NovelToon NovelToon
Permainan Terlarang

Permainan Terlarang

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni / Pembantu / Pembaca Pikiran
Popularitas:15.3k
Nilai: 5
Nama Author: Alim farid

**Sinopsis:**

Luna selalu mengagumi hubungan sempurna kakaknya, Elise, dengan suaminya, Damon. Namun, ketika Luna tanpa sengaja menemukan bahwa mereka tidur di kamar terpisah, dia tak bisa lagi mengabaikan firasat buruknya. Saat mencoba mengungkap rahasia di balik senyum palsu mereka, Damon memergoki Luna dan memintanya mendengar kisah yang tak pernah ia bayangkan. Rahasia kelam yang terungkap mengancam untuk menghancurkan segalanya, dan Luna kini terjebak dalam dilema: Haruskah dia membuka kebenaran yang akan merusak keluarga mereka, atau membiarkan rahasia ini terkubur selamanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alim farid, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 7

Luna berdiri kaku di depan bangunan megah di hadapannya. Itu adalah rumah kakaknya, elise, yang juga merupakan tempat tinggal suami kakaknya, Damon. Atau lebih tepatnya, rumah Damon, yang kini dihuni oleh elise sebagai istrinya. Perasaan enggan begitu kuat menyerang Luna. Kejadian memalukan yang terjadi beberapa waktu lalu masih membekas, seakan-akan baru saja terjadi kemarin. Tapi takdir tidak memberinya pilihan. Kini ia harus tinggal di sini, tanpa tahu pasti berapa lama. Mungkin tiga bulan—selama masa magangnya di perusahaan Damon. Waktu yang terasa sangat panjang, terutama karena setiap detik yang dihabiskan di sini terasa seperti bom waktu yang siap meledak kapan saja.

"Apa yang akan terjadi jika hal itu terulang lagi?" Luna menggigit bibirnya, kegelisahan melilit hatinya. Dia sama sekali tidak tahu bagaimana harus bersikap di hadapan Damon, kakak iparnya yang selalu membuatnya merasa gelisah dan tidak nyaman.

"Luna sayang, sudah selesai membereskan barang-barangnya?" Suara lembut elise menyentak lamunannya. Luna menoleh, menatap elise yang baru saja muncul di pintu kamar.

"Sudah, Kak," jawab Luna, meskipun sebenarnya ia belum sepenuhnya selesai.

"Bagus, ayo turun makan malam. Kakak sudah siapkan nasi kuning kesukaanmu," kata elise dengan senyum hangat yang selalu berhasil membuat Luna merasa sedikit lebih tenang.

"Kakak dan Kak Damon makan dulu saja. Luna nanti menyusul," jawab Luna dengan nada ragu. Ia berusaha mencari cara untuk menghindari pertemuan dengan Damon. Setiap interaksi dengannya selalu penuh ketegangan, seperti medan perang yang tak berujung.

"Tidak boleh begitu, Luna sayang. Kakak sudah susah-susah beli makanan favoritmu. Ayo makan bersama," ucap elise, tetap dengan kelembutannya, namun kali ini terdengar lebih mendesak. Ia menarik tangan Luna dengan lembut tapi tegas, membawanya keluar dari kamar.

Di meja makan, Luna duduk berhadapan dengan elise, sementara Damon duduk di ujung meja, memegang posisi yang seharusnya, sebagai kepala rumah tangga. Wajah Damon tampak tenang, tanpa sedikit pun ekspresi yang menunjukkan ketegangan. Seakan-akan tidak pernah terjadi apa-apa antara mereka. Namun bagi Luna, duduk bersama pasangan suami istri ini terasa seperti berada di tengah badai—badai yang diam-diam berbahaya.

"Apakah ada masalah di kantor?" Suara Damon tiba-tiba memecah keheningan. Suaranya datar namun penuh otoritas. Luna menunduk, mengira pertanyaan itu ditujukan pada elise.

"Jawab aku." Kali ini suara Damon lebih tegas, dan Luna menyadari kedua pasang mata itu kini tertuju padanya.

"Kak Damon berbicara pada Luna?" Luna bertanya ragu, matanya bergantian menatap elise dan Damon. Kakaknya mengangguk pelan, memberi isyarat agar Luna menjawab.

"Oh, tidak ada masalah, Kak. Semua orang di sana baik," jawab Luna dengan canggung, mencoba menyembunyikan kegelisahannya.

"Jangan terlalu banyak melamun, nanti kau hanya terlihat seperti gadis bodoh." Ucapan Damon tajam, langsung menghantam perasaan Luna. Wajahnya memerah, terluka oleh kata-kata yang penuh sindiran itu.

"Damon, jangan begitu. Kalau Luna ngambek, siapa yang akan membujuknya nanti?" elise berusaha mencairkan suasana dengan tawa kecil.

"Aku." Damon menjawab tanpa berpikir panjang, "Sebuah ciuman di bibirnya akan membuatnya diam." Ucapannya begitu tenang, seolah-olah itu adalah hal biasa.

