Akay, pemuda yang kadang bermulut pedas, terjebak dalam pernikahan dengan Aylin, gadis badung yang keras kepala, setelah menabrak neneknya. Itu adalah permintaan terakhir sang nenek—dan mereka harus menandatangani perjanjian gila. Jika Akay menceraikan Aylin, ia harus membayar denda seratus miliar. Tapi jika Aylin yang meminta cerai, seluruh harta warisan neneknya akan jatuh ke tangan Akay!
Trauma dengan pengkhianatan ayahnya, Aylin menolak mengakui Akay sebagai suaminya. Setelah neneknya tiada, ia kabur. Tapi takdir mempertemukan mereka kembali di kota. Aylin menawarkan kesepakatan: hidup masing-masing meski tetap menikah.
Tapi apakah Akay akan setuju begitu saja? Atau justru ia punya cara lain untuk mengendalikan istri bandelnya yang suka tawuran dan balapan liar ini?
Apa yang akan terjadi saat perasaan yang dulu tak dianggap mulai tumbuh? Apakah pernikahan mereka hanya sekadar perjanjian, atau akan berubah menjadi sesuatu yang tak pernah mereka duga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33. Topik Utama
Sinar matahari yang menyelinap di balik tirai tipis membuat Aylin mengerjapkan mata. Kesadarannya perlahan kembali, tapi tubuhnya terasa begitu nyaman—terlalu nyaman.
Ia mengerutkan kening, merasa ada sesuatu yang hangat dan kokoh di bawah kepalanya. Sesuatu yang bergerak naik turun dengan ritme yang stabil.
Lalu, napas berat yang berhembus di atas kepalanya.
Aylin membeku.
Perlahan, ia menggerakkan kepala, dan seketika matanya membulat.
Astaga!
Kepalanya masih bertumpu pada lengan Akay. Dan lebih buruknya, tubuhnya melingkar di sekeliling pria itu, menjadikannya guling hidup.
Dan yang paling parah—lengan kokoh pria itu masih mendekapnya erat.
Aylin menelan ludah, matanya melirik ke atas, mengamati wajah Akay yang masih terpejam dengan ekspresi tenang. Ia tidur nyenyak, seakan posisi mereka sama sekali bukan masalah.
Sial.
Aylin menghela napas kasar, frustrasi pada dirinya sendiri. Kenapa ini terjadi lagi?! Seharusnya ia menjaga jarak. Seharusnya ia tidak terperangkap dalam kenyamanan ini.
Dengan gerakan hati-hati, ia mencoba menarik diri, tapi lengan Akay justru semakin mengeratkan dekapannya.
Aylin menggertakkan gigi, wajahnya semakin panas.
"Akay!" bisiknya tajam.
Pria itu hanya bergumam kecil dalam tidur, kemudian—dengan santai—mencengkeram pinggang Aylin lebih erat, mendekapnya seperti bantal kesayangannya.
Aylin ingin menjerit. Ini tidak adil!
Ia berusaha membebaskan diri sekali lagi, tapi Akay tiba-tiba bergerak, wajahnya semakin dekat, napas hangatnya menyapu pipi Aylin.
Aylin membatu.
Jantungnya berdebar kencang. Ia tahu ia harus keluar dari posisi ini—segera. Tapi bagaimana caranya tanpa membangunkan pria itu?!
Aylin menahan napas, tubuhnya kaku seperti batu. Sial. Semakin ia mencoba bergerak, semakin erat pula lengan Akay menahannya.
Jantungnya berdegup semakin cepat saat ia merasakan napas pria itu begitu dekat di kulitnya. Ini gila.
Perlahan, ia kembali mengangkat wajah, berharap menemukan celah untuk meloloskan diri. Tapi tepat saat itu, kelopak mata Akay mulai bergerak.
Aylin membeku.
Dan dalam hitungan detik, mata tajam pria itu terbuka, menatapnya dengan sorot yang masih sedikit mengantuk namun begitu dalam.
Sejenak, keheningan menyelimuti mereka.
Lalu, sudut bibir Akay perlahan terangkat dalam senyuman menggoda. "Pagi, Ayang." Suaranya serak, dalam, dan berbahaya.
Darah Aylin seolah mengalir ke kepalanya. Astaga, kenapa suaranya harus terdengar seperti itu di pagi hari?!
