Adrian menganga, gadis tawanannya itu membuatnya meradang.
"Tidak sekalian sofa atau lemari kau taruh sini" lelaki itu melihat dengan sinis ke arah Ara, dengan menyilangkan tangannya didepan dada.
Serba salah, padahal Ara hanya berusaha menjaga diri saja. Namun reaksi bos tampannya itu berlebihan.
"Aku...aku tidur di ruang kerja saja kalau be_"
"Kesanalah, seribu kali kamu pergi kesana kugendong kau ke kamar ini lagi" ancam Ardian dengan suara yang keras.
Ara mengurungkan niatnya, ia beringsut merebahkan tubuhnya ke sebelah sisi ranjang kemudian mengambil selimutnya yang berada di kaki dan menariknya hingga ke kepala.
Klik..klik...
Suara seseorang mengunci pintu. 'Oh Tuhan, selamatkan aku malam ini, hanya itu doaku' kata gadis itu dalam hati. Doa yang dikabulkan, karena sebenarnya tidak ada yang berbuat jahat kepadanya dan tentu saja ia selamat.
Adrian tersenyum puas dalam diamnya. Sesekali melirik sebelah ranjangnya, 'ini baru awal, semakin kau membuatku jengkel semakin aku membuatmu menderita dengan caraku'...
😘
terima kasih othorku🤣🤣🤣💯💯💯👏👏👏