____________________________
"Dar-Darian?" suaranya pelan dan nyaris tak terdengar.
"Iya, akhirnya aku bisa membalas kejahatan mu pada Nafisha, ini adalah balasan yang pantas," ucap Darian Kanny Parker.
"Kenapa?" tanyanya serak dengan wajah penuh luka.
"Kau tak pantas hidup Cassia, karena kau adalah wanita pembawa masalah untuk Nafisha," ujarnya dengan senyum sinis.
Cassia Itzel Gray, menatap sendu tunangannya itu. Dia tak pernah menyangka akan berakhir di tangan pria yang begitu dirinya cintai. Di detik-detik terakhir. Cassia masih mendengar hal menyakitkan lainnya yang membuat Cassia marah dan dendam.
"Keluarga Gray hancur karena kesalahan mu, Cassia! Aku lah yang membuat Gray bangkrut dan membuat kedua orang tuamu pergi, jadi selamat menemui mereka, Cassia! Ini balasan setimpal untuk setiap tetes air mata Nafisha," bisik Darian dengan senyum menyeringai!
DEG!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senjaku02, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 12
Ia menelan ludah, bibirnya bergetar sebelum akhirnya hanya bisa bersuara lirih, "Aneh." Kata itu terucap dengan nada getir, menggantung di udara, seolah mewakili semua kebingungan dan keheranan yang tak terjelaskan dalam hatinya.
Vladimir mendengar itu, tapi tak berkata apa-apa. Hanya diam, membiarkan kesunyian menjawab semuanya.
‘Jadi, aku masih punya kesempatan untuk mendapatkan Cassia lagi.’ Dax menggumam dalam hati, senyum tipisnya hampir tak terlihat, selembut setitis embun yang tercecer di daun pagi.
Hatinya berdebar, api harapan mulai berkobar, seolah tak ada satu pun penghalang yang sanggup meredupkannya kali ini. Kini, segala keraguan mulai runtuh, membuka jalan menuju asa yang selama ini ia impikan.
Vladimir melirik ke arah Dax dengan senyum penuh arti, tanpa di sadari oleh Dax
...****************...
Di sudut lain, Darian tenggelam dalam dunianya sendiri, tanpa tahu bahwa pertunangannya akan segera dibatalkan/putus. Matanya selalu terpaku pada gadis baru yang sejak pertama kali hadir di sekolah YHS, berhasil mencuri perhatian dan mengacaukan hatinya.
“Bagaimana, kamu suka makanannya?” Suaranya mengalun lembut, bagai desiran sutra yang menyentuh hati.
Tangan Darian dengan sigap mengambilkan makanan, mempersiapkannya lagi untuk Nafisha seolah setiap detik bersamanya adalah kesempatan terakhir yang ingin ia genggam erat.
Berbeda jauh jika itu cassia, seketika Darian akan jadi sumala.
Nafisha menunduk malu, jantungnya berdetak kencang saat perhatian Darian mengarah padanya. "Aku suka... makanannya enak," suaranya nyaris tak terdengar, terselip malu yang menghangatkan dadanya.
Darian tersenyum geli, lalu tangannya meraih kepala Nafisha, mengusapnya dengan lembut penuh kasih sayang. "Makanlah banyak-banyak, ya," ucapnya dengan suara hangat yang membuat Nafisha seolah terbang ke awang-awang.
Mereka tenggelam dalam momen itu, menikmati santapan dan kehadiran satu sama lain tanpa peduli tatapan iri dan bisik-bisik orang-orang di sekeliling.
Meskipun dia tahu akan hal itu, Darian tetap abai pada segala cemoohan. hanya Nafisha yang ada di pikirannya, dan itulah yang membuat segalanya terasa sempurna.
Bisik-bisik liar mulai bergulir di antara para siswa sekitar Darian, membentuk gelombang pro dan kontra yang membakar udara.
"Setelah dipikir-pikir, Nafisha ini benar-benar tak tahu malu! Darian sudah punya tunangan, tapi dia tetap berani merebutnya begitu saja," gumam siswi A dengan nada penuh celaan.
"Iya, kasihan Cassia. Dia juga cantik dan manis, mana kaya pula. Tapi lihatlah, Nafisha selalu tampak lemah lembut dan pintar, sementara Cassia..." siswi B melanjutkan dengan suara yang dipenuhi simpati dan ketidakpercayaan.
Siswa A tak kalah tajam, "Kalau aku jadi Darian, punya tunangan dengan sikap seperti itu, aku juga bakal cari yang lain."
"Perilakunya jauh berbeda. Nafisha sopan dan anggun, sementara Cassia? Semua sudah tahu dia penuh intrik dan antagonis," sahut siswi B dengan nada membara.
Bisik-bisik mereka bukan sekadar omongan kosong; itu adalah gelombang kecil yang menyulut api keromantisan Darian dan Nafisha menjadi bahan pembicaraan sekaligus pertaruhan reputasi di antara para penonton diam.