Dengan reflek, Aylin langsung mendorong dada Akay. "Lepasin aku!"
Tapi bukannya melepaskan, Akay justru semakin mengeratkan dekapannya, wajahnya semakin dekat hingga Aylin bisa melihat betapa santainya pria itu menikmati situasi ini.
"Kenapa? Bukannya kamu yang nempel duluan?" goda Akay, suaranya penuh kemenangan.
Aylin menganga, tidak terima. "Aku nggak sengaja!"
Akay mengangkat alis, ekspresinya penuh godaan. "Nggak sengaja? Tapi ini sudah kesekian kalinya. Hmm... aku mulai curiga kamu sengaja tidur dalam posisi ini."
"AKAY!" Aylin menjerit tertahan, wajahnya sudah merah padam.
Akay hanya terkekeh pelan, lalu akhirnya melonggarkan pelukannya, membiarkan Aylin buru-buru menjauh dengan wajah berapi-api.
Tapi sebelum Aylin bisa benar-benar kabur, Akay menarik pergelangan tangannya, membuat gadis itu kembali menatapnya dengan ekspresi waspada.
"Mau ke mana?" tanyanya santai.
"Jelas-jelas menjauh darimu!" Aylin mendelik.
Akay tersenyum miring. "Jangan lupa... kalau kamu terbiasa menjadikan aku guling, aku nggak keberatan kok. Kapan pun kamu mau."
Aylin benar-benar ingin melempar bantal ke wajah pria itu. Bangsat!
***
Aylin duduk di dalam taksi dengan wajah ditekuk. Tadi, lagi-lagi ia bangun dalam posisi yang sama—berbantal lengan Akay dan menjadikan pria itu guling. Rasanya seperti déjà vu yang menyebalkan.
"Gimana caranya biar gue nggak kejebak tidur sama dia lagi?" pikirnya kesal.
Lalu, sebuah ide muncul. Pulang ke rumah Nenek Ros setelah sekolah. Itu satu-satunya cara agar ia tidak harus berhadapan dengan Akay lagi malam ini.
Taksi berhenti di depan gerbang sekolah. Aylin turun, berjalan cepat menuju kelas, berharap bisa menjalani hari ini dengan tenang. Namun, begitu ia tiba, suara bisik-bisik langsung menyambutnya.
"Eh, itu dia!" seru Rena begitu melihat Aylin memasuki kelas.
"Aylin! Gila ya, lu kemarin dicium calon suami di depan umum!" cetus Linda dengan mata berbinar.
"Romantis banget, anjir!" timpal Sinta, ikut-ikutan menggoda.
Aylin mengerjapkan mata, masih belum sepenuhnya memahami situasi. "Hah?"
Rena terkikik sambil melipat tangan di depan dada. "Jangan pura-pura amnesia, Lin! Kita lihat sendiri calon suami lo nyosor lo kemarin!"
Aylin langsung mendengus, merasakan wajahnya memanas. "NYOSOR apanya?! Itu kecelakaan!"
Linda mengangkat alis, jelas tak percaya. "Apaan kecelakaan? Lo diem aja pas dicium, nggak ada perlawanan!"
"Ya... gue kaget, BEGO!" Aylin membela diri, tapi gelak tawa teman-temannya malah semakin keras.
"Serius kaget? Kok gue lihat kemarin lo malah menikmati?" goda Sinta, matanya menyipit penuh arti.
Aylin melotot. "Menikmati kepala lo!"
Rena mendesah dramatis. "Gila sih, calon suami lo itu idaman banget, Lin. Cool, kaya, keren, dan protektif. Lo tuh beruntung banget!"
"Beruntung kepala lo!" Aylin bersedekap kesal. "Mana enak! Lo pikir enak punya calon suami menyebalkan kayak dia?"
"Kalau lo nggak suka, kasih gue aja," celetuk Sinta santai.
"Gue juga bersedia kalau lo kasih ke gue," timpal Linda sambil terkikik. "Dikasih uang belanja seratus juta per bulan. Gimana, Lin? Nggak mau? Eh, maksud gue, nggak mau nolak?"
"Udah jelas gue juga mau," Rena menambahkan sambil mengedipkan mata jail. "Cowok kayak dia tuh langka, Lin. Cool dan kaya itu paket lengkap!"
Aylin mendengus keras, mengusap wajahnya dengan frustrasi. Hari ini bakal jadi hari yang panjang.
