Seno adalah seorang anak petani yang berkuliah di Kota. Ketika sudah di semester akhir, ia menerima kabar buruk. Kedua orang tuanya meninggal dalam kecelakaan bus.
Sebagai satu-satunya laki-laki di keluarganya, Seno lebih memilih menghentikan pendidikannya untuk mencari nafkah. Ia masih memiliki dua orang adik yang bersekolah dan membutuhkan biaya banyak.
Karena dirinya tidak memiliki ijasah, Seno tidak akan bisa mendapatkan pekerjaan dengan gaji tinggi. Mengandalkan ijasah SMA-nya pun tidak jauh berbeda. Maka dari itu, Seno lebih memilih mengelola lahan yang ditinggalkan mendiang kedua orang tuanya.
Ketika Seno mulai menggarap ladang mereka, sebuah kejutan menantinya.
----
“Apa ini satu buah wortel dihargai tujuh puluh ribu.” Ucap seorang warganet.
“Mahal sekali, melon saja harga lima puluh ribu per gramnya. Ini bukan niat jualan namanya tapi merampok.” Ucap warganet yang lainnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dyoka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PH 13 Pesanan Tujuh Puluh Juta
Di dalam sebuah rumah yang sebelumnya Seno kunjugi.
“Eh Jeng Cindy, sayurnya ini beli di mana? Kok rasanya berbeda dari yang biasa aku makan?” Tanya Nurul salah satu teman arisan Cindy. Saat ini Nurul tengah memakan salad yang disajikan pada arisan yang berada di rumah Cindy.
“Kenapa memangnya nggak enak ya? Aku belinya online itu tadi, bukan lewat petani sayuran organik yang biasanya jadi langgananku Jeng. Kalian sih ubah tempat arisan menjadi di rumahku dadakan banget. Jadi aku beli online. Maaf ya Jeng Nurul kalo rasanya kurang enak.” Jawab Cindy.
“Siapa bilang ini nggak enak Jeng. Ini itu enak banget. Rasa seger. Sedikit ada rasa manisnya. Kasih tahu dong Jeng beli di online ke siapa? Aku pengen nyoba beli. Kalo kualitas sayurannya sama terus, aku bakal langganan di sana. Orang yang udah berumur kayak kita ini makannya harus hati-hati.”
“Aku kirim di group ya.” Cindy kemudian membagikan laman Facebook milik Seno ke group chat arisannya.
“Makasih Jeng Cindy.”
*****
Setelah mengantar sayuran, Seno kembali pulangke rumahnya. Ia berencana untuk melakukan olahraga. Seno ingin meningkatkan stamina dan kekuatan miliknya. Kejadian pemukulan yang dialaminya memberikan pelajaran besar untuk Seno.
Saat itu memang matanya bisa membaca pergerakan lawannya. Tetapi tubuhnya tidak bisa menghindari pergerakan lawan. Oleh karena itu, Seno perlu melatih kelincahan tubuhnya. Seno sendiri tidak akan langsung belajar bela diri. Mempersiapkan tubuhnya lebih penting menurut Seno.
Laki-laki itu sudah memikirkan latihan apa yang akan ia lakukan untuk melatih kecepatan tubuhnya agar bisa mengikuti kecepatan matanya. Seno memasukkan beberapa kantong pasir dan menggantungnya.
Kemarin Seno sudah meminta Ramzi, pemborongnya, untuk membuat beberapa tiang untuk membantu latihannya. Sebelum semen dari tiang itu benar-benar kering, Seno hanya bisa mengantung karung pasir itu di pohon.
Ada sepuluh kantong pasir yang Seno gantung. Rencanya, kantung pasir yang digantung itu akan dibuat berayun-ayun. Lalu, Seno akan memasuki area yang terkena ayunan karung pasir itu. Pada latihan ini, Seno harus bisa menghindari semua karung pasir itu tanpa mengenai tubuhnya.
“Sekarang semua sudah digantung. Saatnya aku melatih kecepatan tubuhku mengikuti kecepatan mata.”
Setelah Seno mengayunkan karung-karung itu, ia memasuki area yang terkena ayunan karung pasir. Latihan ini begitu susah. Pada pecobaan pertamanya, Seno berhasil menghindari dua karung, tetapi dirinya terkena hantaman karung ketiga hingga tersungkur.
