Ketika cinta hanya sebatas saling menguntungkan, apa masih bisa di sebut sebuah cinta?
Yulita, terpaksa menerima pernikahan dimana dia menjadi wanita kedua bagi suaminya, pernikahan yang hanya berlangsung hingga dia bisa memberikan keturunan untuk pasangan Chirs dan Corline.
Ingin menolak, tapi dia seolah di jual oleh Ayahnya sendiri. Ketika dengan suka rela sang Ayah menyerahkannya pada seorang pria beristri untuk menjadi wanita kedua.
Pernikahan tidak akan berjalan begitu sulit, jika saja Yulita tidak menyimpan harapan terlalu besar pada suaminya. Dia yang berharap bisa mendapatkan sedikit saja rasa peduli dan cinta dari suaminya.
Namun, pada akhirnya semuanya hanya angan semu yang tak akan pernah bisa terwujud. Selamanya dia hanya wanita kedua.
"Aku rela mengandung dan melahirkan anakmu, tapi apa tidak bisa sedikit saja kau peduli padaku?" -Yulita-
"Aku tidak akan pernah jatuh cinta padamu!" -Chris-
Dan ternyata, mencintai tetap menjadi luka bagi Yulita.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Akan Jatuh Cinta
Entah apa yang terjadi lagi diluar sana, yang jelas Yulita langsung pergi ke kamar mandi untuk menenangkan dirinya sendiri. Berendam adalah hal yang cukup menenangkan.
"Seandainya dia tidak ingin pernikahan ini terjadi, kenapa juga harus setuju? Apa mungkin karena paksaan istrinya dan juga Pak Ketua?"
Kepalanya bersandar pada pinggir bak mandi, lalu dia memejamkan mata hanya untuk menenangkan pikirannya yang ribut sekarang ini.
Selesai mandi, Yulita segera mengambil pakaian yang di sediakan di dalam lemari di kamar ini. Yulita juga membawa beberapa pakaian miliknya, meski tidak semuanya, karena dia berpikir jika dia akan tinggal di Apartemen saja. Tapi ternyata, dia tidak bisa.
Saat Yulita keluar dari ruang ganti, dia terkejut melihat suaminya yang sudah duduk di atas tempat tidur. Yulita jadi ragu untuk menghampirinya, apalagi saat melihat wajahnya yang begitu dingin. Meliriknya dengan tajam, seolah Yulita adalah orang yang paling tidak ingin dia lihat.
"Kita lakukan dengan cepat, dan setelah itu aku harus kembali ke kamarku!"
Yulita tidak menjawab, dia hanya menunduk dengan perasaan sesak. Ucapan suaminya seolah memang dia adalah seorang wanita yang tidak berharga dan hanya dia nikahi untuk alat reproduksi saja.
"Kau masih ingin berdiri disana?!"
Suara tegas dan sedikit tinggi itu, membuatnya terkejut. Yulita terburu-buru menghampirinya. Berdiri gugup di pinggir tempat tidur, tangannya sudah dingin, bergetar tak karuan. Gemuruh di dadanya semakin kencang.
Ya Tuhan, benarkah aku harus memberikan kesucian ini pada pria yang tidak aku cinta. Tapi, dia adalah suamiku sekarang.
"Aku tidak akan memulainya, karena kau sudah di bayar mahal oleh Papa dan seharusnya kau yang memulai untuk memuaskan aku"
Ya Tuhan, kenapa ucapannya begitu menyakiti hati. Rasanya Yulita ingin pergi saja, menghilang dari dunia ini, jika takdir dan jalan hidupnya harus seperti ini. Ayahnya menjerumuskan dia dalam pernikahan ini, dan suaminya hanya menganggap dia tidak lebih dari seorang pemuas naf*su.
"Ma-maaf Tuan, aku tidak bisa. Ini adalah yang pertama untukku" lirih Yulita, dengan sekuat tenaga menahan air mata. Tangannya meremas gaun tidur yang dia kenakan.
Terdengar tawa mengerikan dari suaminya, membuat Yulita mendongak dan melihat Chris yang menatapnya begitu tajam dan merendahkan. Dengan satu gerakan, Chris berhasil menarik tangannya dan membuatnya terjatuh di atas tempat tidur dan Chris mengukungnya.
Sial, kenapa aku terpesona dengan mata birunya?
Yulita mengutuki dirinya sendiri dan pikirannya, saat matanya bersitatap dengan mata biru milik suaminya. Mata itu seolah membuatnya tenggelam dalam tatapannya. Membuat jantungnya berdebar kencang.
"Kenapa? Kau jatuh cinta padaku?" tanya Chris dengan membelai lembut pipi Yulita. Jangan lupakan senyuman merendahkan darinya. "Tapi sayangnya, aku tidak akan pernah jatuh cinta padamu. Kau hanya sebatas alat agar aku bisa mempunyai anak, dan istriku tidak terus mendapatkan tekanan dari orang tuaku untuk segera hamil. Aku tidak ingin dia terus bersedih"
Bolehkah aku berteriak marah sekarang? Dia memuji dan mengatakan sebesar apa cintanya pada Nona Corline, sementara dia sedang bersamaku, wanita yang nantinya akan mengandung dan melahirkan anaknya. Ya Tuhan, kenapa begini?
