Demi memenuhi wasiat sang ayah, Ziyana Syahira harus rela menikah dengan pria yang sama sekali tidak dia kenali bernama Dirga Bimantara, seorang CEO yang terkenal dengan sikap dingin dan cuek.
Belum juga reda keterkejutan Ziyana akan pernikahan dadakannya bersama dengan Dirga. Ziyana kembali di kejutkan dengan sebuah kontrak pernikahan yang di sodorkan oleh Dirga. Jika pernikahan keduanya hanya akan terjalin selama satu tahun saja dan Ziya dilarang ikut campur dengan urusan pribadi dari pria itu.
Lalu, bagaimana jadinya jika baru 6 bulan pernikahan itu berjalan, Dirga sudah menjatuhkan talak pada Ziya dan diwaktu yang bersamaan Ziyana pun di nyatakan hamil?
Mampukah Ziyana jujur jika saat itu dia tengah hamil anak dari Dirga. Ataukah, Ziyana tetap memilih untuk pergi dengan merahasiakan keberadaan sang janin yang tumbuh dalam rahim nya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Triyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SWA.Bab 20
"Ayo, lebih baik kita menyusul kesana. Aku takut mereka khawatir kalau kita berlama lama di sini." lanjut Dirga.
Set...
Deg...
Ziya dibuat tersentak kaget saat tiba tiba Dirga menggenggam tangan nya. Lalu, pria itu menariknya hingga keduanya pun berjalan dengan saling bergandengan tangaan.
Sepanjang perjalanan nya menuju ke ruangan rawat inap yang di tempati oleh Zingga.
Sepanjang jalan itu juga, pandangan Ziya tidak lepas dari tangan nya yang sedang di genggam erat oleh tangan kekar Dirga.
Rasanya, masih sulit di percaya jika dua orang yang di masa lalu tidak pernah saling menyapa satu sama lain meski mereka sudah resmi menikah. Kini, dua orang itu sedang berjalan dengan saling bergandengan tangan.
Meski sikap dan perlakuan pria itu sudah banyak berubah dari sikapnya 6 tahun yang lalu. Namun, tetap saja, rasa takut Ziya pada Dirga terus saja menyelimuti hati wanita itu.
"Kreekkkk...."
Deg...
Ziya tersentak kaget dan langsung bangun dari lamunan nya setelah mendengar suara pintu yang di buka.
Larut dalam lamunan nya tentang rasa takutnya pada Dirga. Membuat Ziya tidak menyadari jika langkahnya sudah sampai di tempat tujuannya, yaitu kamar Zingga.
"Assalamualaikum," ucap Dirga, saat memasuki ruangan rawat sang anak.
"Wa'alaikum sa...lam warahmatullahi wabarakatuh. Kalian sudah kembali?" Jawab ketiga orang tua yang ada di ruangan itu.
Jawaban salam itu sempat terjeda selama beberapa detik saat pandangan ketiga paruh baya itu tertuju pada tangan Dirga yang tengah menggenggam erat tangan mungil Ziya.
Pasangan pasutri baru itu datang dengan saling bergandengan tangan dan tentu saja hal itu membuat semua orang yang ada disana dibuat sedikit kaget.
Akan tetapi, dibalik rasa kaget itu ada seulas senyum penuh rasa lega dari wajah cantik Mama Ayu, saat melihat putranya menggandeng tangan istrinya, Ziya.
Berbeda dengan Mama Ayu yang tersenyum bahagia. Umi Aisyah malah menampakan raut wajah yang terlihat begitu khawatir.
Akan tetapi, Umi Aisyah mencoba menutupi rasa khawatirnya dengan mencoba juga untuk tersenyum.
Meski begitu, tetap saja hal itu tidak bisa menutup sepenuhnya akan kekhawatiran yang di rasakan oleh Umi Aisyah saat ini.
"Tenang lah, semua akan baik baik. Putraku, sudah banyak berubah. Kali ini, aku jamin kalau dia tidak akan pernah menyia nyiakan Ziya lagi," bisik Mama Ayu, yang tahu betul bagaimana cemas nya Umi Aisyah saat ini.
"Apa, kekhawatiran ku terlihat sangat jelas?" Tanya Umi Aisyah.
"Iya, tapi itu adalah hal yang sangat wajar. Karena tidak bisa kita pungkiri jika Dirga pernah menorehkan luka di hati Ziya dan meninggalkan kenangan yang buruk untukmu dan jugq putrimu. Jadi, wajar jika kamu begitu mengkhawatirkan hubungan mereka saat ini,"
"Maafkan aku. Meski aku sudah memaafkan nya. Namun, rasa takut jika Ziya akan kembali di abaikan tidak bisa aku hilangkan begitu saja,"
"Kenapa minta maaf? Tidak ada yang salah dengan itu. Justru, kami lah yang harus nya minta maaf. Karena putra kami. Kalian jadi seperti ini. Penuh dengan rasa takut dan trauma. Semoga, dengan bersatunya mereka kali ini. Akan merubah semuanya jadi lebih baik lagi. Baik itu untuk Ziya ataupun untuk Dirga,"
"Aamiin. Semoga saja," ucap Umi Aisyah, mengaminkan apa yang di katakan oleh Mama Ayu dan berharap semua itu akan menjadi doa kebaikan untuk putri dan juga menantunya.