Sedangkan dia, yang jadi bahan perbandingan, asyik menyantap makanannya tanpa peduli bisik-bisik yang berhembus di sekeliling.
Teman-teman Cassia yang turut hadir mendengar gosip itu pun membara, penuh amarah yang sulit ditahan. Terutama Arzhela, yang tubuhnya sudah tegang, siap melabrak pasangan tak tahu malu itu dengan kemarahan yang membuncah.
Namun, Cassia meraih lengan Arzhela, menggenggamnya erat sambil menggeleng pelan. "Jangan buang tenaga untuk omong kosong macam ini," bisik Cassia dengan suara serak penuh tekad.
"Tapi-" Arzhela hendak protes, tapi suaranya terhenti di tengah kata. Cassia melanjutkan dengan nada penuh janji, "Sabar, Arzhela. Sebentar lagi, aku akan bebaskan di sepenuhnya. Percayalah."
Dengan desahan berat, Arzhela menundukkan kepala, duduk kembali dengan wajah muram dan bibir yang mengerut penuh kekesalan. Di seberangnya, Rose dan Ara terkikik kecil melihat ledakan emosinya yang mudah meletup.
"Kenapa kalian tertawa? Apa kalian merasa ini lucu?" tegur Arzhela dengan suara tajam, menahan amarah yang masih membara. Suasana berubah tegang, seolah bara api di dalam hati Arzhela siap meledak kapan saja.
meledak sudah tawa mereka, melihat wajah kesal salah satu sahabatnya ini.
"Hahahaha Astaga, Arzhela... tarik napas dalam-dalam, jangan sampai marah-marah, nanti wajahmu cepat keriput, tahu!" Rose mendesah, mencoba menahan tawa melihat Arzhela yang sudah hampir meledak emosi.
"Lho, yang harusnya marah itu cassia bukan kamu. Tapi kok malah kamu yang nyalain duluan?" imbuh Ara.
"Kalau aku diam, aku juga nggak waras, Cassia! Ini sudah bikin darahku mendidih sampai kepala serasa meledak!"
Suasana yang tadinya santai berubah jadi penuh percikan api, seperti badai kecil yang siap melempar amarah dan tawa dalam satu waktu.
...****************...
Kring.....
Kring....
Bel berbunyi tanda bahwa istirahat pertama telah usai dan waktunya melanjutkan pelajaran yang sempat tertunda.
Para siswa dan siswi berlari berhamburan menuju kelas masing-masing. langkah kaki mereka bergemuruh, penuh kecemasan agar tak terlambat dan menghindari hukuman yang mengintai.
Namun, di antara kerumunan itu, ada yang berjalan santai, seolah waktu bukan Musuh. ada juga yang jalan santai, Tidak takut akan hukuman yang mereka terima jika telat masuk kelas.
Sementara beberapa lainnya sudah tenggelam dalam dunia tugas, duduk diam di bangku kelas, menuntaskan pekerjaan yang tersisa sebelum guru masuk ke dalam kelas.
Cassia,dan teman-temannya setelah selesai makan langsung kembali ke kelas. Sama halnya dengan para inti Black Libra kembali ke kelas mereka setelah beristirahat di dalam basecamp yang ada di rooftop sekolah yang ada di gedung kelas mereka.
...****************...
Cassia menatap ke depan kelas, pandangannya terasa kosong. Ada gemuruh aneh yang ia rasakan saat mengingat momen menyakitkan di masalalu.
"Apa yang kamu pikirkan, Honey?" Arzhela bertanya dengan lembut, ia duduk satu meja dengan Cassia yang sejak tadi tampak diam seolah banyak beban yang gadis itu tanggung.
"Tidak ada, aku hanya ingin segera pulang," jawabnya di selingi gurauan ringan.
"Hey, pulang? Tidak biasanya, apa sekarang Om dan Tante mengurung kamu?" Rose bertanya dengan mata memicing.
"Mengurung? Mana ada," jawab Cassia dengan wajah acuh.
"Siapa tahu, lagipula tak biasa kamu ingin segera pulang, biasanya juga mengajak Darian untuk jalan walaupun ditolak," celetukan nyelekit datang dari Mutiara.
Gadis itu selalu bicara sembarangan.
PLAK!
"Aduh! Kenapa aku di pukul, sih?" keluhnya saat Arzhela memukul pundaknya.
"Kamu itu kalau bicara jangan sembarangan!" tegur Arzhela dengan mata mendelik.
Sedangkan Cassia malah terkekeh lucu, dia tak marah. Sebab semua yang Mutiara katakan adalah kebenaran yang semua orang tahu.
"Cas, maaf ya!" kata Mutiara, dia selalu saja kesal dengan ucapannya yang sering kali sembarangan. Untung saja para sahabatnya itu tak pernah marah.