Tubuh Seno yang belum benar-benar sembuh setelah pengeroyokan preman tempo hari sekarang kembali merasakan sakit.
“Sial ini ternyata sangat sulit. Meski aku bisa melihat kedatangan karung ketiga itu, tetapi tubuhku tidak bisa merespon secepat itu.” Ucap Seno sembari merangkak menjauhi area ayunan karung.
Jika dirinya berdiri, maka Seno akan kembali terkena hantaman karung pasir. Jadi, dirinya hanya bisa merangkak seperti ini.
“Aku harus tetap mencobanya.”
Sekali lagi Seno mencoba. Tetapi hasilnya tetap sama, Seno tetap gagal pada karung ketiga. Setelah mencoba tiga kali dan semuanya gagal, Seno beristirahat.
“Lebih baik aku latihan lagi besok. Tubuhku terasa sakit semua menerima hantaman seperti itu.” Gumam Seno.
Setelah membersihkan diri, Seno mengecek ponsel miliknya. Laki-laki itu bisa melihat banyak pemberitahuan yang muncul di layar ponselnya. Kebanyakan adalah pemberitahuan dari Facebook.
“Eh pesenanku makin banyak gini?”
Seno cukup kaget melihat pemberitahuan itu. Pasalnya, semua pesan yang ia terima mengatakan bahwa mereka memesan sayur miliknya. Tidak ada tawar menawar harga lagi, langsung pesan. Mereka juga ingin Seno mengirim sayur itu hari ini juga agar besok pagi bisa dimasak.
“Satu, dua, tiga…. Ada sepuluh yang memesan sayur dariku. Kenapa tiba-tiba ada yang memesan sebanyak ini dalam waktu bersamaan?”
Jika mengirim sayur sebanyak itu, Seno tidak bisa lagi memakai motor miliknya. Itu tidak akan cukup untuk membawa sayur sebanyak itu. Untung keluarganya memiliki motor roda tiga, jadi Seno akan memakai motor itu untuk mengirimkan sayuran.
Seno pun mempersiapkan satu persatu sayuran sesuai dengan pesanan yang ia terima. Ia lalu memasukkan sayur-sayur tersebut ke dalam kardus bekas mie instan.
Menurut Seno, jika imasukkan ke dalam kardus dan ditata dengan rapi, sayuran yang akan ia kirim tidak akan rusak dalam perjalanan. Berada di dalam kardus lebih aman untuk sayuran daripada plastik.
Seno tidak lupa memberikan nama dari pemesan pada kardus tersebut. Dengan begini, Seno tidak akan kebingungan ketika mengirimkan pesanannya.
“Hem… kardus bekas yang aku punya sudah habis. Jika begini, aku perlu membeli kardus bekas lagi. Eh apa aku buat sendiri saja kardus milikku?”
Pengemasan yang menarik memang sangat penting. Sebagai mahasiswa desain komunikasi visual, Seno sangat memahami hal ini. Kedepannya ketika mengantar sayuran ke pelanggan, Seno haruslah memiliki kemasan sendiri. Jika seperti ini, bukankah Seno malah mempromosikan mie instan yang kardusnya ia pakai?
“Itu akan aku urus nanti. Sekarang aku perlu mengirimkan sayuran ini kepada pelangan.”
Dari alamat yang ia terima, pemesan sayurnya kali ini adalah dari kalangan orang berada. Seno berencana memberikan bonus satu buah wortel khusus itu kepada setiap pelanggannya. Ia ingin memakai cara ini agar mereka bisa merasakan kasiat wortel miliknya.
Setelah mengetahui kasiatnya, pasti orang-orang itu akan membeli lagi wortel khusus itu. Seno tidak mau hanya mengandalkan Miranda untuk menjual wortel khusus itu. Sekarang ini, ada dua ribu seratus buah wortel khusus, meski Miranda kaya dan mampu membelinya, buat apa wortel sebanyak itu.
Tetapi, rencana Seno ini baru akan berhasil jika yang menerima sayur ini nanti adalah pemilik rumah itu, bukan asistem rumah tangga mereka. Jika itu diserahkan kepada asisten rumah tangga mereka, sudah pasti wortel itu akan dikira sebagai wortel biasa. Itu akan menggagalkan rencana Seno.