***
Sepulang sekolah, Aylin langsung pulang ke rumah mendiang neneknya. Begitu Aylin melangkah masuk ke rumah, Tumirah alias Mira langsung menyambutnya. Tapi alih-alih menanyakan dirinya, wanita itu justru menatap ke belakangnya dengan penuh harap.
"Tuan Akay mana?" tanya Mira, suaranya dibuat semanis mungkin.
Aylin mengerjapkan mata. Sejenak, ia terdiam, merasa ada sesuatu yang mengganjal di dadanya. Kesal? Cemburu? Entahlah. Yang jelas, ada rasa tak nyaman yang menjalar tanpa bisa ia kendalikan.
Mira masih berdiri di sana, matanya celingukan, jelas kecewa saat tak menemukan sosok Akay di belakang Aylin.
"Loh? Tuan nggak pulang bareng sama, Non?" lanjutnya, nada suaranya terdengar terlalu antusias.
Aylin menyipitkan mata. "Kenapa emangnya? Kangen?" tanyanya datar.
Mira terkekeh kecil, menggigit bibirnya seolah malu-malu. "Ya nggak gitu juga, Non. Cuma 'kan... dia pasti capek, kasihan kalau pulang sendirian."
Aylin menahan diri agar tidak mendengus di depan wajah Mira. Baru saja ia hendak membalas, Mbok Inem tiba-tiba muncul dari dapur sambil membawa nampan berisi gelas-gelas kosong.
"Tumirah! Kamu ini perempuan kok nggak punya malu, sih? Tiap hari nyariin Tuan Akay mulu!" tegur Mbok Inem tajam.
Mira merengut. "Lho, Mbok, saya cuma tanya doang..."
"Tanya apaan?! Dari dulu kamu selalu genit sama Tuan! Dikit-dikit Tuan Akay, dikit-dikit Tuan Akay! Mbok sampe hafal kebiasaanmu! Jangan genit sama majikan!" Mbok Inem mendecak kesal.
Mira cemberut, tetapi tidak membantah.
Sementara itu, Aylin berdehem kecil, menatap Mira dengan tatapan datar. "Mau aku sampaikan kalau kamu nyariin dia?"
Mira tersentak, lalu mengibaskan tangannya cepat. "Nggak perlu, Non!" jawabnya buru-buru, wajahnya mendadak memerah.
Aylin mendengus, lalu berjalan melewati Mira. Entah kenapa, hatinya terasa lebih ringan setelah melihat wanita itu kena semprot Mbok Inem.
Begitu pintu kamar tertutup, Aylin menjatuhkan tasnya ke lantai dan menghempaskan diri ke kasur. Wajahnya ditekuk, tangannya bergerak meraih bantal dan menekannya ke wajah, menahan teriakan frustasinya.
"Kenapa, sih?!" gerutunya sambil menendang selimut. "Kenapa setiap orang yang ketemu gue hari ini malah ngebahas Akay?!"
Ia membalikkan badan, menatap langit-langit dengan tatapan kesal.
Di sekolah, teman-temannya heboh menggoda tentang ciuman sialan itu. Sampai di rumah, Tumirah alias Mira langsung nyariin Akay. Bahkan Mbok Inem pun ikut-ikutan menyebut namanya!
"Gue yang capek sekolah seharian, gue yang baru pulang, tapi yang dicariin malah dia!" Aylin menggerutu sambil memeluk bantal.
Kalau saja mereka tahu betapa menyebalkannya pria itu. Betapa dia selalu membuat hidup Aylin jadi ribet.
Dari awal, Akay selalu muncul di saat yang tidak diinginkan. Dan sekarang? Dia masih saja jadi topik utama di sekelilingnya.
Aylin membalikkan badan ke sisi lain, mengerang pelan.
"Beneran deh, kalau bisa, gue pengen seharian aja hidup tanpa denger nama dia..." gumamnya.
Tapi entah kenapa, semakin dia mengeluh, bayangan Akay malah semakin jelas di kepalanya.
...🌸❤️🌸...
.
To be continued
kamu telah menyulut dendam pada orang yang tidak bersalah . dan hanya penyesalan yang akan kau tuai saat tahu lawanmu bukanlah orang sembarangan . dan lebih tepatnya saat ini kamu salah lawan Genio . jadi nikmati saja saat-saat kehancuranmu akan segera datang .
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