Tidak ada jenis permulaan apapun dalam permainannya, dia langsung pada intinya. Tidak ada ciuman seperti yang orang lain lakukan. Chris langsung membuka semua pakaian Yulita dan langsung pada intinya, membuat Yulita menjerit.
"Tuan, itu sakit!" teriak Yulita dengan meremas seprei kuat. "Aku sudah bilang, jika ini yang pertama untukku"
Chris terlihat cukup terkejut, saat melihat darah yang mengalir ke atas seprei. Dan baru sadar jika ini memang yang pertama untuknya. Sementara Chris tidak mempercayainya.
"Sial" gumamnya tanpa sadar, dia mengacak rambutnya sendiri. Menatap ke arah Yulita yang terlihat sangat kesakitan. "Baiklah, aku akan memulai dengan lebih lembut"
Dan akhirnya Chris mencoba dengan permulaan, seperti mencium leher Yulita dan memberikan sentuhan seringan bulu di atas tubuhnya. Namun, satu hal yang tidak dia lakukan, yaitu, menciumnya. Sebenarnya tidak masalah bagi Yulita, karena dia menganggap, jika ini bagus. Setidaknya jika nanti dia berpisah dari Chris, maka masih ada yang utuh dalam dirinya ini.
Dan perlakuan Chris benar-benar berubah lembut saat dia tahu ini adalah yang pertama bagi Yulita. Dan malam ini keduanya melakukan ini, meski tanpa adanya cinta. Ini hanya dilakukan karena sebuah ketentuan dan perjanjian sebagai timbal balik yang saling menguntungkan.
"Kau istirahatlah, aku kembali ke kamar istriku"
Yulita hanya diam, tubuhnya tengkurap lemas di atas tempat tidur dengan tertutup selimut hingga ke pinggang. Menatap suaminya yang sedang terburu-buru memakai kembali pakaiannya, lalu pergi meninggalkan dia yang sudah terkulai lemas. Perlahan air mata mengalir dari sudut matanya, mengenai banta.
"Aku tidak lebih dari seorang pela*cur. Hanya dia cumbu, lalu ditinggalkan begitu saja"
Yulita membenamkan wajahnya di bantal, meredam teriakannya. Menangis sejadi-jadinya. Tubuhnya sampai bergetar.
*
Chris mengusap wajah kasar dan sedikit mengacak rambutnya sendiri saat dia menaiki tangga. Bayangan saat dia melakukannya dengan Yulita, masih terbayang sampai sekarang.
"Kenapa aku menikmatinya? Dan ya, aku menyukainya"
Bukan dalam arti dia menyukai Yulita, tapi dia menyukai hal yang baru saja terjadi dengan Yulita yang seharusnya dia lupakan sejak selesai melakukannya. Tapi, ini malah terus terbayang-bayang.
Masuk ke dalam kamar, Chris melihat istrinya sedang menerapkan beberapa krim perawatan wajah di depan meja rias. Chris menghela nafas pelan, dia berjalan mendekat dan langsung memeluknya dari belakang. Mencium pipi Corline dengan lembut.
"Em, wangi sekali"
"Chris, kenapa sudah kembali? Apa sudah selesai?"
"Sudah Honey, dan aku tidak mungkin tidur dengannya. Aku hanya akan memelukmu saat tidur. Bukan dia!"
Corlina berbalik jadi menghadap Chris, tersenyum pada suaminya itu. Mengusap wajahnya dengan tangan lentiknya. "Terima kasih karena selalu menghargai aku. Aku mencintaimu, Chris"
Chris mengecup kening istrinya dengan lembut. "Aku lebih mencintaimu"
"Kamu tidak akan berpaling padanya 'kan? Aku takut kau akan berpaling dan berpindah ke lain hati"
"Kau bicara apa Corline? Sampai kapanpun aku tidak akan pernah tertarik pada wanita bayaran itu. Dia hanya dibayar untuk mengandung dan melahirkan anakku, tidak lebih" tegas Chirs.
Corline tersenyum, dia berdiri dan merangkul leher suaminya. Tersenyum begitu manis. "Karena selamanya Chris hanya akan menjadi milikku"
"Tentu Honey, sekarang ayo kita tidur"
"Baiklah"
Mereka berjalan ke arah tempat tidur, dan malam ini tidak ada yang berubah selain Chris yang harus melakukan malam pertama dengan wanita keduanya, tapi dia tetap tidur berpelukan dengan Corline.
Sementara di kamar lain, Yulita berjalan tertatih ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Stamina keturunan Eropa memang jangan diragukan lagi. Bahkan Yulita sampai susah berjalan sekarang.
Air mata tidak berhenti mengalir, saat dia berendam di dalam bak mandi. Yulita melihat beberapa bekas kemerahan di dada dan lehernya. Dia memukul bekas ciuman itu. Memukul dadanya sendiri seolah dia jijik pada dirinya sendiri.
"Kenapa aku, Tuhan? Kenapa?"
Pertanyaan yang tidak mendapatkan jawaban apapun.
Bersambung
Kudu yak Yulita manggil sayang , sementara perasaan yng ada blm terungkap kan eeeaaaa 🤭🤭
Mungkin juga perasaan mu bersambut