"Baiklah. Karena kalian sudah di sini, maka izinkan kami pulang dulu. Besok, kami akan datang lagi untuk menemani kalian menjaga Zingga," lanjut Mama Ayu, sembari sedikit menyenggol Umi Aisyah agar turut serta, meninggalkan pasangan pengantin baru itu.
"Iya, berhubung kini kalian sudah resmi menikah. Jadi, untuk malam ini Umi izin pulang dulu ya. Sudah lama Umi tidak tidur di rumah. Rasanya kangen juga," sambung Umi Aisyah, yang paham betul akan kode yang di berikan oleh besan sekaligus teman nya itu.
"Loh, Umi mau pulang juga?" tanya Ziya, terlihat sangat kaget saat Umi Aisyah juga ikutan pamit pulang.
"Iya. Sudah lama kan Umi tidak menginap di rumah. Berhubung sekarang sudah ada Dirga, maka Umi izin ingin pulang dan tidur di rumah dulu, ya. Besok, Umi ke sini lagi,"
"Tapi......."
"Iya, Umi. Pulang lah, masalah disini biar Dirga dan Ziya yang urus. Sekarang, Umi pulanglah dan istirahatlah di rumah," sela Dirga, memotong ucapan Ziya yang ingin protes saat Umi Aisyah juga ikut berpamitan.
"Baiklah. Kalau begitu, kami pergi dulu. Kabari kami jika sesuatu terjadi pada Zingga,"
"Baik, Pa."
Ketiga paruh baya itu pun akhirnya pergi meninggalkan Ziya dan juga Dirga. Meski merasa enggan saat Umi Aisyah juga ikut pergi. Namun, Ziya tidak bisa egois dan tetap menahan sang ibu untuk tidak pergi.
Karena bukan hanya Ziya anak yang harus diperhatikan oleh Umi Aisyah. Namun, masih ada sosok Zira yang juga masih butuh perhatian dari sang Ibu.
Apalagi, sampai saat ini Zira masih belum tahu jika dia sudah memiliki keponapakan yang sudah berusia 5 tahun dan sedang dalam keadaan sakit.
Maka dari itu, Umi Aisyah pun harus pandai mencari alasan agar bisa tetap menemani Ziya di rumah sakit tanpa sepengetahuan putri sulung nya yang sampai detik ini masih saja sinis pada sang adik.
*
*
"Permisi, Mas. Tangan nya," ucap Ziya, meminta agar Dirga melepaskan genggaman tangan nya. Setelah ketiga orang tua nya sudah meninggalkan ruangan itu.
"Kenapa? Biar saja tetap begini. Bukankah, sekarang kita sudah halal untuk saling bersentuhan," jawab Dirga, yang tampak enggan untuk melepaskan tangan nya dari tangan Ziya.
"Bukan begitu. Ini sudah waktunya aku mandikan Zingga. Kalau seperti ini terus, bagaimana aku memandikan nya," lirih Ziya. Tanpa berani mengangkat kepalanya untuk menatap sang suami.
"Oh. Baiklah kalau begitu. Sana, pergilah aku akan menunggu di sofa sembari menyelesaikan pekerjaan ku,"
Dirga pun langsung melepas genggaman tangan nya saat tahu jika Ziya meminta nya untuk melepaskan genggaman tangan itu. Agar bisa membersihkan tubuh putri mereka, Zingga.
"Mas, tidak pergi ke kantor?" tanya Ziya, saat melihat Dirga mulai membuka laptop yang selalu dia bawa saat akan tinggal di rumah sakit.
"Tidak. Aku akan bekerja di sini saja. Sudah, jangan pikirkan tentang pekerjaanku. Kamu tenang saja, semua akan baik baik saja. Suamimu ini tidak akan jatuh miskin meski aku tidak pernah pergi bekerja sekalipun. Sana, lebih baik kamu segera bantu Zingga membersihkan diri agar dia bisa beristirahat dengan nyaman kalau tubuhnya sudah dibersihkan,"
"Iya, baiklah,"
"Sombong sekali dia," lanjut Ziya, sedikit bergumam karena merasa sebal saat Dirga mulai menyombongkan kekayaan nya.
"Apa? Apa kamu berkata sesuatu?"
pst anak nya seusia zingga juga.