Luna membeku, matanya melebar tak percaya. Bagaimana mungkin seorang suami bisa berbicara seperti itu tentang wanita lain, dan di depan istrinya sendiri? Dan yang lebih mengherankan, kenapa elise terlihat santai saja? Apakah karena pernikahan mereka yang dijodohkan, sehingga tidak ada cinta di antara mereka?

"Kak elise, Kak Damon, Luna sudah selesai makan. Aku ke kamar dulu ya," ucap Luna cepat-cepat, merasa tak sanggup lagi berada di ruangan ini.

"Baiklah, kalau ada apa-apa, panggil saja Kakak atau Kak Damon," jawab elise dengan senyum lembut yang khas.

Luna mengangguk cepat dan segera meninggalkan meja makan. Sesampainya di kamarnya, ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri setelah kegelisahan yang dirasakannya selama makan malam. Hubungan suami istri di rumah ini terasa begitu aneh baginya. Bagaimana mungkin sebuah pernikahan bisa sedingin ini namun tetap berjalan tanpa masalah?

Luna tidak tahu bahwa di balik pintu kamarnya, Damon berdiri dengan senyum kecil di bibirnya. Lelaki itu menikmati setiap momen ketidaknyamanan yang ia ciptakan, menyeringai puas sebelum kembali ke kamarnya sendiri.

***

Malam semakin larut ketika Damon selesai bekerja. Namun bukannya langsung menuju tempat tidur, pikirannya kembali pada adik iparnya yang kini berada di bawah atap yang sama dengannya. Ada sesuatu yang tak bisa ia jelaskan tentang Luna. Sesuatu yang selalu membuatnya ingin mendekat, seperti magnet yang tak bisa ia lawan.

Dengan langkah tenang dan hati-hati, Damon melangkah menuju kamar Luna di lantai atas. Jarak kamar Luna yang cukup jauh dari kamar utama justru memberi Damon kebebasan untuk bergerak tanpa diketahui siapa pun. Pintu kamar Luna yang tidak terkunci memudahkannya masuk tanpa suara.

Di dalam kamar, pemandangan yang ia temui membuatnya berhenti sejenak. Luna tertidur di kursi santai dengan laptop di pangkuannya. Kepalanya sedikit miring, salah satu tangannya terkulai di samping kursi. Tanpa riasan, wajah gadis itu tampak begitu polos dan menawan, bibirnya ranum, begitu menggoda bagi Damon.

Seperti seekor predator yang mengintai mangsanya, Damon mendekat dengan penuh kewaspadaan. Wajah Luna tampak begitu damai, tak menyadari bahaya yang mengintai dari dekat. Damon menunduk, mendekatkan wajahnya ke wajah Luna, pandangannya terpaku pada bibir gadis itu yang begitu menggoda.

Selama tiga bulan ini, keinginannya terus menumpuk. Sejak pertama kali melihat Luna, ada sesuatu yang membuatnya tergila-gila. Dia adalah candu yang tak bisa Damon lepaskan, seperti racun yang diam-diam merasuki pikirannya. Tanpa berpikir panjang lagi, Damon membungkuk dan mengecup bibir Luna dengan lembut, namun penuh gairah.

"Kau milikku, Luna. Ingat itu," bisiknya pelan sebelum melangkah pergi.

Bisikan itu terdengar lembut namun tegas, seperti janji yang terukir di udara malam, membuat Luna terbangun dengan perasaan kaget. Dia membuka matanya, memandang sekeliling dengan bingung. Dia masih sendiri di ruangan ini, tapi suara itu… dan kehangatan di bibirnya… apakah itu hanya mimpi?

Luna menggeleng pelan, berusaha mengusir perasaan aneh yang tiba-tiba muncul. Namun saat tangannya menyentuh bibirnya, kehangatan itu masih terasa, seolah ada yang benar-benar menyentuhnya.

Detak jantungnya semakin cepat. Apa mungkin mimpi bisa terasa sejelas ini? Atau… mungkin seseorang benar-benar masuk dan menciumnya? Luna menatap laptop yang masih di pangkuannya, mencoba mencari penjelasan logis dari apa yang baru saja terjadi. Namun semakin ia berpikir, semakin tidak masuk akal semuanya.

"Mungkin aku terlalu larut menonton drama," gumamnya pelan, mencoba menenangkan diri. Ia menarik napas panjang, lalu memandang jam dinding. Sudah lewat tengah malam. Waktu untuk tidur, karena besok masih ada banyak pekerjaan yang menunggu.

Namun, di dalam hatinya, ada rasa waspada yang tetap bertahan, tak sepenuhnya hilang.

1
Endang Yusiani
mirip-mirip
Alim Farid: apanya mirip"kak
total 1 replies
Debby Tewu
lanjut ceritanya
Debby Tewu
lanjut dong veritanya
Divana Mareta
lanjut thor...
Subrianti Subrianti
Luar biasa
Alim Farid: makasih kakak 🙏🙏🙂
total 1 replies
bb_yang_yang
Yuk, thor, update secepatnya! Pembaca mu sudah tidak sabar lagi. 😍
Jock◯△□
Ganti tanggal jadi sekarang ya thor!
Asnisa Amallia
Gimana ceritanya bisa sehebat ini? 😮
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!