Pada rumah pertama, Seno hanya diberikan uang oleh satpam, pemilik rumah tidak menemuinya. Rumah kedua juga seperti itu. Bahkan sampai Seno mengantarkan sepuluh pesanan itu, tidak ada pemilik rumah yang menemuinya.
“Ekspetasi nggak selama sesuai dengan realita memang. Tetapi nggak masalah. Dari pesenan sepuluh orang ini tadi saja aku sudah mendapatkan satu juta rupiah. Aku yakin setelah ini mereka akan menjadi pelanggan tetapku.”
Ketika Seno sampai di rumahnya, telepon miliknya berdering. Itu adalah panggilan dari Miranda, langsung saja Seno mengangkatnya.
“Hallo ada apa Mir?” Tanya Seno.
“Hallo, Mas Seno masih punya stok sayuran yang biasa nggak? Aku mau langganan beli sayur di Mas Seno.”
“Tentu. Aku memiliki banyak sayuran biasa.”
“Kalau begitu, Mas Seno kirimnya tiap dua hari sekali aja.”
“Tidak masalah. Hari ini tadi aku sudah mengirim beberapa sayuran ke pelangan. Sekarang aku berjualan sayuran secara online.”
“Oh ya? Kalau begitu aku akan mempromosikannya kepada Tanteku. Aku yakin mereka juga berminat berlangganan sayur kepada Mas Seno.”
Seno cukup senang mendengarnya. Ini berarti setiap harinya stok sayur di kotak penyimpanan miliknya akan berkurang dengan banyaknya orang yang membeli sayur padanya.
“Ah terima kasih Mir sudah mau mempromosikan sayur milikku. Nanti akan aku traktir Kamu makan sebagai tanda terima kasihku.”
“Aku tunggu itu Mas. Oh ya Mas, apakah wortel khususmu itu masih ada?”
“Kenapa memangnya? Kamu ingin beli lagi? Yang kemarin sudah habiskah?”
Cepat sekali Miranda mengahabiskannya. Dua ratus wortel dalam beberapa hari.
“Ya. Aku membagikannya kepada semua pekerja di rumahku dan juga kepada Om dan Tanteku. Jelas semuanya sudah habis. Sekarang ini aku tidak memiliki satu pun wortel untuk menjadi cemilan. Aku ingin Mas Seno mengirimkannya lagi kepadaku.”
“Memangnya Kamu butuh berapa? Jika Kamu butuh banyak, akan aku tanyakan pada supplier wortel itu apakah mereka memilikinya atau tidak.” Ucap Seno membuat alasan.
“Hemm… Bisakah Kamu mengirimkan lima ratus wortel kepadaku Mas? Beberapa Om dan Tanteku ingin memakan wortel itu lagi. Penglihatan mereka sekarang jauh lebih bagus dari sebelumnya. Jadi, mereka memaksaku untuk membelikan wortel itu lagi.”
“Ini beneran lima ratus wortel?” Tanya Seno memastikan.
“Ya, sebanyak itu, lima ratus. Jika memang supplier Mas Seno tidak bisa memberikan wortel sebanyak itu dalam satu waktu, kirim saja secara bertahap.”
“Aku akan segera menghubunginya. Kemungkinan besar lusa aku akan mengirimkan wortel itu padamu. Tidak menjadi masalah jika Kamu pesen lima ratus wortel. Seribu wortel pun bisa.” Jelas Seno.
“Kalau begitu kirimkan seribu wortel padaku lusa sore. Aku akan mengirim uangnya sekarang.”
[Nasabah yang terhormat! Dana sebesar Rp 70.000.000,- telah masuk ke rekening Anda]
“Hah anak ini. Dia sama sekali tidak meminta diskon setelah memesan sebanyak itu. Dia tetap membayar penuh harga yang ia berikan sendiri.”
Seno ingat bahwa harga tujuh puluh ribu untuk satu buah wortek yang menentukan adalah Miranda. Seno sendiri belum menetapkan berapa harga yang pantas untuk wortel ini.
“Jika begini, aku akan memberinya tambahan wortel khusus saja. Lagipula, aku masih memiliki banyak stok wortel khusus. Dua hari lagi pun aku akan memanen empat ribu wortel.”